Monday, June 18, 2007

Ketahanan Pangan, Potensi Pertanian Terabaikan

http://www.balipost.com/balipostcetak/2007/6/18/o3.htm

Oleh I Made Sugianto

KONDISI Bulog yang kelimpungan untuk mendapatkan beras impor menjadi menarik dan menggelitik. Sebab selama lebih dari 10 tahun sejak 1984 Indonesia telah mencapai swasembada beras, sehingga mendapat penghargaan dari FAO-PBB. Sejak itu kebijaksanaan dan program-program pertanian tidak lagi berupa intensifikasi/ektensifikasi tetapi 'diversifikasi' dan pengembangan agrobisnis serta agroindustri. Maka dalam proses pemikiran seluruh bangsa Indonesia termasuk para pakar pada tahapan 'industrialisasi' inilah berbagai pemikiran tentang pertanian seakan terlupakan karena dianggap tidak penting lagi. Pembangunan ekonomi identik dengan industrialisasi dan potensi pertanian terabaikan. Kini betapa Indonesia merasakan dampaknya yakni kesulitan untuk memenuhi ketersediaan pangan nasional.

Berdasarkan Statistik tahun 2003 luas lahan pertanian Indonesia mencapai 53,43 ha, di mana 8,4 juta ha (11,7%) adalah sawah. Melihat potensi yang ada, sesungguhnya Indonesia bisa menjadi negara pengekspor hasil-hasil pertanian dan meraup devisa yang besar dari sektor ini. Kenyataannya sampai saat ini menunjukkan potensi yang besar tersebut belum dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk kemajuan bangsa ini. Pemenuhan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia belum seluruhnya bisa dipenuhi dari produksi dalam negeri.

Perlu ditekankan bahwa kondisi Bulog kesulitan mendapatkan beras impor pertanda krisis pangan yang berarti pula krisis pertanian di Indonesia. Jelas hal ini menjadi ancaman yang serius bagi kelangsungan pertanian Indonesia. Selama petani dan keluarganya belum sejahtera dan belum mampu keluar dari kemiskinan, selama kurun waktu itu pula pembangunan pertanian bisa dikatakan belum berhasil sehingga secara terus menerus harus ada usaha sungguh-sungguh untuk revitalisasi pertanian Indonesia. Maka pertanian Indonesia harus dibangun kembali, dan satu-satunya jalan keluar adalah membangun kembali pertanian rakyat yang potensinya telah terabaikan selama 20 tahun.

Caranya, Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah perlu memberikan perhatian dan dukungan yang sungguh-sungguh terhadap pembangunan pertanian dan pemberdayaan petani melalui kebijakan berupa proteksi, promosi dan subsidi. Pemerintah juga perlu memberikan subsidi kepada petani. Memang selama ini pemerintah telah memberikan subsidi yang diperuntukkan bagi pembelian sarana produksi khususnya pupuk urea. Namun, sering terungkap dalam pemberitaan bahwa pupuk bersubsidi yang semestinya dinikmati oleh petani kecil, justru kebanyakan nyaplir di lapangan. Pupuk bersubsidi justru dinikmati oleh perusahaan-perusahaan agribisnis yang permodalannya sudah kuat.

Ke depan, pemerintah juga perlu memikirkan sebuah skema subsidi bukan hanya pada penyediaan sarana produksi, tetapi perlu subsidi pada harga jual produk pertanian. Hal ini penting dilakukan sebab saat panen raya yang semestinya petani merasakan untung justru ketiban buntung karena anjloknya harga-harga produksi pertanian. Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah semestinya menganggarkan sejumlah dana untuk mensubsidi harga jual produk pertanian. Jika tidak ada anggaran penyelamatan terhadap pertanian, selamanya pertanian Indonesia akan terpuruk dan berarti pula Indonesia terus dilanda krisis pangan dan tak menutup kemungkinan rakyat Indonesia kelaparan.

Pemerintah sampai saat ini belum mampu menjamin petani mendapat harga jual gabah yang layak dan memadai saat panen raya, walaupun pemerintah telah menetapkan harga dasar gabah. Mesti dipahami jaminan pemerintah berupa anggaran dana yang jelas dan riil merupakan salah satu kunci dan cara sukses untuk mempertahankan dunia pertanian. Caranya melalui insentif harga gabah sehingga petani akan mendapat keuntungan. Pemerintah juga harus berani membeli gabah dari petani. Demikian pula terkait permasalahan pajak, pemerintah seyogyanya mempertimbangkan dan memberi keringanan. Adanya anggaran untuk keringanan pajak merupakan bentuk perhatian dari pemerintah untuk menggairahkan sektor pertanian.

Menghindari krisis pangan diperlukan usaha semua pihak mulai dari pemerintah, peneliti, akademisi, pendidik, pengusaha dan masyarakat umum untuk membangun pertanian secara bersama-sama. Pertanian merupakan usaha lintas sektoral, oleh karena itu pembangunan pertanian ke depan tidak bisa dilakukan melalui pendekatan sektoral semata, tetapi melalui pendekatan lintas sektoral.

Penulis, Sekretaris Sabha Yowana Tabanan