Wednesday, January 27, 2010

Kontrak Kerja Mentan Belum Untungkan Petani

http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2010/01/21/86781/Kontrak-Kerja-Mentan-Belum-Untungkan-Petani

Kamis, 21 Januari 2010, 00:00:43 WIB


Jakarta, RMOL. Meneropong 94 Hari Kinerja Departemen Pertanian

21 kontrak kerja Menteri Pertanian (Mentan) Suswono selama 94 hari ini dinilai belum menguntungkan petani.

Berdasarkan pendapat sejum­lah pengamat pertanian dan anggota DPR bahwa Deptan be­lum terlihat hasil yang dicapai untuk mensejahterakan petani. Ha­nya empat keberhasilan yang sudah dicapai.

Pengamat pertanian, Ah­mad Yakub mengatakan, dalam 94 hari ini memang sulit meng­ukur keberhasilan dan ke­ku­rangan Dephan. Sebab, itu sa­ngat terlalu singkat.

‘’Saya kira kontrak ker­ja Mentan selama 94 hari ini belum menguntungkan petani,’’ ujarnya ke­pa­da Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Dia (Menteri Pertanian) baru me­rumuskan soal Inpres beras dan strategi pembangunan di ma­sa depan. ami baru saja di­un­dang mengenai visi misi per­ta­nian industrial unggul ber­ke­lanjutan yang berbasis sumber da­ya lokal untuk meningkatkan ke­mandirian pangan nilai tambah ekspor dan kesejahteraan petani,” ujarnya.

Menurutnya, visi misi yang dikemukakan Menteri Pertanian terlalu bias dengan korporatif pertanian.

“Lahan yang luas hanya disediakan untuk perusahaan besar. Dikhawatirkan petani di sekitar lahan tersebut tidak bisa meng­garapnya. Bisa-bisa 25,4 juta keluarga petani hanya men­jadi buruh saja,” tuturnya.

Sementara Ketua Umum Serikat Tani Nasional (STN), Donny Pradana mengatakan, Dep­tan belum memberikan per­hatian besar terhadap petani. Ada kesan malah kebijakan pe­me­rintah lebih menguntungkan pe­milik modal.

“Perhatian pemerintah ter­ha­dap petani sangat kurang. Apalagi ke­bijakan Renstra tidak akan me­ningkatkan kesejahteraan petani. Yang diuntungkan kaum pe­mo­dal,’ ujarnya kepada Rakyat Mer­deka, di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, penyusunan cetak biru swasembada pangan yang dila­kukan Deptan terkesan me­men­tingkan pihak investor. Ini demi menciptakan ketahanan pangan.

“Departemen Pertanian meng­gu­lirkan kebijakan untuk men­cu­kupi kebutuhan pangan dengan menggunakan sembilan investasi. Jadi yang diuntungkan adalah in­vestor,” ungkapnya.

Dikatakan kebijakan food estate menunjukan kalau pe­me­rintah lebih suka memberi pe­luang kepada investor ketimbang petani.

“ Saya berharap agar pe­me­rintah memberi hak tanah kepada kaum tani,” ujarnya.

’’Ada Peningkatan Luas Garapan Lahan Petani’’
Suswono, Menteri Pertanian

Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengatakan, kinerja 100 hari memprioritaskan audit lahan pertanian dan mening­kat­kan kesejahteraan petani.

“Selama ini luas lahan baku per­tanian selalu disebutkan 7 juta hektar. Apa itu benar. Padahal, me­nurut data alih fungsi lahan per­ta­nian ke nonpertanian, tiap tahun men­capai 100.000 hektar dan pencetakan sawah baru minim,” ujarnya.

Menurut politisi PKS itu, dengan mengetahui luas lahan baku yang sesungguhnya, akan me­mudahkan mengambil kebija­kan yang tepat. “Kalau dananya me­mungkinkan, ini bagian dari lang­kah strategis yang akan saya lakukan,” ujarnya.

Selain itu, lanjut Suswono, me­nambah lahan garapan petani. Sebab, selama ini rata-rata lahan ga­rapan petani hanya 0,3 hektar. Me­nurutnya dengan luas lahan ga­rapan sesempit itu, tidak mung­kin petani bisa kaya.

“Harus ada peningkatan luas garapan lahan petani, caranya dengan melakukan reformasi agraria. Meski tidak berarti petani harus memiliki lahan tersebut, tetapi setidaknya ada peningkatan lahan garapan.

Idealnya lahan garapan petani 2 hektar,” pa­parnya.

Sementara visi pertanian yang akan dicanangkan Suswono ada­lah Per­tanian Industrial Unggul Ber­kelanjutan, yang Berbasis Sumber Daya Lokal untuk Meningkatkan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Kesejahteraan Petani.

‘’Harus Diperbaiki’’
Siswono Yudo Husodo, Anggota Komisi IV DPR

Anggota Komisi V DPR, Siswono Yudo Husodo menga­ta­kan, belum bisa diukur berhasil atau tidak selama 100 hari kinerja Menteri Pertanian Suswono.

“Dalam 100 hari hanya mem­buat visi dan planning. Jadi, be­lum bisa diukur,” katanya kepada Rakyat Mer­deka, di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, kalau dari sisi perencanaan Penyusunan Renstra Departemen Pertanian 2010-2014, Suswono cukup bagus. Na­mun, yang menjadi kendala ada­lah soal implementasi di lapangan.

Siswono mencontohkan pen­ca­nangan swasembada gula yang harusnya tercapai pada tahun 2009, tapigara-gara tidak ter­capai kemudian dicanangkan kem­bali pada 2010, begitupun dengan kedelai dan daging. “Ini yang harus diperbaiki. Jangan mengulangi seperti menteri sebelumnya,” katanya.

Ke depan, lanjutnya, Mentan hendaknya mengawasi setiap program yang sudah diren­cakan­, sehingga implementasi bisa berjalan dengan baik. “La­kukan evaluasi setiap saat,” katanya.

‘’Pertanian Semakin Semrawut Tuh...’’
Agusdin Pulungan, Ketua Wahana Masyarakat Tani Indonesia

Nasib petani ke depan dikha­watirkan semakin tidak jelas. Se­bab, selama 94 hari ini ki­nerja Departemen Pertanian ti­dak menunjukkan hasil nyata yang membela kepentingan petani.

Hal ini disampaikan Ketua Wa­hana Masyarakat Tani In­do­nesia, Agusdin Pulungan, ke­pada Rakyat Mer­deka, di Jakarta, kemarin.

“Tidak kelihatan ada hasil­nya. Malah kinerja pemerintah di bidang pertanian semakin se­mrawut tuh. Tidak ada kon­struk­si yang jelas,” ujarnya.

Agusdin menunjuk kasus gula pasir sebagai contoh. Se­harusnya pemerintah belajar me­ngatasi
kekurangan pasokan gula. Tetapi itu tidak dilakukan.

‘’Makanya impor gula pasir tetap tak terhindarkan,” katan­ya.

Agusdin menyesalkan kebija­kan food estate dalam mem­ba­ngun ketahanan pangan na­sional. Kebijakan tersebut sama se­kali tidak memihak petani di dalam negeri yang umumnya merupakan petani gurem.

“Namanya juga estate. Itu kan artinya besar. Pertanian pa­ngan dilakukan oleh pengusaha be­sar secara besar-besaran dan tentu saja dengan modal besar. Pe­tani kecil nantinya hanya se­bagai buruh,” katanya.

Menurutnya, food estate me­rupakan pilihan salah kaprah. Se­bab, pendekatan tersebut nis­caya berdampak mematikan pe­tani dan berpotensi me­nim­bulkan konflik.

Padahal, untuk mening­kat­kan ketahanan pangan, se­ha­rusnya pemerintah memihak pe­tani dengan memberikan ja­minan kemudahan distribusi hasil panen dan subsidi sarana produksi.

‘’Yang Dilakukan Sudah Tepat’’
Ferry Juliantono, Ketua Dewan Tani Indonesia

Menteri Pertanian Suswono dalam 94 hari ini ini sudah me­la­kukan langkah-langkah un­tuk memperbaiki pertanian. Mi­salnya, mendata tanah-tanah yang dapat dipergunakan untuk la­han-lahan pertanian, sehingga me­mperluas lahan pertanian sekitar 27 juta hektar.

Demikian disampaikan Ke­tua Dewan Tani Indonesia, Ferry Juliantono, kepada Rakyat Mer­deka, di Jakarta, kemarin.

Selain itu, lanjutnya, Sus­wo­no juga sudah menyampaikan pro­gram pendataan ulang me­nge­nai lahan database kelom­pok tani yang berguna untuk pe­nyempurnaan program subsidi.

“Yang dilakukan sudah tepat, cuma hasil akhirnya belum diketahui karena bekerja masih relatif singkat. Dalam setahun nanti kita evaluasi secara me­nyeluruh,” ungkapnya.

Suswono, lanjutnya, me­mang mempunyai background perte­na­kan, sehingga iden­tifi­kasi dalam sek­­tor peternakan ba­ru untuk da­ging sapi sudah dilaksanakan.

‘’Hasilnya Nggak Kelihatan Deh...’’
Rusman Ali, Pengamat Pertanian

Program Departemen Per­ta­nian 2010-2014 dalam cetak bi­ru swasembada pangan untuk ke­delai, gula, dan daging sapi ser­ta Penyusunan Peraturan Pe­me­rintah tentang food estate me­rupakan program yang ba­gus.

Demikian disampaikan pe­ngamat pertanian, Rusman Ali, ke­pada Rakyat Mer­deka, di Ja­karta, belum lama ini.

‘’Anehnya, hasilnya nggak ke­lihatan deh dalam 94 hari ini,’’ katanya.

Yang harus dilakukan, lan­jut­nya, Mentan hendaknya banyak turun ke lapangan merea­li­sasikan program-program yang telah direncanakan. Kalau tidak rajin turun dijamin program-program tidak akan berhasil .

“Jangan hanya pintar di atas kertas saja dong, tapi imple­men­tasinya juga harus bisa,” katanya.

Menurutnya, pupuk yang ber­limpah sering kali diman­faat­kan tidak baik. Akibatnya, pu­puk menjadi langka. Ke­mu­dian, subsidi pupuk yang terlalu tinggi. “Ini yang memicu pe­nyelundupan pupuk,” katanya.

Menurut dia, titik lemah ada pada swasembada pangan. Un­tuk itu, perlu ada penga­wasan yang ketat untuk menghindari ke­bocoran. “Pengawasan ha­­rus dari pusat sampai ba­wah,” katanya.
[RM]