Saturday, July 21, 2007

Konflik Lahan Warga-PT AA, Dishut Tunggu Hasil Pemeriksaan Kepolisian

http://www.riauterkini.com/politik.php?arr=15189

Jum’at, 20 Juli 2007 14:55

Tentang penyelesaian konflik antara warga Desa Beringin Kecamatan Pinggir dengan PT AA, Dishut Riau hingga kini belum turunkan tim untuk tentukan tapal batas. Namun turunnya tim menunggu hasil pemeriksaan pihak Kepolisian.

Riauterkini-PEKANBARU-Penyelesaian konflik antara warga Desa Beringin Kecamatan Pinggir dengan PT Arara Abadi hingga kini masih seputar hukum. Yaitu pengrusakan lahan HTI oleh warga. Sementara Dishut Riau yang berkewajiban untuk menyelesaikan tapal batas masih menunggu hasil pemeriksaan pihak Kapolisian.

“Pengrusakan kebun akasia milik PT AA masih belum bisa dikatakan kasus. Karena saat ini masih dalam proses pemeriksaan oleh pihak kepolisian. Kita sedang menunggu hasil pemeriksaan pihak kepolisian dalam mencari unsur pidananya. Setelah hasilnya keluar, jika diminta, Dinas Kehutanan akan menurunkan tim dalam penetapan tapal batas. Antara lahan HTI PT AA dengan lahan yang diklaim warga,” terangnya.

Menurutnya, hal itu dilakukan mengingat turunnya tim memerlukan pendanaan. Selain itu, dalam melakukan maping atau menentukan tata batas lahan HTI dengan lahan warga juga diperlukan dana.

Sementara itu, anggota Komisi B DPRD Riau, Bambang Tri menegaskan bahwa kondisi di lapangan saat ini masih panas. Jadi perlu adanya kepastian hokum dan status kawasan guna mencegah terjadinya konflik yang berkemungkinan bisa terjadi lebih besar lagi dibandingkan beberapa waktu lalu.

“Kalau bisa, dilakukan penentuan tata batas sesegera mungkin oleh instansi terkait agar dapat mencegah adanya konflik yang lebih besar lagi di masa mendatang,” ungkap Kadishut Riau.***(H-we)

Gambar diambil dari http://www.riauterkini.com/photo.php?arr=1366

Thursday, July 19, 2007

Draft 14 Mei 2007 Rancangan Peraturan Pemerintah Tentang Reforma Agraria

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

NOMOR

TENTANG

REFORMA AGRARIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 7 Jo pasal 17 ayat (1) dan ayat (4) serta Pasal 10 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agrarla perlu diterbitkan kemball Peraturan Pemerlntah untuk menyempurnakan beberapa hal yang belum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1961 Jo Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964 dan Peraturan Pemerlntah Nomor 1 Tahun 1977;

b. bahwa peraturan pemerintah sebagamana dimaksud pada huruf a, pada Implementasinya harus dapat menjadi dasar untuk mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi seluluh rakyat rnCOf)cS:,1 sebagaimana dimaksud TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Keputusan MPR Nomor 5 Tahun 2003;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a dan huruf b, dipandang perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Tentang Reforma Agraria;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang pengahapusan tanah-tanah Partikelir (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 2, Tambahan lembaran negara Republlk Indonesia Nomor 1517);

2. Undang-undang Nomor 86 Tahun 1958 tentang Nasionalisasi Perusahaan-Perusahaan Milik Belanda (Lembaran Negara Rerublik Indonesia Tahun 1958 Nomor 162, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1690);

3. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1960 tentang Penguasaan Benda-benda Tetap Milik Perseorangan Warga Negara Belanda (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 19

4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang peraturan Dasar Pokok-Pokok Agrarla (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);

5. Undang-undang Nomor 51 Prp. Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaia Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak atau Kuasanya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2106);

6. Undang-undang Nomor 56 Prp. Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 174, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2117);

7. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah dan Benda-Benda Yang Ada Di Atasnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 288, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2324);

8. Peraturan Presidium Kabinet Dwikora Nomor 5 Tahun 1965 tentang Penegasan Status Rumah/Tanah Kepunyaan Badan-Badan Hukum Yang Ditinggalkan Direksi/Pengurusnya;

9. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok-Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);

10. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3656);

11. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1997 tentang ketransmigrasian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3682);

12. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3688); sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3988);

13. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3699);

14. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tengan Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);

15. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

16. Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);

17. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

18. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4411)

19. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725)

20. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4725)

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG REFORMA AGRARIA.

BABI

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalarn Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1. Reforma Agraria atau Pembaruan Agraria Nasional (PAN) adalah suatu proses yang berkesinambungan berkenaan dengan penataan penguasaan, pemilikan,penggunaan dan pemanfaatan tanah, dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia

2. Hak Atas Tanah ada!ah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai , sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

3. Penerima manfaat adalah orang yang memenuhi persyaratan sebagai penerima tanah obyek Reforma Agraria

BAB II

MAKSUD DAN TUJUAN

Pasal 2

(1) Maksud Reforma Agraria adalah :

1.. menciptakan sumber-sumber kesejahteraan masyarakat yang berbasis agraria;
2.. menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih berkeadilan
3.. menjamin keberlanjutan sistem kemasyarakatan dan Kebangsaan; dan
4.. menciptakan harmoni kemasyarakatan
(2) Tujuan Reforma Agraria adalah :

a. menata kemball ketimpangan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah;

b. mengurangl kemiskinan;

c. menciptakan lapangan kerja;

d. memperbaiki akses masyarakat kepada sumber-sumber ekonomi, terutama tanah;

e. mengurangi sengketa dan/atau konflik pertanahan dan keagrariaan

f. memperbaiki dan menjaga kualitas Iingkungan hidup; dan

g. meningkatkan ketahanan pangan masyarakat.

BAB III

PENERIMA MANFAAT

Pasal 3

(1) Setiap warga negara Indonesia yang sudah dewasa, baik laki-laki maupun wanita mempunyal kesempatan yang sarna sebagai penerima manfaat.

(2) Penerima manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. Persyaratan umum :

1. perorangan;

2. berusia paling kurang 18 (delapan belas) tahun; atau

3. Sudah kawin.

4. Lainnya yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan,

b. Persyaratan khusus :

1. Miskin;

2. tidak memiliki tanah;

3. memiliki tanah pertanian paling luas 0,5 hektar.

4. Lainnya yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

BAB IV

KETERSEDIAAN TANAH DAN PEROLEHAN TANAH

Bagian Pertama

Ketersediaan Tanah

Pasal 4

(1) Reforma Agraria memerlukan ketersediaan tanah yang ada di seluruh wilayah Indonesia.

(2) Ketersediaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari:

a. tanah bekas HGU, HGB atau HP;

b. tanah yang terkena ketentuan konversi;

c. tanah yang diserahkan secara sukarela oleh Pemiliknya;

d. tanah hak yang pemegangnya melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. tanah obyek landreform;

f. tanah bekas obyek landreform;

g. tanah timbul;

h. tanah bekas kawasan pertambangan;

i. tanah yang dihibahkan oleh pemerintah;

j. tanah tukar menukar dari dan oleh pemerintah;

k. tanah yang dibeli oleh pemerintah;

l. tanah pelepasan Kawasan Hutan Produksi Konversi; atau

m. tanah bekas kawasan hutan yang pernah dilepaskan.

Baglan Kedua

Perolehan Tanah yang Berasal dari

Tanah Bekas HGU, HGB atau HP

Pasal 5

Tanah bekas HGU, HGB atau HP adalah tanah negara dan yang berdasarkan penelitian Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria.

Baglan Ketiga

Perolehan Tanah yang Berasal dari

Tanah yang Terkena Ketentuan Konversi

Pasal 6

Tanah bekas hak barat yang terkena ketentuan konversi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria beserta peraturan pelaksanaannya, tidak didaftarkan oleh bekas pemegang haknya status tanahnya ditetapkan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan tanahnya dapat ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria.

Bagian Keempat

Perolehan Tanah yang Berasal dari

Penyerahan Hak Secara Sukarela oleh Pemiliknya

Pasal 7

(1) Tanah yang belum ada hak atas tanahnya maupun yang sudah ada hak atas tanahnya yang telah diserahkan haknya secara sukarela oleh pemiliknya dapat ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria.

(2) Penyerahan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kepada negara yang pelaksanaanya dilakukan dihadapan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat.

Bagian Kelima

Perolehan Tanah yang Berasal dari

Tanah Hak yang Pemegangnya Melanggar Ketentuan

Peraturan Perundang-undangan

Pasal 8

(1) Tanah yang sudah ada hak atas tanahnya yang diterlantarkan oleh pemegangnya, haknya menjadl hapus dan status tanahnya menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

(2) Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria.

Pasal9

(1) Tanah yang sudah ada hak atas tanahnya yang pemegang haknya melanggar kewajiban, maksud dan tujuan pemberian haknya sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Pemberlan Haknya, hak atas tanahnya dibatalkan dan status tanahnya dinyatakan menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

(2) Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria.

Pasal 10

(1) Tanah yang dikuasai dipergunakan dan dimanfaatkan oleh pemegang hak melebihi luas yang ditetapkan dalam sertipikat hak atas tanah tanpa alas hak yang sah dan bukan kepunyaan pihak lain berdasarkan penelitian Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia ditetapkan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

(2) Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria.

Bagian Keenam

Perolehan Tanah yang Berasal dari

Tanah Obyek Landreform

Pasal11

Tanah bekas partikelir, tanah kelebihan maksimum tanah absentee, tanah swapraja dan tanah bekas swapraja, tanah bekas hak erfacht dan tanah bekas gogolan sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1958 tentang Penghapusan Tanah-Tanah Partikelir Jis, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Undang-Undang Nomor 56 Prp. Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian/Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian, dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964 tentang Perubahan dan Tambahan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian tanahnya ditetapkan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan tanahnya dapat ditetapkan sebgai tanah obyek Reforma Agraria.

Bagian Ketujuh

Perolehan Tanah yang Berasal dari

Tanah Bekas Obyek Landreform

Pasal 12

Tanah yang pernah dikeluarkan dari tanah obyek landreform dan belum diterbitkan hak atas tanahnya yang berdasarkan penelitian Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia tanahnya di ditetapkan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan tanahnya dapat ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria.

Bagian Kedelapan

Perolehan Tanah yang Berasal dari

Tanah Timbul

Pasal 13

(1) Tanah yang berasal dari tanah timbul di wilayah perairan pantai, pasang surut, rawa, danau dan bekas sungai dikuasai langsung oleh negara.

(2) Tanah timbul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria.

Bagian Kesembilan

Perolehan Tanah yang Berasal dari

Tanah Bekas Kawasan Pertambangan

Pasal14

(1) Tanah bekas kawasan pertambangan yang tidak dipergunakan lagi ditetapkan sebagai tanah yang dikuasai langsung oleh negara dan tanahnya dapat ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria.

(2) Tanah bekas kawasan pertambangan yang dapat ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut :

a. masih layak dipergunakan;

b. belum ada hak atas tanahnya;

c. tidak dibebani hak tanggungan;

d. tidak dalam keadaan disita oleh lembaga yang berwenang.

Bagian Kesepuluh

Perolehan Tanah yang Berasal dari

Tanah yang Dihibahkan oleh Pemerintah

Pasal15

(1) Tanah yang terdaftar sebagai aset negara baik yang sudah maupun belum ada hak atas tanahnya, berdasarkan penelitian Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dapat ditetapkan sebagai tanah Obyek Reforma Agraria.

(2) Tanah aset negara yang dapat ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tanah yang:

a. diduduki masyarakat secara terus menerus dan turun temurun;

b. bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak; atau

c. tidak digunakan lagi secara aktif oleh pemerintah.

(3) Untuk kepentingan sosial, kemanusiaan, dan penyelenggaraan pemerintahan Negara/Daerah, tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia diusulkan kepada Menteri Keuangan untuk dihibahkan kepada rakyat penerima manfaat.

Bagian Kesebelas

Perolehan Tanah yang Berasal dari

Tukar Menukar dari dan oleh Pemerintah

Pasal 16

(1) Tanah yang berasal dari hasil tukar menukar antara pemerintah dengan pihak ketiga yang dilaksanakan dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, dapat ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria.

(2) Tanah hasil tukar menukar dari dan oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Bagian Keduabelas

Perolehan Tanah yang Berasal dari

Tanah yang Dibeli oleh Pemerintah

Pasal 17

(1) Tanah yang dibeli oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini dapat ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria.

(2) Penetapan tanah yang dibeli oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditelapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Bagian ketigabelas

Perolehan Tanah yang Berasal dari

Pelepasan Kawasan Hutan Produksi Konversi

Pasal18

(1) Tanah Kawasan Hutan Produksl Konversi seluas + 8,15 (delapan koma lima belas) jutar hektar sebagaimana dimaksud dalam Lamplran I dan Lampiran II Peraturan Pemerintah ini dilepaskan dari Kawasan Hutan Produksi KonversI menjadi tanah yang dikuasa langsung oleh negara.

(2) Tanah negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria.

Bagian Keempatbelas

Perolehan Tanah yang Berasal dari

Bekas Kawasan Hutan yang Pernah Dilepaskan

Pasal 19

(1) Tanah negara yang berasal dari pelepasan kawasan hutan, yang tidak dipergunakan atau dimanfaatkan sebagaimana dimaksud dalam Surat Keputusan Pelepasannya, status tanahnya dinyatakan tetap sebagai tanah negara.

(2) Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan penelitian Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dapat ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria.

Bagian Kelimabelas .

Pengamanan Tanah Obyek Reforma Agraria

Pasal20

(1) Pihak ketiga yang tidak memenuhl persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 3, dan yang tidak dltetapkan sebagai penerima manfaat oleh Kepala Badan Pertanahan Naslonal Republik Indonesia tidak boleh menguasai, memiliki, menggunakan dan memanfaatkan tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria.

(2) Kepala Desa/Lurah, Camat, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, Notaris dan PPAT dilarang melayanl urusan pertanahan atau yang berkaitan dengan urusan pertanahan yang diajukan pihak ketiga atas tanah yang telah ditetapkan sebagai tanah obyek Reforma Agraria.

BAB V

KELEMBAGAAN REFORMA AGRARIA

Bagian Pertanla

Umum

Pasal21

Untuk melaksanakan Reforma Agaria dibentuk kelembagaan yang terdiri dari :

1. Dewan Reforma Agraria;

2. Badan Pengelolaan dan Pembiayaan Reforma Agraria.

Pasal 22

Dewan Reforma Agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 angka 1 terdiri dari :

a. Dewan Reforma Agraria Nasional (DRAN) untuk tingkat nasionai;

b. Dewan Reforma Agraria Provinsi (DMP) untuk tingkat provinsi;

c. Dewan Reforma Agraria Kabupaten/Kota (DRAK) untuk tingkat kabupaten/kota.

Bagian Kedua

Kedudukan, Tugas dan Fungsi DRAN

Pasal 23

DRAN diketuai oleh Presiden Republik Indonesia yang pelaksanaannya dijalankan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia,

Pasal 24

DRAN mempunyai tugas merumuskan, menetapkan, mengevaluasi, dan memonitor kebijakan Reforma Agraria.

Pasal 25

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasai 24, DRAN menyelenggarakan fungsi :

a. perumusan kebijakan Reformasi Agraria yang berkaitan dengan keuangan, perpajakan, perbankan, dan sektor lainnya;

b. koordinasi dan sinkronisasi Reforma Agraria dengan program-program pemerintah lainnya;

c. fasilitasi penyelesaian masalah, sengketa dan konflik yang tidak dapat diselesaikan oleh DRAP; dan

d. pembinaan, pengendalian, dan pengawasan pelaksanaan Reforma Agraria

Bagian Ketiga

Kedudukan, Tugas dan Fungsi DRAP

Pasal 26

(1) DRAP diketuai oleh Gubernur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada DRAN.

(2) Gubernur selaku ketua DRAN dalam pelaksanaannya dijalankan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsl.

Pasal 27

DRAP mempunyai tugas merumuskan dan menetapkan kebijakan Reforma Agraria di provinsi berdasarkan kebijakan Reforma Agraria yang ditetapkan oleh DRAN.

Pasal28

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, DRAP menyelenggarakan fungsi :

a. koordinasi dan sinkronisasi Reforma Agraria dengan prorogram-program pemerintah dan pemerintah daerah di tingikat provinsi;

b. fasilitasi penyelesaian masalah, sengketa dan konflik yang bersifat lintas Sektor dalam pelaksanaan Reforma Agraria yang tidak dapat dlselesaikan oleh DRAK;

c. pembinaan, pengendalian dan pengawasan pelaksanaan Reforma Agraria di tingkat provinsi: dan

d. pembuatan laporan hasil pelaksanaan tugas kepada DRAN.

Bagian Keempat

Kedudukan, Tugas dan Fungsi DRAK

Pasal 29

(1) DRAK diketuai oleh Bupati/Walikota yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada DRAP.

(2) Bupati/Walikota selaku ketua DRAK, dalam pelaksanannya dijalankan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.

Pasal 30

DRAK mempunyal tugas merumuskan dan menetapkan kebijakan teknis dan operasional Reforma Agraria di kabupaten/kota berdasarkan kebijakan Reforma Agraria di provinsi yang ditetapkan oleh DRAN dan DRAP.

Pasal 31

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, DRAK menyelenggarakan fungsi :

a. koordinasi dan sinkronisasi Reforma Agraria dengan program-program pemerintah dan pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota;

b. fasilitasi penyelesaian masalah, sengketa dan konflik yang bersifat lintas sektor dalam pelaksanaan Reforma Agrarla;

c. pengendalian pelaksanaan Reforma Agraria di tingkat Kabupaten/Kota; dan

d. pembuatan laporan hasil pelaksanaan tugas kepada DRAN melalui DRAP.

Baglan Kelima

Kedudukan, Tugas dan Fungsi

Badan Pengelolaan dan Pembiayaan Reforma Agraria

Paragraf 1

Badan Pengelolaan dan Pembiayaan Reforma Agraria

Pasal 32

(1) Badan Pengelolaan dan Pembiayaan Reforma Agraria sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 angka 2 terdirl darl :

a. Badan Pengelolaan dan Pembiayaan Reforma Agraria Nasiona! (BPP RAN) untuk tingkat naslonal;

b. Badan Pengelolaan dan Pembiayaan Reforma Agraria Regional (BPP RAR) untuk tingkat provinsi atau beberapa provinsi;

c. Badan Pengelolaan dan Pembiayaan Reforma Agraria Cabang (BPP RAC) untuk tingkat kabupaten/kota atau beberapa kabupaten/kota;

d. Badan Pengelolaan dan Pembiayaan Reforma Agraria Ranting (BPP RARan) untuk tingkat kecamatan atau beberapa kecamatan.

(2) Pemerintah memberikan modal Badan Pengelolaan dan Pembiayaan Refora Agraria dalam pelakanaan pengelolaan Reforma Agrarla.

(3) Bentuk dan besarnya modal Badan Pengelolaan dan Pembiayaan Reforma Agraria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan usulan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Paragraf 2

Kedudukan, Tugas dan Fungsl BPP RAN

Pasal 33

(1) BPP, RAN berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan Pertanahan Naslonal Republlk Indonesia.

(2) BPP RAN dipimpin oleh seorang Direktur Utama

Pasal 34

(1) BPP RAN mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan, pemberdayaan, dan pembiayaan aset berupa tanah secara optimal dan memberikan fasilitas Serta akses bagi kepentingan penerima manfaat untuk mewujudkan maksud dan tujuan Reforma Agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2.

(2) Pengelolaan, pemberdayaan, dan pembiayaan sebagaimana. dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan oleh DRAN.

Pasal 35

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34, BPP RAN menyelenggarakan fungsl :

a. penyusunan perencanaan keuangan Reforma Agraria;

b. penyusunan perencanaan operasional Reforma Agraria;

c. pengawasan terhadap pelaksanaan operasional Reforma Agraria;

d. pengelolaan resiko kegiatan Reforma Agraria;

e. pengelolaan dan pengendalian subyek Reforma Agraria sebagai penerima manfaat;

f. pemberian fasilitas dalam pembangunan Infrastruktur sebagai bagian dari pemberian akses Reforma Agraria;

g. fasilitator pengurusan dan penguatan hak atas tanah;

h. pemberdayaan subyek dan obyek Reforma Agraria melalui kemandirian dan kemitraan;

i. pelaksanaan kerja sama dengan pihak ketiga dalam rangka pemberdayaan subyek dan obyek Reforma Agraria;

j. pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan usaha Reforma Agraria;

k. pelaksanaan kegiatan usaha lain termasuk pengadaan sumber daya manusia dan perlengkapan guna menunjang tercapainya maksud dan tujuan Reforma Agraria; dan

l. pengelolaan dan pelaksanaan pembiayaan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Paragraf 3

Kedudukan, Tugas dan Fungsi BPP RAR

Pasal 36

(1) BPP RAR berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Utama BPP RAN,

(2) BPP RAR dipimpin oleh seorang Direktur Regional.

Pasal 37

(1) BPP RAR mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan dan pemberdayaan aset berupa tanah secara optimal dan memberikan fasilitas serta akses bagi kepentingan penerima manfaat di provinsi atau beberapa provinsi.

(2) Pengelolaan dan pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kebljakan yang telah ditetapkan oleh BPP RAN.

Pasal 38

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, BPP RAR menyelenggarakan fungsl :

a. penyusunan perencanaan pembiayaan Reforma Agraria di tingkat regionaI;

b. penyusunan perencanaan teknis-operasional Reforma Agraria di tingkat regional;

c. pengelolaan resiko kegiatan Reforma Agraria di tingkat regional;

d. pengelolaan dan pengendallan pemilihan orang sebagai Penerima manfaat di tingkat regional;

e. pemberian akses Reforma Agraria di tingkat regional;

f. fasilitator pengurusan dan penguatan hak atas tanah;

g. pemberdayaan subyek dan obyek Reforma Agraria melalui kemandirian dan kemitraan;

h. pelaksanaan kerja sama dengan pihak ketiga dalam rangka pemberdayaan subyek dan obyek Reforma Agraria;

i. pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan usaha Reforma Agraria; dan

j. pelaksanaan kegiatan usaha lain termasuk pengadaan sumber daya manusia dan perlengkapan yang telah ditetapkan BPP RAN.

Paragraf 4

Kedudukan, Tugas dan Fungsl BPP RAC

Pasal 39

(1) BPP RAC berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Regional BPP RAR

(2) BPP RAC dipimpin oleh seorang Kepala Cabang.

Pasal 40

(1) BPP RAC mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan dan pemberdayaan aset berupa tanah secara optimal dan memberikan fasilitas serta akses bagi kepentingan penerima manfaat di tingkat kabupaten/kota atau beberapa kabupaten/kota.

(2) Pengelolaan dan pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan oleh BPP RAR.

Pasal 41

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, BPP RAC menyelenggarakan fungsl :

a. penyusunan perencanaan pembiayaan Reforma Agraria di tingkat cabang;

b. penyusunan perencanaan teknis-operasional Reforma Agraria di tingkat cabang;

c. pengelolaan resiko kegiatan Reforma Agraria di tingkat cabang;

d. pengelolaan dan pengendalian pemilihan orang sebagal penerima manfaat di tingkat cabang;

e. pemberian akses Reforma Agraria di tingkat cabang;

f. fasilitator pengurusan dan penguatan hak atas tanar;

g. pemberdayaan obyek Reforma Agraria melalui kemandirian dan kemitraan;

h. pelaksanaan kerja sama dengan pihak ketiga dalam rangka pemberdayaan tanah obyek Reforma Agraria;

i. pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan usaha Reforma Agraria; dan

j. pelaksanaan kegiatan usaha lain termasuk pengadaan Sumber daya manusia dan perlengkapan yang telah dltetapkan BPP RAR.

Paragraf 5 .

Kedudukan, Tugas dan Fungsl BPP RARan

Pasal42

(1) BPP RARan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Cabang BPP RAC

(2) BPP RARan dipimpin oleh seorang Kepala Ranting.

Pasal43

(1) BPP RARan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan dan pemberdayaan aset berupa tanah secara optimal dan memberikan fasilitas serta akses bagi kepentingan penerima manfaat di tingkat kecamatan atau beberapa kecamatan

(2) Pengelolaan dan pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kebijakan yang telah ditetapkan oleh BPP RAC.

Pasal44

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, BPP RARan menyelenggarakan fungsi:

a. penyusunan perencanaan pembiayaan Reforma Agraria di tingkat ranting;

b. penyusunan perencanaan teknis-operasional Reforma Agraria di tingkat ranting;

c. pengelolaan resiko kegiatan Reforma Agraria di tingkat ranting;

d. pengelolaan dan pengendalian pemilihan orang sebagai penerima manfaat di tingkat ranting;

e. pemberian akses Reforma Agraria di tlngkat ranting;

f. fasilitator pengurusan dan penguatan hak atas tanah;

g. pemberdayaan subyek dan obyek Reforma Agraria melalui kemandirian dan kemitraan;

h. pelaksanaan kerja sama dengan pihak ketiga dalam rangka pemberdayaan subyek dan obyek Reforma Agraria;

i. pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat dan pengembangan usaha Reforma Agraria; dan

j. pelaksanaan kegiatan usaha lain termasuk pengadaan sumber daya manusia dan perlengkapan yang telah ditetapkan BPP RAC.

BAB VI

TATA CARA PELAKSANAAN

Bagian Pertama

Identlflkasl Obyek

Paragraf 1

Identifikasl

Pasal 45

(1) Identifikasi tanah obyek Reforma Agraria yang berasal dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf g, huruf i, huruf k dan huruf m, diusulkan oleh Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia untuK, menjadi tanah obyek Reforma Agraria.

(2) Identifikasi tanah obyek Reforma Agrarla yang berasal dari Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h, huruf j dan huruf I dltetapkan berdasarkan hasil penelitian ketersediaan tanah oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

(3) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan data teknis mengenai :

a. kemampuan tanah;

b. penggunaan tanah; dan

c. ketersediaan tanah,

Pasal 46

Hasil Identifikasi tanah obyek Reforma Agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dituangkan dalam peta yang dilengkapi dengan tabulasl luas dan koordinat lokasi atau bidang tanah dan keterangan lain yang diperlukan.

Paragraf 2

Validasi

Pasal 47

(1) Hasil identifikasi tanah obyek Reforma Agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 perlu divalidasi untuk memastikan secara teknis mengenai luas, letak koordinat, aksesibilitas dan kondisi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah obyek Reforma Agraria dan kelayakannya untuk penerima manfaat;

(2) Validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Pasal 48

Apabila hasil validasi tanah obyek Reforma Agraria yang berasal dari Kawasan Hutan Produksi Konversl terdapat :

a. areal yang tidak layak secara fisik sebagai obyek Reforma Agraria dan tidak layak untuk penerima manfaat, maka areal tersebut dipergunakan untuk penggunaan lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia;

b. Ijin lokasi, maka areal ijin lokasinya di relokasi;

c. hak atas tanah, maka arealnya dikeluarkan (enclave) atau dapat disertakan sebagai obyek Reforma Agraria dan pemegang haknya ditetapkan sebagai penerima manfaat;

d. garapan masyarakat, maka diupayakan masyarakatnya ditetapkan seragai penerima manfaat.

Paragraf 3

Data Obyek

Pasal 49

(1) Data dan/atau Peta hasil Identifikasl dan validasi dituangkan dalam peta tematik dengan skala tertentu sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan Reforma Agraria.

(2) Data dan/atau Peta disimpan dan dipelihara sebagai dokumen negara oleh Badan Pertanahan Nasional Republlk Indonesia.

(3) Data dan/atau Peta sebagamana dimaksud pada ayat (2) dapat berbentuk manual atau sistem Informasi geografis.

Pasal 50

Hasil Identifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 ayat (1) tanahnya dapat ditetapkan sebagal obyek Reforma Agraria oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia

Bagian Kedua

Pengumpulan Data Penerima Manfaat

Paragraf 1

Inventarisasi Penerima Manfaat

Pasal 51

Pendataan penerima manfaat diusahakan dari berbagai sumber yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang dalam penyediaan data yang berasngkutan, atau melalui inventarisasi yang dilaksanakan langsung oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia atau dengan Badan Pengelolaan dan Pembiayaan Reforma Agraria.

Pasal 52

(1) Dalam hal inventarisasi dilaksanakan langsung oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia atau dengan Badan Pengelolaan dan Pembiayaan Reforma Agraria maka pelaksanaannya dimulai dari wilayah administrasi pemerintahan maupun non pemerintahan yang terendah seperti Desa/Kelurahan atau yang setingkat dengan itu, RT/RW/Dusun/Lingkungan atau yang setingkat dengan itu.

(2) Pemutakhiran data hasil Inventarisasi penerima manfaat yang diperoleh dari sumber lain dilaksanakan verifikasl dengan data yang diperoleh dari hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Paragraf 2

Pemilihan Penerima Manfaat

Pasal 53

(1) Untuk menetapkan penerima manfaat dilakukan pemilihan atau seleksi dari hasil Inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, berdasarkan persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 3.

(2) Pemilihan dan penetapan penerima manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Badan Pengelolaan dan Pembiayaan Reforma Agraria dan/atau bersama-sama dengan Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Paragraf 3

Data Penerima Manfaat

Pasal 54

(1) Hasil pemllihan dan penetapan penerima manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 disimpan dalam bentuk data base yang menjadi basis data untuk pelaksanaan penyerahan obyek Reforma Agraria kepada penerima manfaat.

(2) Data base penerima manfaat adalah dokumen negara yang disimpan dan dipelihara oleh Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Bagian Ketiga

Penyerahan Obyek Reforma Agraria

kepada Penerima Manfaat

Pasal 55

(1) Penyerahan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah obyek Reforma Agraria kepada penerima manfaat dilaksanakan sesuai dengan model dan mekanisme yang akan diatur leblh lanjut dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

(2) Model dan mekanisme penyerahan tanah obyek Reforma Agraria kepada penerima manfaat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan :

a. potensl pengembangan kegiatan usaha masyarakat;

b. letak dan lokasl subyek dan obyek; atau

c. model-model penguasaan dan pengusahaan tanah obyek Reforma Agraria.

Pasal 56

Pengusahaan tanah oleh penerima manfaat atas tanah obyek Reforma Agraria dapat dilakukan secara perorangan baik secara sendiri-sendiri atau bersama-sama atau dengan badan usaha yang berslfat kolekt!f.

BAB VII

PEMBIAYAAN

Pasal 57

Semua biaya yang diperlukan sebagal akibat pelaksanaan ketentuan dalam Peraturan Pemerlntah ini dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), dan sumber-sumber lain yang sah.

BAB VIII

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 58

Penerima manfaat dan/atau masyarakat berhak menikmati kualitas hidup dan/atau lingkungan hidup yang lebih baik yang dihasilkan dari pelaksanaan Reforma Agraria.

Pasal 59

(1) Masyarakat berhak ikut serta memelihara dan menjaga tanah obyek Reforma Agraria yang dikembangkan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

(2) Masyarakat berhak berperan serta dalam Reforma Agraria.

(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah mendorong peran sertaa masyarakat melalui berbagai kegiatan Reforma Agraria yang berdaya guna dan berhasil guna

(4) Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat dibantu oleh forum/lembaga/pusat kajian/pemerhati/pegiat Reforma Agraria.

BAB IX

PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 60

(1) Penyelesalan sengketa sebagal akibat dari pelaksanaan Reforma Agraria dapat ditempuh melalui pengadilan atau di luar pengadilan berdasarkan pilihan secara sukarela para pihak yang bersengketa

(2) Apabila telah dipilih upaya penyelesalan sengketa pelaksanaan Reforma Agraria di luar pengadilan, maka gugatan melalui pengadilan dapat dilakukan setelah tidak tercapai kesepakatan antara pihak yang bersengketa,

Pasal 61

Penyelesaian sengketa pelaksanaan Reforma Agraria di luar pengadilan tidak berlaku terhadap perbuatan yang masuk dalam tindak pidana.

BAB X

SANKSI

Pasal 62

Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 51 Prp, 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya dan/atau sanksi yang diatur dalam KUHP.

BAB XI

KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 63

Menteri Keuangan, Menteri Kehutanan, Menteri Pertanian, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara, Menteri Negara Perumahan Rakyat, Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, Gubernur, Bupati/Walikota serta semua pejabat pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah wajib memprioritaskan kebijakan dan menyelaraskan penganggarannya pada pelaksanaan Reforma Agraria sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

Pasal64

Susunan keanggotaan dan tata cara kerja Dewan Reforma Agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 angka 1 ditetapkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia.

PasaJ 65

Susunan keanggotaan dan tata cara kerja Badan Pengelolaan dan Pembiayaan Reforma Agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasai 21 angka 2 ditetapkan dengan Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

Pasal 66

Ketentuan teknis tentang pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.

BABXII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 67

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Ini semua peraturan pertanahan dan/atau yang berkaitan dengan agraria dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerlntah ini.

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 68

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diudangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pcngundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di : Jakarta

Pada tanggal : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di : Jakarta

Pada tanggal :

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

(ANDl MATALATA)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2007 NOMOR.....