Sunday, January 27, 2008

Liputan Media Dalam Perayaan Satu Tahun SEGERA

Berikut ini adalah liputan beberapa media pada saat ribuan petani anggota Serikat Tani Riau, jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat tani Nasional di Riau, mengadakan perayaan 1 [satu] tahun berdirinya Sentral Gerakan Rakyat Riau [SEGERA] pada Rabu [16/01/08] sampai Kamis [17/01/08] sebagai wadah aliansi perjuangan rakyat.

-------

http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=17321

Jum’at, 18 Januari 2008 15:37
AJAR Ingatkan STR tak Paksakan Kehendak Soal Sengketa Lahan

Tindakan STR membabat pohon Akasia dan menduduki sejumlah lahan HTI PT. Arara Abadi merupakan tindakan memaksakan kehendak. AJAR mengingatkan agar STR ikuti ketentuan hukum soal sengketa lahan.

Riauterkini-PEKANBARU- Sebuah LSM bernama Anak Jati Riau atau AJAR merisaukan sepak terjang Serikat Tani Riau (STR) dalam mengadvokasi masyarakat dalam kasus sengketa lahan dengan PT. Arara Abadi (AA). Tindakan massa STR membabat pohon Akasia lantas menduduki sejumlah lahan PT.AA dinilai sebagai upaya memaksakan kehendak dan melanggar hukum yang berlaku.

"Kita bersimpati kepada masyarakat yang memang lahannya diserobot perusahaan, itupun jika memang masyarakat memiliki bukti kepemilikan ahan yang sah atau ada tanda-tanda pernah mendiami kawasan yang disengketakan, tetapi melakukan cara-cara menebang pohon kemudian menduduki lahan, itu tidak lagi bisa dibenarkan," ujar Ketua AJAR Mahdor Bakri kepada wartawan dalam jumpa pers di Pekanbaru, Jumat (18/1).

Dikatakan Mahdor, Indonesia merupakan negara hukum, setiap rakyat harus tunduk dan patuh pada ketentuan hukum. Tidak boleh memaksakan kehendak dalam mencapai keinginan. "Kalau langkah seperti STR dibiarkan, kami pun bisa melakukan, mengerahkan massa untuk mengklaim kawasan tertentu dan langsung menduduki, tetapi itu kan melanggar hukum dan berbahaya," tukasnya.

Selain itu, AJAR menilai perjuangan STR mulai tidak murni membela masyarakat, namun bernuansa politik. Hal itu terlihat saat kegiatan Sentral Gerakan Rakyat (SEGERA) di mana STR ada di dalamnya, muncul seruan agar jangan memilih salah satu kandidat yang berkemungkinan akan maju.

"Ini salah satu bukti bahwa apa yang diperjuangkan tidak lagi murni untuk rakyat kecil akan tetapi sangat kental dengan muatan politik praktis untuk mendukung salah satu kandidat calon Gubernur dan Wakil Gubernur pada Pilkada yang akan datang. Jangan memanfaatkan kesengsaraan masyarakat untuk kepentingan pribadi, ini sangat kotor dan tidak adil," kritik Mahdor.

Menyikapi masalah kasus sengeketa lahan yang diusung STR, Mahdor menyarankan sejumlah langkah, antara lain agar Pemda Bengkalis/Pemprov Riau agar mendata ulang siapa saja yang tidak mempunyai kampong tersebut, karena kita serbagai anak Watan Melayu Riau merasa gelisah, ternyata masih ada masyarakat Riau yang tidak mempunyai perkampungan, kedyua kepada Kepolisian agar benar-benar adil dalam menyikapi masalah ini. Apa bila masalah ini tidak dapat diselesaikan dengan adil dan bijaksana, maka dalam waktu yang tidak lama pula anak Watan Riau yang lain akan menebang atau membuat perkampungan pula, entah perusahaan manapula yang akan dijadikan perkampungan. Jika bicara hak, sudah barang tentu semua anak Watan Riau ini berhak pula, bukan cuma sebahagian masyarakat yang bergabung di Serikat Tani Riau (STR) saja.

Sebagai penutup keterangannya, Mahdor yang ketika itu didampingi sejumah pengurus AJAR seperti Risnaldi dan Syafri mengingatkan STR agar dalam menuntut keadilan tidak berbuat dholim kepada pihak lain.***(mad)

-------

http://www.riauterkini.com/politik.php?arr=16976

Sabtu, 15 Desember 2007 19:07

Konflik Warga-PT AA, DPD Siap Fasilitasi Rekomendasi Pelepasan Kawasan Konflik

Untuk menghentikan konflik solusinya adalah pihak pemerintah dan perusahaan memberikan rekomendasi pelepasan kawasan untuk dialihfungsikan ke kebun sawit untuk warga. Anggota DPD-RI dapi Riau, Intsiawati Ayus siap memfasilitasinya ke pusat.

Riauterkini-PEKANBARU-Terkait dengan penyelesaian konflik antara warga dengan PT Arara Abadi, Anggota DPD-RI dapil Riau, Intsiawati Ayus kepada Riauterkini sabtu (15/12) menyatakan bahwa penyelesaian konflik adalah dengan memberikan rekomendasi pelepasan kawasan dari perijinan HTI PT AA untuk dialihfungsikan ke kebun sawit rakyat.

"Jika pihak pemerintah daerah dan perusahaan mau dan memiliki niat, tentu tidak ada salahnya melepaskan kawasan yang memang tanah ulayat itu kepada warga. Tentu dengan memberikan rekomendasi secara berjenjang untuk mengembalikan lahan yang diklaim warga sebagai tanah ulayat kepada negara dan dialihfungsikan untuk kebun rakyat. Karena hal itu akan dapat mensejahterakan perekonomian rakyat di kawasan tersebut," ungkapnya.

Menurutnya, jika memang pemerintah atau perusahaan mau merekomendasikan kawasan yang diklaim warga untuk dikembalikan kepada negara selanjutnya dialihfungsikan menjadi kebun sawit rakyat, maka ia bersedia memfasilitasi rekomendasi itu ke Menhut RI.

Karena bagaimanapun juga, klaim warga atas tanah itu semata-mata adalah untuk kesejahteraan warga juga. Katanya, pengelolaan lahan ulayat oleh warga selain dapat mensejahterakan warga juga pengelolaannya sangat bijaksana dan ramah lingkungan.

Riau Tak Concern Pemetaan Tanah

Terkait dengan hal itu, salah satu solusi yang bisa diambil pemerintah provinsi Riau menurut Intsiawati Ayus adalah melakukan road maping (pemataan lahan). Karena isu itu sudah menjadi isu global pada skala internasional.

"Dalam Un Climate Change Conference di Bali, isu road maping sudah mejadi isu internasional. Kemudian isu itu juga ditangkap oleh pemerintah Indonesia untuk dilaksanakan di daerah-daerah Indonesia. Namun sayangnya Riau tidak menampakkan minat untuk melaksanakannya," tambahnya.

Untuk itu ia mendesak pemerintah provinsi Riau untuk segera melaksanakan isu road maping di kawasan Riau. Tentunya agar ada kejelasan status kawasan. Terutama kejelasan bagi warga. ***(H-we)

-------

http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=17303

Kamis, 17 Januari 2008 15:05
Pemprov Riau-SEGERA Sepakat Ikuti Saran Menhut

Aksi demo lebih 1.000 massa SEGERA berakhir. Menyusul kesepakatan hasil pertemuan perwakilan SEGERA dengan perwakilan Pemprov Riau. Keduanya sepakat mengikuti saran Menhut menuntaskan persoalan lahan.

Riauterkini-PEKANBARU- Pemprov Riau merespon aksi unjuk rasa sekitar 1.500 massa Sentral Gerakan Rakyat (SEGERA) dengan mengundang 13 perwakila pengunjuk rasa untuk berunding dan berdialog. Dari Pemprov Riau diwakili Kepala Badan Informasi Komunikasi dan Kesatuan Bangsa (BIKKB) Riau Siad Amir Hamzah, Wakil Kadis Kehutanan Riau, dan Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional (BPN) Riau Andreas Ginting. Pertemuan dilangsungkan di Ruang Kemuning Kantor Guberur Riau, Kamis (17/1).

Dalam pertemuan tersebut, Said Amir Hamzah selaku pimpinan rapat memberi kesempatan kepada perwakilan SEGERA untuk memaparkan masalah yang menjadi pokok tuntutan. Ketua DPP Serikat Tani Riau (STR) yang merupakan komponen SEGERA Riza Zulhelmi menjad pembicara pertama SEGERA. Kemudian disusul Ketua Umum SEGERA Dendy Aryadi. Setelah itu berturut-turut perwakilan massa dari Desa Mandiangin, Kabupaten Siak bernama Gendon. Kemudian perwakilan dari Desa Tasik Serai, Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis bernama Hamsyuri.

Selanjutnya perwakilan massa dari Desa Pantai Cermin, Kecamatan Tapung Kabupaten Kampar bernama Erikson Ritonga. Tiga pembicara terakhir adalah masyarakat asli Sakai dari Desa Suluk Bongkal bernama Rasyidin, dari Desa Belutu bernama Bachtiar dan dari Desa Minas Barat bernama Eli Rosmi.

Dari pemaparan para perwakilan SEGERA tersebut, terungkap bahwa mereka menanyakan hasil pemetaan lahan PT. Arara Abadi yang telah dianggarkan dalam APBD Riau 2007 sebesar Rp 9 miliar. Selain itu juga terungkap bahwa seluruh lahan yang dituntut massa SEGERA di tiga kabupaten, yakni Kampar, Siak dan Bengkalis adalah 67.800 hektar dan seluruh merupakan konsesi lahan HTI PT. Arara Abadi.

Menjawab masalah pemetaan lahan yang dianggarkan Rp 9 miliar, Said mengatakan, bahwa yang dimaksud pemetaan lahan, tidak hanya untuk PT. Arara Abadi yang bersengketa dengan SEGERA, namun juga seluruh lahan yang telah dikonsesikan kepada perusahaan di Riau. "Jadi tidak hanya lahan PT. Arara Abadi, melainkan seluruh lahan yang bermasalah antara masyarakat dan perusahaan. Artinya pemetaan tersebut sudah dilakukan, namun belum selesai," paparnya.

Jawaba Said tersebut sempat membuat perwakilan SEGERA protes, karena menurut mereka pemetaan tersebut dilakukan sebagai respon tuntutan SEGERA. Namun kemudian setelah Kepala Kanwil BPN Riau Andreas Ginting menjelaskan masalah adanya petunjuk dari Menteri Kehutanan MS Kaban melalui SK No.S.319/Menhut-VI/2007 tertanggal 15 Mei 2007, mengenai persetujuan pemetaan lahan dilakukan Pemprov Riau yang kemudian untuk menentukan mana saja lahan yang perlu diinklav diserahkan kepada bagian planologi Departemen Kehutanan, massa kemudian merasa puas.

"Selama 27 tahun saya bekerja di Riau ini baru kali ini ada surat dari Menhut yang memberikan kewenangan kepada gubernur untuk melakukan pemataan lahan yang bermasalah, meskipun kemudian hasil pemetaan harus diserahkan kepada bagian Platologi Departemen Kehutanan," ujar Andreas.

Selain itu, Adreas juga menegaskan, bahwa bukti kepemilikan lahan warga tak harus berupa surat, namun juga berupa bukti fisik, seperti adanya makam leluhur, tanaman dan bukti kesaksian. Dalam SK Menhut tersebut juga ditegaskan, bahwa kepemilikan lahan dibawah tahun 1996 harus dikeluarkan dari kawasan konsesi perusahaan.

Atas penjelasan tersebut perwakilan massa SEGERA bisa menerima dan sepakat menyerahkan hasil pemetaan kepada Menhut. "Kita menilai hasil pertemuan tersebut juga memuaskan. Kita tinggal menunggu tindak lanjutnya," ujar Riza Zulhelmi kepada riatuerkini usai pertemuan.

Setelah merasa puas dengan hasil pertemua, massa SEGERA akan membubarkan aksi untuk selanjutnya kembali ke daerah masing-masing dengan tertib.***(mad)

-------

http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2008/01/17/brk,20080117-115666,id.html

Ribuan Warga Tuntut Sinar Mas Group Kembalikan Lahan
Kamis, 17 Januari 2008 | 16:29 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Sedikitnya seribu massa yang tergabung dalam Sentral Gerakan Rakyat Riau (Segera) melakukan unjuk rasa di Pekanbaru, Kamis (17/1). Massa memblokir pintu gerbang kantor Gubernur Riau di Jalan Sudirman, Pekanbaru, untuk menuntut pengembalian lahan masyarakat seluas 60 ribu hektar yang diserobot PT Arara Abadi, anak perusahaan Sinar Mas Group.

Sejak pukul 10.30 WIB, massa yang berasal dari Kabupaten Bengkalis, Siak dan Kabupaten Kampar itu langsung menuju pintu gerbang utama Kantor Gubernur Riau. Mereka menenteng berbagai spanduk diantaranya bertuliskan "Kembalikan lahan rakyat", "Gubernur Riau Rusli Zainal Agen Lahan", "Pemerintah Jadi Calo Lahan Untuk Kongklomerat.

Setelah sempat saling dorong dengan polisi dan pamong Praja karena massa ingin memasuki kantor gubernur, akhirnya massa hanya berdemo didepan pintu gerbang Utama. "Kami sudah muak dengan janji janji Pemerintah yang akan melakukan pengukuran ulang dan mengembalikan lahan yang diserobot. Kami minta agar Sinar Mas Group mengembalikan lahan warga, "ujar Koordinator Lapangan Aksi, Riza Zulhelmi, Kamis (17/1)

Menurut Riza, yang juga Sekretaris Umum Segera ini, tuntutan masyarakat sudah berlangsung sejak lima tahun lalu. Waktu itu PT Arara Abadi, dengan dalih izin yang dimilikinya menyerobot lahan warga. Lahan itu, masing masing 22.000 hektar di Kabupaten Siak, 20.200 hektar di Kabupaten Bengkalis dan 12.500 hektar di Kabupaten Kampar. Lahan yang sudah ditanami sawit oleh penduduk, kata Riza, diambil paksa dan diganti dengan akasia untuk HTI. "Dulu semua takut, tapi sekarang sudah habis kesabaran kami, "kata Riza Zulhelmy.

Menanggapi aksi demo itu, Humas PT Indah Kiat Pulp Paper, Nazaruddin tidak bersedia berkomentar banyak. Menurutnya, perusahaannya legal, memiliki perizinan sesuai ketentuan perundangan. " Mana mungkin perusahaan mendirikan usahanya di atas lahan orang lain. Kami memiliki izin sebagaimana yang diatur undang undang, "ujar Nazaruddin.

Jupernalis Samosir

-------

http://www.riauterkini.com/sosial.php?arr=17281

Rabu, 16 Januari 2008 14:51
Seribuan Massa Hadiri HUT Perdana SEGERA

Peringatan HUT perdana SEGERA akhirnya sukses digelar. Namun dari 3.000 target massa, hanya sekitar 1.500 yang datang. Hadir juga seorang anggota DPD RI dan DPRD Riau.

Riauterkini-PEKANBARU- Setelah sempat tak diberikan izin oleh kepolisian, akhirnya Sentral Gerakan Rakyat (SEGERA) berhasil juga menggelar peringatan hari ulang tahun (HUT) perdana di GOR Senapelan di Jalan Ahmad Yani Pekanbaru, depan kantor Poltabes Pekanbaru, Rabu (16/1).

Peringatan HUT diawali sekitar pukul 14.30 WIB ditandai dengan kehadiran anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Istiawati Ayus, anggota DPRD Riau Edy Ahmad RM, Ketua DPP Partai Persatuan Pembebasan Nasional (Papernas) Dita Indah Sari, dan ketua SEGERA Rinaldi. Sementara massa yang hadir diperkirkaan 1.500 orang.

Dari pantuan riauterkini di lapangan, tidak terlihat adanya penjagaan ketat dari polisi pada acara tersebut, bahkan nyaris tak terlihat polisi berpakaian seragam ditugaskan melakukan penjagaan. Meskipun demikian, situasi nampak tertib dan terkendali. Seluruh massa sudah berada dalam GOR Senapelan mendengarkan pengarahan dari sejumlah simpul lapangan. Kekawatiran akan terjadi kemacetan di Jalan Ahmad Yani sejauh ini tidak terbukti. Arus lalu-lintas terlihat lancar.

Sekitar 1.500 massa terdiri dari wanita dan pria berbagai umur tersebut berasal dari sejumlah daerah, seperti Mandau di Kabupaten Bengkalis dan Pantai Cermin di Kabupaten Kampar. Massa SEGERA merupakan masyarakat yang mengaku menjadi korban penyerobotan lahan oleh sejumlah perusahaan besar. Sampai saat ini kegiatan masih berlangsung.***(mad)

Friday, January 25, 2008

Petani Torgamba Demo Ke Kantor Bupati L. Batu

http://www.waspada.co.id/Berita/Sumut/Petani-Torgamba-Demo-Ke-Kantor-Bupati-L.-Batu.html

Jumat, 25 Januari 2008 03:00 WIB

Petani Torgamba Demo Ke Kantor Bupati L. Batu
Rantauprapat, WASPADA Online

Sekira 200-an petani kelapa sawit yang tergabung dalam Kelompok Tani Mentari, Desa Asam Jawa, Kec. Torgamba, Kab. Labuhan Batu berunjuk rasa ke Kantor Bupati Labuhan Batu, Kamis (24/1).

Mereka meminta Pemkab turut campur dalam pengukuran ulang lahan yang disengketakan antara PT Milano dengan petani. Aksi unjukrasa para petani berbuntut dari keputusan Pengadilan Negeri Rantauprapat yang disinyalir sengaja berpihak kepada perusahaan untuk memenangkan lahan sengketa seluas sekira 259, 65 Ha hamparan lahan satu dan 237,94 Ha lahan hamparan dua.

Aksi dipimpin Suwardi sebagai Ketua Kelompok Tani Mentari dimana sebagian besar anggotanya adalah eks pengungsi konflik Aceh berharap Pemkab mau memikirkan sejenak rakyatnya yang bakal terlunta-lunta akibat penggusuran lahan yang selama ini merupakan ladang kehidupan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Para pengunjuk rasa usai melakukan orasi di halaman Kantor Bupati yang dijaga ketat Satpol PP dan anggota Polres Labuhan Batu setelah dilakukan negoisasi ditetapkan 10 perserta petani yang diperkenankan masuk dalam rapat terbatas dengan pemkab yang langsung dipimpin Wabup Sudarwanto S.

Dalam rapat itu terungkap, perwakilan warga meminta agar pelaksanaan eksekusi ditunda dan dilakukan kembali pengukuran lahan yang disengketakan. Mendengar masukan dari masyarakat petani, Sudarwanto menjawab, Pemkab tidak mempunyai kewenangan untuk menunda eksekusi yang telah ditetapkan pengadilan sebab sudah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Namun, kalau permintaan masyarakat untuk digelar kembali pengukuran ulang HGU PT Milano, sebagai petugas pelayan masyarakat pemerintah daerah meminta waktu sebab masalah tersebut wajib dikonsultasikan dengan perangkat terkait, tentunya keputusannya akan disampaikan pada rapat selanjutnya melalui perwakilan pengunjukrasa, papar Wabup.

Usai pertemuan itu para unjukrasa melanjutkan aksi mereka ke PN Rantauprapat. Hingga berita ini terkirim para unjukrasa masih bertahan di gedung pengadilan dengan penjagaan ekstra ketat dari satuan petugas Polres Labuhan Batu. (a26)

Catatan :

Catatan :

Kelompok Tani Mentari [KTM] aalah salah satu jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional yang tengah berjuang hak atas tanah dengan PT. PT Perkebunan Milano di Dusun Pangarungan dan Sidorejo, Desa Asam Jawa, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu yang merupakan karingan dari grup WILMAR - perusahan perkebunan sawit besar dari Malaysia.

Petani Demo Kantor Bupati Labuhanbatu dan PN Rantauprapat

http://hariansib.com/2008/01/24/petani-demo-kantor-bupati-labuhanbatu-dan-pn-rantauprapat/

Rantauprapat (SIB)

Pasca eksekusi perumahan petani, seratusan petani yang tergabung dalam Kelompok Tani Mentari (KTM) mendemo kantor bupati Labuhanbatu di Jl Sisingamangraja, Rantauprapat, Kamis (24/1). Mereka menuntut keadilan dan Pemkab harus bertangungjawab atas eksekusi perumahan petani oleh jurusita Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat.

Para petani ini membawa spanduk sepanjang 3 meter dengan lebar 1 meter bertuliskan “Negara/Pemkab harus bertanggungjawab atas nasib rakyatnya akibat eksekusi/penggusuran. Jangan coba-coba menghindar atau cuci tangan”. Spanduk merah itu dipampangkan pengunjukrasa di halaman kantor bupati Labuhanbatu menghadap gedung eksekutif itu.

Di halaman gedung mewah itu, para petani yang merasa dirugikan menyampaikan orasi kekecewaan dan kekesalannya atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat mengeksekusi perumahan atau perkampungan mereka dari lahan garapan bersengketa dengan PT Perkebunan Milano di Dusun Pangarungan dan Sidorejo, Desa Asam Jawa, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu hari Selasa (22/1).

Aksi damai massa petani KTM dikawal ketat seratusan anggota polisi dari Polres Labuhanbatu dipimpin Kabag Ops Kompol J Manurung.

Seusai menyampaikan aspirasinya di halaman kantor bupati, pendemo yang didominasi para orang tua itu beranjak ke halaman PN Rantauprapat juga dikawal polisi. Spanduk merah itu juga dipampang menghadap pintu masuk kantor pengadilan yang berseberangan dengan kantor bupati Labuhanbatu.

Para petani berorasi di halaman PN itu. “Rakyat bersatu tak bisa dikalahkan,” sorak petani pengunjukrasa. Dalam aksi itu, kordinator aksi Saeno dan orator massa Anto menghimbau petani pendemo tidak bertindak anarkis.

Orator pengunjukrasa, Anto, solidaritas petani dari Kelompok Tani Bersatu (KTB) dalam orasinya mengatakan, 22 Januari 2008 adalah hari kiamat kecil bagi kelompok tani (Poktan). Karena perumahan petani dan 450 petani dieksekusi pengadilan dari lahan garapan yang telah dijadikan petani menjadi perkampungan. Dan pada eksekusi hari itu, ratusan petani ditembak dengan gas air mata. Mereka mengakui, seorang petani ibu rumah tangga tewas akibat gas air mata yang disemburkan polisi yang menghalau aksi perlawanan petani atas eksekusi dimaksud. Bayi berusia dua bulan juga ikut jadi korban gas air mata dari polisi.

Kapolres Labuhanbatu kepada wartawan membantah kalau gas air mata disebut penyebab meninggalnya seorang petani.

Setelah satu jam massa petani berorasi sambil bernyanyi lagu-lagu perjuangan petani di halaman kantor pengadilan itu, barulah Ketua PN Rantauprapat Moestofa SH MH turun menemui pengunjukrasa. Dia meminta perwakilan petani untuk diberi penjelasan terkait putusan pengadilan masalah gugatan dan verset warga tani yang bersengketa dengan PT Perkebunan Milano.

Di ruang sidang anak PN itu, Moestofa didampingi hakim Budiman Sitorus SH, kaur umum Maramuda Siregar dan Kabag Ops Polres Labuhanbatu Kompol J Manurung, memberikan penjelasan kepada delegasi massa petani KTM pengunjukrasa Yetno, Wardi, Saeno, Zulkifli, Amir Damsyah T, Wisah dan H Rustam.

Moestofa menerangkan bahwa PT Perkebunan Milano memiliki alas hak HGU No.1 tahun 1988 tanggal 8 Maret 1988. GHU itu ada dua, yakni untuk pengusahaan lahan di Dusun Pengarungan dan di Sei Daun. PN telah memutus perkara gugatan PT Perkebunan Milano diterima, sedangka kasasi warga petani ditolak MA dalam perkara No.16/Pdt.G/2003/PN-Rap.

Lahan yang dikuasai Sainah bersama 150 warga berada dalam HGU dimaksud. Sainah dkk mengajukan verset (perlawanan), Yatno dkk mengajukan verset dan Peninjauan Kembali (PK) serta Wandi dkk mengajukan verset dan gugatan baru dengan kuasa hukum M Yamin Lubis SH dan Abdi Nusa Tarigan SH, yakni No.9 dan No.10 yang telah diputus PN Rantauprapat. Dalam verset dan gugat baru dimaksud, warga petani hanya bisa menunjukkan surat pernyataan sendiri menggarap tanah yang diketahui kepada desa. “Saya berkeyakinan bahwa verset dan gugatan baru itu hanya untuk mengharapkan kesempatan menggarap,” tukas Moestofa.
Menjawab pertanyaan Saeno, mengapa PN langsung melakukan sita eksekusi sebelum ada putusan atas verset dan gugatan baru, Moestofa menjelaskan bahwa verset atau gugatan baru tidak menghalangi sita eksekusi dan eksekusi karena telah menjadi putusan pengadilan. HGU PT Milano juga belum ada yang dibatalkan pemerintah. Ketua PN juga bertanggungjawab atas eksekusi yang telah dilaksanakan juru sita.

Dalam kesempatan itu, delegasi petani meminta agar dilakukan ukur ulang lahan yang dikuasai PT Perkebunan Milano sebab diduga melebihi luas lahan sebagaimana dalam HGU. (S25/l)

Catatan :

Kelompok Tani Mentari [KTM] aalah salah satu jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional yang tengah berjuang hak atas tanah dengan PT. PT Perkebunan Milano di Dusun Pangarungan dan Sidorejo, Desa Asam Jawa, Kecamatan Torgamba, Kabupaten Labuhanbatu yang merupakan karingan dari grup WILMAR - perusahan perkebunan sawit besar dari Malaysia.

Tuesday, January 22, 2008

Lima Butir Kesepakatan DPRD Kab. Simalungun Untuk FPNMH

Setelah melakukan serangkaian aksi unjuk rasa pada hari Senin [21/01] di DPRD Kab. Simalungun, para petani anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang [FPNMH], jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional, berhasil mendesakkan 5 [lima] butir tuntutan.

Kelima butir tuntutan tersebut adalah :
  1. DPRD Kab. Smalungun bersedia mengeluarkan rekomendasi untuk penangguhan penahanan 3 orang petani yang masih ditahan di Polres Simalungun.
  2. DPRD Kab. Simalungun melarang PT. Kuala Gunung [ PT. KG] melakukan aktivitas pem-buldozer-an di lapangan.
  3. DPRD kab. Simalungun meminta kepada Kantor Pertanahan Kab. Simalungun untuk tidak melakukan pengukuran lahan sampai persoalan hak atas tanah yang disengketakan PT. KG dengan FPNMH selesai.
  4. DPRD Kab. Siamlungun mendesak kepada para investor lokal agar menghentikan penebangan tanaman di pinggiran daerah aliran sungai, demi menjaga kelestarian lingkungan.
  5. DPRD Kab. Simalungun mendesak pada Bupati untuk mempercepat penyelesaian konflik bersama pihak Kantor Pertanahan setempat.
-------

http://www.waspada.co.id/Berita/Sumut/Ratusan-Warga-Demo-Di-DPRD.html

Selasa, 22 Januari 2008 03:00 WIB
Ratusan Warga Demo Di DPRD PDF Cetak E-mail
Simalungun, WASPADA Online

Ratusan warga Mariah Hombang, Kec. Hutabayuraja dan warga Bosar Galugur, Kec. Tanahjawa, Simalungun tergabung dalam Front Solidaritas Perjuangan Petani Nagori Mariah Hombang dan Bosar Galugur (FSPPN-MHBG), Senin (21/1) kembali mendatangi kantor DPRD Simalungun, Jalan Sangnawaluh, menuntut penyelesaian kasus tanah dan mohon pelepasan tiga rekan mereka yang ditahan di Polres Simalungun.

Warga yang terdiri dari orangtua laki-laki dan perempuan, pemuda, remaja dan anak-anak datang dengan mengendarai lima truk dan kenderaan umum. Selain berorasi menyampaikan aspirasinya melalui pengeras suara, para pengunjuk rasa juga membawa spanduk berukuran besar dan kecil.

Meskipun kedatangan warga Mariah Hombang dan Bosar Galurur ke gedung wakil rakyat sudah berulang kali, namun kasus sengketa tanah yang menjadi pertikaian antara warga dengan pihak PT Kuala Gunung tidak kunjung tuntas. Malah persoalannya menjadi rumit, karena akibat ekses yang terjadi di lapangan tiga warga Bosar Galugur ditahan di Mapolres Simalungun.

“Percepat penyelesaian sengketa tanah di mariah Hombang dan Bosar Galugur serta bebaskan ketiga petani yang ditangkap secara sewenang-wenang oleh anggota kepolisian,” teriak salah seorang pengunjuk rasa saat membacakan pernyataan sikapnya.

Dikatakan, masalah sengketa tanah antara masyarakat dengan pihak PT Kuala Gunung merupakan kasus yang sudah cukup lama. Bahkan persoalannya telah beberapa kali dibahas, baik digedung dewan maupun di kantor bupati, namun hasilnya tetap mengambang alias tidak jelas.

Terakhir pertemuan di kantor dewan pada 14 Desember 2007, dimana pihak DPRD sendiri melalui komisi I telah mengeluarkan rekomendasi dan menyarankan kepada Pemkab Simalungun, c/q Bupati Simalungun agar kedua belah pihak (warga dan PT Kuala Gunung) menghentikan kegiatan di atas lahan sengketa.

Kenyataan di lapangan pihak PT Kuala Gunung terus beraktivitas di atas lahan sengketa, sedangkan warga melarang, sehingga timbul sedikit konflik yang berujung kepada penangkapan tiga petani. “Kami tidak tahu apakah rekomendasi DPRD itu telah dikirimkan kepada PT Kuala Gunung atau memang sengaja tidak dikirim sehingga memicu terjadinya bentrok di lapangan,” terang salah seorang pengunjukrasa.

Yang parahnya lagi, timpal pengunjukrasa lainnya, saat mereka menggelar aksi menuntut pelepasan tiga rekan mereka ke Polres Simalungun pada Rabu (16/1) lalu, justru yang diperoleh bukan pelepasan atau penangguhan penahanan, malah seorang lagi teman mereka (Kasmin Manurung) yang ikut berunjuk rasa ditangkap usai unjukrasa.

Setelah, penangkapan Kasmin Manurung, warga kemudian mendatangi kantor DPRD Simalungun, tetapi lagi-lagi sial bagi warga yang sudah capek-capek dan begitu jauh datang dari kampungnya, sesampainya di gedung dewan justru ‘diusir’ alias disuruh pulang karena datang tanpa izin atau pemberitahuan. “Penyelesaian kasus ini perlu keseriusan. Kalau DPRD dan Pemkab Simalungun serius, kasus ini pasti sudah selesai,” ujar Ebed Sidabutar, selaku kordinator aksi.

Menyikapi aspirasi pengunjukrasa, anggota DPRD Simalungun dari Komisi I masing-masing Iskandar Sinaga, Johan Arifin, Makmur Damanik, Binar Pasaribu serta Prisdar Sitio, sekretaris dewan mengundang 10 perwakilan masyarakat untuk membicarakan masalah itu. Dalam pertemuan dengan wakil masyarakat itu, beberapa hal dibahas termasuk soal izin prinsip PT Kuala Gunung dan kemungkinan adanya ganti rugi yang akan diterima masyarakat.

Kemudian, menyangkut tiga rekan petani yang ditahan di Mapolres Simalungun, wakil ketua DPRD Simalungun, Janter Sirait yang juga sebagai kordinator Komisi I mengatakan akan mengeluarkan rekomendasi untuk bisa menangguhkan penahanannya. Begitupun, pertemuan itu akan dilanjutkan dengan mempertemukan antara pihak petani dan PT Kuala Gunung dengan difasilitasi Pemkab Simalungun. (a15)

Saturday, January 19, 2008

Warga Ngancar Mengadu ke Wakil Bupati Minta Bagian Tanah Sengketa

http://www.suaramerdeka.com/

Sabtu, 19 Januari 2008 SEMARANG

UNGARAN - Warga RT 02 dan 03/ RW III, Lingkungan Ngancar, Kelurahan/ Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang, kemarin mengadu Wakil Bupati (Wabup) Hj Siti Ambar Fathonah. Hal ini terkait sengketa tanah seluas empat hektare yang berada di pinggir Jl Bawen-Tuntang atau tidak jauh dari Terminal Bawen.

Di lahan yang terlantar tersebut, 33 orang menggantungkan hidupnya dengan menanam palawija. Warga kaget dengan terbitnya sertifikat hak milik (HM) atas nama Sisilia Sudiati dan Yohanes Sujono. Saat ini mereka meminta bagian tanah sengketa tersebut.

Imam Budi Sanyoto (61) juru bicara warga mengatakan, tanah tersebut sudah digarap sejak 1955. ''Tapi anehnya pada 2005 terbit sertifikat hak milik. Dan yang membuat kami gelisah, pada awal September 2007 lahan dibuldozer tanpa musyawarah,'' kata Imam, Jumat (18/ 1) di ruang tamu bupati.

Warga yang didampingi Camat Bawen Jati Trimulyanto menjelaskan, dari 33 penggarap, ada 11 orang yang hanya diberi uang masing-masing Rp 1,5 juta. Sedang 22 orang menolak karena tanah tersebut lebih berharga dari uang yang ditawarkan.

Menurut informasi, lahan sengketa akan digunakan untuk pabrik rokok. Kalau warga diberi kompensasi pekerjaan? ''Ya kalau digaji dengan layak dan mendapat ganti untung, kami bersedia,'' ucap Imam.

Saat ini para penggarap mencari pekerjaan seadanya. Ada yang menjadi kuli batu dan berjualan di terminal.

Hana Jumini (40) sudah sepuluh tahun menggarap lahan kosong itu. Saat ini, dia yang memiliki sembilan anak, kebingungan mencari uang.

''Dulu kami menanam jagung, kedelai, kacang tanah, dan lain-lain. Paling sedikit ya Rp 400 ribu per bulan bisa kami dapat,'' terang wanita yang sambil menggendong anak bungsunya, kemarin. Hana masih memiliki tanggungan empat anak sekolah di SD.

Mempertemukan Pemilik

Wabup Siti Ambar Fathonah dalam pertemuan itu mengatakan akan berusaha mempertemukan pemilik tanah dengan para warga. ''Karena mereka memiliki bukti sertifikat, kami harus mempertemukan warga dengan yang mengaku sebagai pemilik,'' tutur Wabup kemarin.

Kasi Sengketa Konflik dan Perkara BPN Kabupaten Semarang Bintarwan yang hadir menjelaskan, kepemilikan tanah sesuai prosedur dan ada perpanjangan sejak 1977. ''Kalau ada gugatan warga dan ternyata dimenangkan warga, sertifikat bisa gugur. Sampai sekarang HM atas nama Sisilia Sudiati dan HGB Yohanes Sujono secara legal formal sah.''

Muh Nur perwakilan LHB Semarang saat mendampingi warga di DPRD beberapa waktu lalu menegaskan, tanah yang berstatus HGB dan selama puluhan tahun tidak dimanfaatkan maka statusnya terlantar. Nur juga mempertanyakan Badan Pertanahan Nasional (BPN) setempat yang kurang teliti.

''Mestinya HGB menjadi HM harus ada beberapa syarat, seperti bukti IMB dan SPPT PBB. Anehnya SPPT PBB bukan atas nama pemilik tanah tapi warga penggarap,'' tandas Nur. Menurutnya berdasar PP 36/ 1999, tanah terlantar boleh digarap siapapun. Tanah tersebut bisa dikuasai warga. (H14-16)

Catatan :

Warga Ngancar tersebut berhimpun dalam Komite Persiapan Desa Bawen Kab. Semarang Propo. Jawa Tengah. Mereka bersama-sama dengan Front Perjuangan Pemuda Indonesia Kota Salatiga dan Serikat Paguyuban Petani Qoriah Thoyibah mendirikan aliansi Sekretariat Bersama Pemuda dan Petani Kab. Semarang untuk memajukan perjuangan-perjuangan rakyat. Aliansi ini juga didukung LBH Semarang dalam segi-segi hukumnya.

Penangkapan Petani Bosar Galugur dan Ketua FPNMH

Kembali terjadi tindak kekerasan yang menimpa para aktifis dan petani anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang [FPNMH], jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional di Kab. Simalungun Prop. Sumatera Utara.

Berikut ini adalah kronologi kejadiannya.

Sabtu, 12 januari 2008

PT Kuala Gunung mendatangkan Buldoser ke Nagori Bosar Galugur untuk membuat jalan ke lahan sengketa dan sekaligus menumbang kayu untuk dijadikan kayu olahan. Alat berat ini di operasikan oleh Iwan

Minggu 13 Januari 2008

Masyarakat yang melihat alat berat memasuki dan menumbang kayu dari lahan yang mereka kuasai mengingatkan Iwan untuk segera menghentikan aktifitasnya dengan penjelasan bahwa status tanah tersebut masih dalam proses penyelesaian dan tidak boleh ada aktifitas di lahan sebelum mendapatkan kesimpulan dari peretmuan lanjutan yanag akan dibicarakan dalam waktu dekat. Namun Iwan bersikeras akan melanjutkan pekerjaannya dan tidak boleh satu orangpun menghalanginya. Hal ini dibuktikannya dengan mengeluarkan senjata tajam berupa Kampak dan melayangkan ke salah seorang petani, sehingga mengenai bokongnya. Segera masyarakat lainnya menarik kampak dari tangan Iwan dan membawa teman petani yang terkena senjata tajam tersebut untuk diobati.

Senin 14 januari 2008

Setelah insiden hari minggu tersebut, Iwan melaporkannya ke Mapolsek Tanahjawa dan mengadukan beberapa orang masyarakat sebagai tersangka dengan tuduhan penganiayaan.

Selasa 15 Januari 2008

Masyarakat mendatangi Mapolsek Tanah jawa hendak melaporkan insiden minggu 13 januari tersebut dan untuk mengadukan Iwan sebagai pelaku tindak kekerasan terhadap salah seorang teman mereka. Namun Mapolsek TanahJawa tidak menanggapi laporan masyarakat tersebut malahan menahan 3 orang karena menjadi tersangka atas penganiayaan Iwan dan membawa ketiga petani tersebut ke Mapolres Simalungun.

Rabu 16 Januari 2008

Mendapat informasi bahwa 3 orang petani dari nagori mereka di tahan di Mapolres Simalungun, masyarakatpun mendatangi Mapolres Simalungun untuk menanyakan alasan penahanan ketiga orang teman mereka. Namun pihak Polres Simalungun tidak menerima mereka karena tidak ada surat pemberitahuan sebelumnya, kemudian masyarakat dengan membawa kekesalan hendak mengadukan kejadian ini ke DPRD Simalungun untuk meminta keseriusan pihak pemerintah menangani persoalan di nagori mereka. ketika hendak membubarkan diri, Kasmin Manurung (Ketua FPNMH) ditangkap dan diborgol oleh salah seorang anggota Polres Simalungun tanpa alasan yang jelas.

Setelah mendapat keterangan dari Kasmin Manurung, dia dituduh terlibat dalam kasus penganiayaan Iwan, padahal pada saat peristiwa terjadi Kasmin Manurung tidak ada di lokasi kejadian.

Kamis 17 Januari 2008

Perkembangan terakhir 3 orang petani dan juga Kasmin Manurung sudah menandatangani surat penangguhan penahanan dan sampai kronologis ini dibuat belum ada kejelasan status mereka.

Catatan :

Hari ini [Senin, 21/01/08] para petani yang tergabung dalam FPNMH mengadakan unjuk rasa ke kantor Bupati dan DPRD Kab. Simalungun untuk menuntut pembebasan 3 orang petani.

Untuk dukungan perjuangan FPNMH, mohon kirimkan sms protes ke Bupati Kab. Simalungun di nomor 0811606777 dan 0811639656.

Kirimkan juga surat protes melalui fax kepada Polda Sumatera Utara 061 7879372; Fax BPN Sumatera Utara 061 4531969; Fax DPRD Sumatera Utara 061 4511419.

Siaran Pers Sentral Gerakan Rakyat Riau

S I A R A N P E R S
Nomor: B/PR/SEGERA/I-08/36

24 Januari 2008 mendatang, perjuangan Sentral Gerakan Rakyat Riau (SEGERA) guna mengembalikan lagi hak-hak pengelolaan sumber daya alam ke tangan rakyat genap berusa 1 tahun. Perjuangan yang dicikal-bakali oleh Komite Perjuangan Pembebasan Tanah Rakyat Riau (KP2TR2) ini telah meyakinkan kepada sebagian besar rakyat korban penjajahan neoliberal, bahwa mobilisasi-mobilisasi rakyat adalah cerminan sejati pencapaian kemenangan perjuangannya. Perjuangan rakyat tanpa mobilisasi umum adalah nol besar. Dan mobilisasi umum tanpa kesadaran politik massa aksi adalah gerombolan yang gampang dikalahkan!

(Rinaldi, Ketua Umum SEGERA Periode Januari-Agustus 2007)

1 Tahun Perjuangan SEGERA; Bangun Persatuan Rakyat, Basmi 3 Parasit Ekonomi Rakyat: Koruptor, Perusahaan Maling Kayu, dan Perampas Tanah Rakyat!

Salam Pembebasan!

1 tahun perjuangan SEGERA dalam memenangkan konflik agraria untuk rakyat di Riau setidaknya telah membuktikan kepada sekalian rakyat yang menyaksikan, bahwa pemerintahan SBY - KALLA benar-benar tidak mempunyai konsep penyelesaian konflik yang menguntungkan rakyat. Yang ada malahan kepengecutannya terhadap kaum pemilik modal besar, maka pantaslah dia disebut dengan kakitangan - antek - imperialisme neoliberal dalam negeri. Hal ini diteruskan dengan watak pro-modal Rusli Zainal sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan di Riau. Bukan malah menuntaskan konflik agraria yang mengedepankan kepentingan kaum tani atau rakyat, tapi malahan memperluas kekuasaan pemilik modal luar negeri dengan Riau Investment Submit (RIS), konsolidasi pemilik modal luar negeri.

Kaplingan tanah mana lagi yang akan diperuntukkan bagi pemilik-pemilik modal tersebut? Sementara itu, program Kebodohan Kemiskinan, dan Infrastruktur (K2I) yang katanya akan mendistribusikan tanah-tanah untuk perkebunan/pertanian rakyat Riau hanya menjadi lukisan indah tanpa kanvas. Ya, program mulia tersebut tidak berjalan, karena memang tidak ada lahan yang hendak dibagikan kepada rakyat. Lahan di Riau sebhagian besar sudah diabdikan kepada perusahaan-perusahaan besar, dan sebagian kecilnya lagi berkonflik dengan perusahaan-perusahaan atau intansi pemerintahan. Hal inilah yang menguatkan keyakinan SEGERA bahwa, jika Pemerintahan Rusli Zainal tidak berani mencabut rekomendasi yang pernah digunakan untuk dikeluarkannya SK Menhut no. 743 tahun 1996, atau menyatakan bahwa seluruh tanah konflik akan diserahkan pengelolaannya kepada rakyat, atau memberikan lahan perkebunan/pertanian alternative, atau mendukung kami untuk mengambil kembali lahan-lahan kebun, perkuburan nenek moyang, desa, dusun, dan seluruh milik kami yang sudah diambil paksa oleh perusahaan-perusahaan besar, termasuk di dalamnya PT. Arara Abadi, maka jangan salahkan rakyat nantinya jika Rakyat mengambil secara paksa apa yang mereka punya dari tangan kaum pemilik modal.

Bahwa konflik agraria berkepanjangan antara rakyat dengan PT. Arara Abadi adalah sebahagian kecil persoalan tanah yang ada di Riau, apalagi Indonesia. Persoalan ini kemudian sadar atau tidaknya memunculkan aspek-aspek lain, seperti Korupsi dan Pemalingan Kayu oleh kaum pemilik modal untuk memperluas lahan produksinya, meningkatkan hasil, lalu kemudian melipatgandakan modal. Intinya, tiga soalan ini - Koruptor, Perusahaan Maling Kayu, dan Perampas Tanah Rakyat - kami sebut dengan parasit ekonomi rakyat Riau, yang akan menganggu stabilitas ekonomi dan tentunya merugikan Negara sangat besar. Dari itu, tahun 2008 akan kami deklarasikan sebagai tahun persatuan rakyat untuk membasmi 3 parasit ekonomi rakyat Riau.

Tiga Parasit Ekonomi Rakyat Riau

Tiga parasit ekonomi rakyat Riau ini sebenarnya benalu yang menempel di tubuh ekonomi bangsa yang tidak mandiri. Hal ini disebabkan karena factor kebijakan ekonomi nasional yang masih bersandarkan kepada perputaran modal secara bebas dan tidak terkendali, serta semakin kecilnya ruang penguasaan asset-aset produksi fundamen oleh Negara.

Dalam kasus dugaan korupsi (Parasit pertama), misalnya Dalam sebuah harian local, Riau Mandiri edisi Selasa (10/04/07), Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riyana Hardjapamekas menyatakan lembaganya telah menerima sebanyak 553 laporan pengaduan masyarakat di Provinsi Riau terkait dugaan tindak pidana korupsi. Laporan tersebut diterima KPK sejak tahun 2004 dan untuk 2007 saja hingga bulan Maret, KPK telah menerima 40 pengaduan dari masyarakat. Meski demikian dari banyaknya pengaduan itu setelah ditelaah hanya 122 laporan atau 22,06 persen yang tergolong tindak pidana korupsi dan diteruskan kepada instansi yang berwenang. Instansi tersebut adalah kepolisian, kejaksaan, BPKP, Inspektorat Jenderal, BPK, Mahkamah Agung dan Bawasda. Erry Riyana mengungkapkan, dari 553 laporan dari Riau itu, sebanyak 11 laporan sedang ditelaah. Kemudian 8 laporan lainnya ditindaklanjuti internal KPK dan sebanyak 319 yang telah ditelaah tidak disampaikan kepada instansi berwenang antara lain karena bukan tindak pidana korupsi, kurang dilengkapi bukti awal, tanpa alamat pengadu. Selain itu sebanyak 93 laporan dikembalikan kepada pelapor untuk dimintakan keterangan tambahan. Dan yang mengejutkan lagi, menurutnya ada 18 ribu laporan yang masuk sejak KPK berdiri sejak akhir tahun 2003 dari seluruh provinsi di Indonesia, tidak hanya laporan tindak pidana korupsi yang masuk ke KPK, tapi juga ada juga laporan masalah perselingkuhan di keluarga, persaingan usaha, konflik di perusahaan dan lainnya.

Di Riau, beberapa kasus dugaan korupsi sejak awal tahun 2007 yang menarik perhatian adalah; dugaan korupsi Program Ekonomi Kerakyata (PEK) Kabupaten Kampar sebesar Rp. 43 Milyar, dugaan korupsi Dana Panitia Legislatif (Panleg) sebesar Rp. 3,5 Milyar, Dugaan Korupsi di Sekolah Menegah Atas (SMA) Plus sebesar Rp. 3,5 Milyar, dugaan Korupsi pembuatan kapal Laksmana sebesar Rp. 5,22 Milyar, dugaan korupsi pengadaan mobil kebakaran, dan lain sebagainya. Kasus-kasus yang mengemuka ini - walaupun tidak kami tuliskan secara komprehenship - menunjukkan bahwa, angka dugaan korupsi di Riau cukup tinggi. Dan bias dikatakan sangat kontraproduktif dengan program kerakyatan yang digembar-gemborkan oleh pemerintahan Rusli Zainal.

Beralih kepada parasit kedua, perusahaan pelaku illegal loging, menurut JIKALAHARI, Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini, sekitar 3,3 juta hektar hutan alam di provinsi riau hilang. Musnahnya kawasan hutan alam ini disebabkan maraknya investasi sektor kehutanan dan perkebunan di Riau sejak era tahun 80-an serta aktivitas pembalakan liar (illegal logging). Hal ini ditengarai bahwa semasa rezim Orde Baru membangun jaringan kekuasaan ekonominya di bawah kangkangan kapitalisme global dengan memberikan + 580.000 ha (Separuhnya diperuntukkan bagi HPH/TI PT. Arara Abadi, seluas hampir 300.000 ha) perkebunan pulp kepada 2 perusahaan dan diperkirakan memboyong 20 juta meter kubik kayu per tahunnya, atau setara dengan 91% dari total penebangan semua industri berbasis kayu di Indonesia. Sementara itu, menurut laporan Human Rigth Wacth tahun 2003 lalu, untuk PT. Caltex Pasifix Indonesia (CPI) atau PT. Chevron Pasific Indonesia (CPI) saja mendapatkan jatah seluas + 3,2 juta ha atau sekitar 32.000 KM. Lalu, 6 juta ha HPH di Riau merupakan milik kaum elit di luar Riau. Jika ditotalkan keseluruhannya, maka peruntukan lahan bagi perkebunan/industri kehutanan skala besar di Riau seluas 9,5 juta ha.

Kebijakan inilah kemudian yang ditengarai menyebabkan bencana dimana-mana, mulai dari bencana asap, banjir, konflik tanah, kemiskinan, dan lain sebagainya. Bencana asap misalnya, menurut Walhi Riau bersama LSM lingkungan lainnya bahwa periode Juli-Agustus 2006 telah teridentifikasi bahwa kebakaran terjadi di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Produksi (HPH), dan perkebunan Sawit di seluruh Riau, dengan rincian luasan terbakar HTI 47.186 ha, perkebunan Sawit 42.094 ha, HPH 39.055 ha, kawasan Gambut 91.198 ha, dan kawasan non-Gambut 82.503 ha. Inilah kemudian yang menjadi indikasi penyebab 12.000 orang terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan), 3.000 orang terkena iritasi mata, 10.000 orang terkena diare dan mencret (Catatan Akhir Tahun 2006 JIKALAHARI). Ini tentunya belum termasuk kepada kerugian yang diderita oleh rakyat akibat banjir - diantaranya disebebkan oleh terlampau luasnya tanaman monokultur skala besar - yang menurut buku hitam WALHI Riau, pada tahun 2003 saja sebesar Rp. 793,3 milyar. Dan di tahun 2006, menurut Riau Pos dari akibat banjir yang melanda 3 kecamatan di kabupaten Kampar; Tambang, Tapung Hilir, dan Kampar Kiri mendera 3.000 jiwa lebih dan sedikitnya 50 orang meninggal dunia. Sementara itu belum lagi tanaman rakyat yang rusak. Ini tentunya tidak termasuk data kerugian akibat banjir yang menjarahi daerah Rokan Hulu, Pekanbaru, Kuansing, Bengkalis, dan lain-lain.

Kendati Kondisi Hutan Alam Riau sudah dalam keadaan kritis tahun 2004, namun ternyata eksploitasi hutan alam tetap berlangsung pesat sepanjang tahun 2005, baik yang dilakukan oleh Penebang liar (Illegal Logging) maupun oleh pemegang izin konsesi (Legal Logging). Keduanya sama-sama memberikan andil besar terhadap hilangnya tutupan hutan alam di Riau yang mengakibatkan Bencana Banjir dan Kabut Asap terjadi secara rutin pada tahun 2005. Pada akhir Tahun 2004 JIKALAHARI mencatat tutupan hutan alam Riau hanya tersisa seluas 3,21 juta hektar atau 35 % dari 8,98 juta hektar total luas daratan Provinsi Riau. Penurunan Luas Hutan Alam di Riau terjadi secara Drastis dari tahun 1984 ke tahun 2005 yaitu seluas 3 juta hektar, penurunan tertinggi terjadi antara tahun 1999 ke tahun 2000 yaitu seluas 840 ribu hektar. Berarti jika dirata-ratakan per tahun hutan alam Riau hilang seluas 150 ribu hektar.

Aktifitas Eksploitasi ini dipastikan akan terus berlanjut sepanjang tahun 2006 karena di atas Hutan Alam yang tersisa sebagian besar sudah dikuasai Perusahaan besar swasta bidang Perkebunan dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Hasil analisis JIKALAHARI menemukan bahwa seluas 789.703 hektar dari Hutan Alam yang tersisa tahun 2004 sudah dikuasai untuk dieksplotasi oleh 2 group Perusahaan Bubur Kertas Riau yaitu APRIL (Asia Pacific Resources International Ltd.) Induk PT. RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper) seluas 278.371 hektar dan APP (Asia Pulp And Paper) Induk PT. IKPP (Indah Kiat Pulp and Paper) seluas 511.331 hektar beserta Perusahaan mitranya, dan seluas 390.471 hektar telah dikuasai oleh Perusahaan Perkebunan. Ini belum termasuk 19 Perusahaan HPH yang sekarang masih menguasai 834.249 hektar Hutan Alam dan Aktifitas Penebangan Liar yang sudah masuk dalam Kawasan Lindung.

Menurut JIKALAHARI pada tahun 2001-2003 APP dan APRIL juga memanfaatkan secara maksimal kewenangan Kepala Daerah dalam mengeluarkan izin HTI atau IUPHHK-HT dengan menggunakan mitra-mitranya untuk mendapatkan izin eksploitasi Hutan Alam. Bahkan hingga dicabutnya kewenangan Kepala Daerah pada awal 2002 melalui Kepmenhut 541/KPTS-II/2002 tanggal 21 Februari dan diperkuat dengan PP 34 tahun 2002 tanggal 8 juni 2002, mitra-mitra APP dan APRIL tetap mendapatkan izin-izin baru di atas Hutan Alam. JIKALAHARI mencatat ada 34 IUPHHK-HT yang masih dikeluarkan 4 bupati (Inhil, Inhu, Siak dan Pelalawan) dan Gubernur Riau sampai awal 2003. Izin ini jelas telah cacat Hukum, namun baik APP dan APRIL yang menerima kayunya maupun Kepala Daerah yang mengeluarkan Izin seolah-olah tutup mata, penebangan kayu alam terus berlanjut. Hingga pada tanggal 15 Januari 2005 Menteri Kehutanan M.S. Ka'ban mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2005 dan diteruskan dengan surat edaran ke Gubernur se Indonesia tanggal 25 Februari 2005 yang pada intinya menegaskan bahwa semua IPHHK-HT yang pernah dikeluarkan Kepala Daerah akan dilakukan Verifikasi mengingat kewenangan Kepala Daerah telah dicabut. Menjelang akhir tahun 2005 tim verifikasi bentukan Menteri Kehutanan ini dikabarkan telah turun ke kabupaten Pelalawan, namun apakah hasil verifikasinya menyatakan 21 IUPHHK-HT cacat hukum atau tidak hingga kini belum jelas.

Sementara itu, untuk parasit ketiga yaitu, ulah para perampas tanah rakyat, membuat kita dapat berfikir secara logis, bahwa sempitnya lahan produksi, yang mengakibatkan rakyat tidak sanggup lagi mempertahankan hidup secara layak. Rakyat Sialang Rimbun misalnya, hanya mampu mengonsumsi Ubi untuk makanan sehari-harinya, dan sedikit saja dari mereka yang sanggup membeli beras. Inilah hasil dari istilah Pembangunanisme kapitalisme-neoliberal yang dikoar-koarkan pemerintahan SBY-Kalla serta ditindaklanjuti oleh Rusli Zainal. Program-program palsu, lips servis, entah apalagi namanya. Pembangunan yang bisa dikatakan tidak mampu mengaliri sebagian desa di kecamatan Pinggir dengan listrik.

Sempitnya lahan pertanian yang mengakibatkan rendahnya pendapatan rakyat, seperti yang sudah kami tegaskan diatas, adalah hasil perasan dari kebijakan pemberian izin pengelolaan hutan/perkebunan secara besar-besaran, seperti PT. Arara Abadi, yang dalam catatan Human Rigth Wacth sudah banyak memakan korban. Mulai di kabupaten Pelalawan, Kampar, Siak, hingga Bengkalis.

Inilah kemudian yang melahirkan bentuk-bentuk perlawanan rakyat petani berbagai tempat di Riau. Untuk kasus PT. Arara abadi misalnya, sudah banyak korban yang berjatuhan seperti bentrokan antara rakyat angkasa, Balam Merah di Kabupaten Pelalawan dengan perusahaan yang merupakan bagian dari Sinar Mas Group (SMG) itu tahun 2001, kasus Mandiangin (Kab. Siak) tahun 20031, kasus kec. Pinggir2 (kab. Bengkalis) tahun 2005-2006, kasus Tapung (kab. Kampar) 2006, terbaru adalah kasus di Pinang Sebatang dan sei. Mandau (Akhir tahun 2006). Hal yang paling memiriskan dari kesimpulan pemerintahan di propinsi Riau adalah, selalu mengambil kebijakan stanvas bagi setiap kasus yang ada, bukan malah mengumpulkan data-data tersebut bagi alasan pencabutan SK Gubernur yang pernah dikeluarkan pada 9 Februari 1990. Dan kemudian, tahun 1996 Menteri Kehutanan pada tanggal 25 November 1996 mengeluarkan surat Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri seluas 299.975 ha di Riau kepada PT. Arara Abadi. Surat tersebut bernomor 743/kpts-II/1996 - di Jakarta, isinya menyebutkan bahwa, surat tersebut merupakan surat balasan perusahaan tersebut mengenai permohonan penyediaan lahan untuk perkebunan yang dikirimkan kepada Gubernur Riau pada 7 Oktober 1989 bernomor 57/AIP/UM/-DL/X/89. Hal inilah kemudian yang menjadi dasar konflik agraria antara rakyat dengan perusahaan. Konflik yang memakan tanah adat, ulayat, perkebunan rakyat, bahkan hingga kepada samarnya batas desa, kampong, pekuburan, dan lain sebagainya.

Maka, untuk mendeklarasikan persatuan rakyat dalam membasmi 3 parasit ekonomi tersebut diatas, 16 Januari 2008 besok SEGERA akan menegaskan tuntutan utamanya, yaitu; Pemerintah Indonesia harus segera menguatkan fondasi ekonomi nasional dengan cara melakukan tiga hal yaitu; Hapuskan Utang Luar Negeri, Nasionalisasi Aset Tambang Asing, dan Bangun Industri (Pabrik) Nasional. Hal ini kami yakini sebagai haluan ekonomi baru yang tentunya hanya dapat dikerjakan oleh pemimpin-pemimpin baru. Jalan keluar tersebut mesti disokong dengan kekuatan rakyat Riau yang akan juga mendeklarasikan persatuan perjuangan dalam membasmi 3 parasit ekonomi rakyat; Koruptor, Perusahaan Maling Kayu, dan Parampas Tanah Rakyat! Sebagai turunan tuntutannya, kami menyuarakan:

  1. Mendesak Menteri Kehutanan RI untuk segera mencabut - minimal meninjau ulang - SK Menhut No. 743/kpts-II/1996 tentang Pemberian Izin HPH/TI kepada PT. Arara Abadi
  2. Mendesak Gubernur untuk segera Mencabut Rekomendasi Gubernur Riau (minimal meninjau ulang) Rekomendasi Gubri No. 525/BKPM/400 tahun 1990 tentang Persetujuan Penyediaan Lahan untuk Perkebunan ditujukan kepada PT. Aneka Intipersada. sebab Bupati/walikota daerah konflik agraria antara rakyat dengan PT. Arara Abadi tidak melakukan langkah kongkrit dalam menyelesaikan konflik antara rakyat dengan perusahaan tersebut. Hal ini tentunya sangat kontraproduktif dengan surat yang disampaikan Gubernur Riau kepada Bupati Bengkalis, Bupati Kampar, Bupati Pelalawan, Bupati Siak, Bupati Rokan Hilir, dan Walikota Pekanbaru tertanggal 8 Maret 2007 dengan nomor: 100/PH/14.06, perihal: Inventarisasi dan Rekonstruksi Areal HPH/TI PT. Arara Abadi
  3. Ukur ulang seluruh lahan HPHTI PT. Arara Abadi di Riau!
  4. Libatkan rakyat - utusan organisasi perjuangan rakyat - dalam tim penyelesaian konflik; 1) inventarisasi lahan konflik, 2) Pemetaan, serta 3) Proses pengembalian tanah rakyat berikut penjagaannya
  5. Mendesak Polda Riau untuk menindak tegas pelaku kekerasan dan penggusuran sepihak yag masih kerap dilakukan oleh PT. Arara Abadi - 911 - di lahan konflik, serta memberikan ketegasan perlindungan dan penegakan hukum, terutama di lahan konflik
  6. Kami juga mendesak Pemerintah Riau hingga kabupaten segera membangun sekolah, rumah sakit, jalan-jalan di desa, serta pengadaan listrik yang hingga sekarang belum bisa dinikmati oleh rakyat di daerah konflik. Untuk pembiayaan ini, kami menyerukan tuntutan Nasionalisasi asset tambang asing, seperti Chevron untuk pendidikan dan kesehatan gratis, Bangun Pabrik Industrialisasi nasional untuk jalan keluar pengangguran di desa-desa, dan hapuskan hutang luar negeri guna penghematan belanja Negara agar dapat membangun jalan, serta pengadaan listrik buat desa. Karena, masih banyak desa-desa terisolir seperti; Beringin, Melibur, Tasik Serai, Muara Basung, Minas Barat, Mandiangin, dll yang belum mendapatkan akses LISTRIK, JALAN ASPAL, serta minimnya fasilitas sekolah dan rumah sakit.
Secara Umum, SEGERA menuntut:
  1. Turunkan Harga
  2. Kesehatan dan Pendidikan Gratis Untuk Rakyat
  3. Membuka Lapangan Pekerjaan
  4. Memberantas Korupsi, dengan mendirikan Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai tingkat kota
  5. Menaikkan Upah Buruh Dengan Menetapkan Upah Minimum Nasional Sesuai Dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
  6. Memberikan Subsidi Untuk Sarana Produksi Pertanian, Bantuan Teknologi Murah dan Modal/Kredit Modal Usaha Bagi Petani Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Kaum Tani.
  7. Subsidi Untuk Perumahan Rakyat, Berupa Program Rumah Susun Yang Layak dan Sehat dan Disewakan Secara Murah.
  8. Menggratiskan Seluruh Biaya Pengurusan Pembuatan Dokumen Negara, Yang Harus Dimiliki Oleh Warga Negara Sehubungan Dengan Kewarganegarannya
  9. Memenuhi Kebutuhan Gizi Anak Hingga Usia 12 Tahun Secara Gratis.
  10. Penyediaan Beras Murah Berkualitas Bagi Rakyat Dengan Memberikan Subsidi Harga Bagi Petani.
  11. Penyelesaian Sengketa Agraria Yang Mengutamakan Keadilan dan Kesejahteraan Kaum Tani.
  12. Menghapuskan Sistem Kontrak dan Outsourcing
  13. Memberikan Jaminan Hukum Bagi Pekerja Sektor Informal (Pedagang Kaki Lima, Pengamen, dll)
  14. Menaikkan Upah/Gaji Layak Nasional sebesar Rp. 1.250.000 hingga mencapai Rp.3.250.000 (tanpa kena pajak dan jaminan sosial), termasuk juga di dalamnya kenaikan upah prajurit rendah TNI/POLRI.
  15. Hapus biaya siluman untuk kenaikan upah layak
  16. Lapangan kerja bermartabat untuk seluruh angkatan kerja.
  17. Tolak sistem buruh kontrak; Tolak Outsourching.
  18. Pendidikan dan kesehatan gratis yang berkualitas untuk seluruh rakyat
  19. Cabut UU. Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 2007

Demikian hal ini kami sampaikan. Semoga kemenangan Rakyat SEGERA menjelang!

BANGUN PERSATUAN GERAKAN RAKYAT, LAWAN INPERIALISME-NEOLIBERAL!

BASMI TIGA PARASIT EKONOMI RAKYAT RIAU; KORUPTOR, PERUSAHAAN MALING KAYU, PERAMPAS TANAH RAKYAT!

Pekanbaru, 16 Januari 2008

SENTRAL GERAKAN RAKYAT RIAU: [SERIKAT TANI RIAU; SERIKAT MAHASISWA RIAU; IKATAN PELAJAR MAHASISWA KEC. BENGKALIS - PEKANBARU; DPD I PARTAI PERSATUAN PEMBEBASAN NASIONAL - RIAU; DPW SERIKAT RAKYAT MISKIN KOTA - RIAU].