http://www.suaramerdeka.com/
Rabu, 20 Juni 2007 SEMARANG
UNGARAN - Sekitar 70 orang yang menamakan Serikat Tani dan Mahasiswa menggelar demonstrasi di Gedung DPRD Kabupaten Semarang, Selasa (19/6). Mereka mendesak lembaga legislatif untuk membantu memperjuangkan kepemilikan tanah yang dulu milik petani dan sekarang dikuasai pihak lain. Pengunjuk rasa yang diterima anggota Komisi A DPRD R Sedya Prayogo SH MH dan anggota Komisi B Drs Pujo Pramujito, menegaskan, jika tanah tersebut tidak dikembalikan ke petani maka masyarakat pedesaan akan semakin terpuruk.
''Negara harus bisa menjalankan fungsi sosial yakni mengembalikan tanah-tanah rakyat yang saat ini dikuasai Perhutani. Tanah tersebut jelas asal usulnya digarap petani,'' kata Muntiarsih yang mengaku dari serikat petani Jateng, kemarin.
Ia menegaskan, sudah selayaknya Perhutani dibubarkan karena secara ekonomi tidak menguntungkan negara. Dikatakan, sekarang ini juga banyak terjadi kerusakan lingkungan di hutan. ''UU Agraria 1960 dibekukan saat Orde Baru sehingga petani semakin terpuruk. Mestinya di saat petani kehilangan tanah, amanat UU Agraria tersebut benar-benar dijalankan,'' tandasnya. Dia menegaskan, rencana pemerintah mereformasi UU Agraria justru melukai hari rakyat. Muntiarsih menandaskan, pemerintah harus segera memberikan tanah di 19 objek land reform di kabupaten ini kepada petani.
Sutikno (43) petani asal Gondoriyo, Bergas, dalam audiensi dengan anggota DPRD tersebut mengatakan ingin menggarap tanah kosong kehutanan. ''Kami hanya rakyat kecil yang hanya bisa menggarap lahan. Kalau kami tidak punya lahan bagaimana kelanjutan nasib kami,'' jelasnya.
Jafar dari pemuda NU menjelaskan, meski UU Agraria ditetapkan pada 1960 nasib petani Indonesia tak banyak berubah. Menurut dia, konsekuensi semua ini semakin senjangnya ketimpangan penguasaan dan pemilikan sumber-sumber agraria. ''Ketimpangan ini juga menjadi penyebab tragedi penembakan para petani oleh oknum aparat militer (marinir) di Pasuruan Jatim,'' tuturnya.
Dibawa ke Polres
Anggota Komisi A DPRD R Sedyo Prayogo menegaskan, mendukung gerakan pejuang petani tersebut. ''Karena lembaga DPRD adalah lembaga politis, kami akan sampaikan ke pemerintah secara politis. Apalagi di DPRD banyak parpol yang akan mendukung perjuangan ini,'' terang Prayogo di hadapan pengunjuk rasa. Namun, menurut dia, jika masalah itu terkait dengan hukum, sebaiknya diselesaikan dengan cara yudisial review.
Triyono, staf BPN yang hadir dalam audiensi ini menjelaskan, pihaknya akan menampung semua aspirasi petani. ''Kami hanya melakukan sesuai aturan,'' jelasnya singkat. Usai aksi, puluhan orang tersebut diminta keterangan ke Polres Semarang karena tidak memberitahukan akan ada aksi mimbar bebas. ''Izinnya cuma audiensi kenapa harus ada mimbar bebas,'' ucap seorang anggota Polres, kemarin.
Dalam aksi tersebut dihadiri Serikat Paguyuban Tani Qaryah Thayyibah, Serikat Tani Nasional, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, Front Perjuangan Pemuda Indonesia, HMJ Syariah, Lakspesdam NU Salatiga, Teater Getar, BEM STIE AMA, D-Fash, Mapala STAIN, dan BEM STAIN. (H14-16)