Wednesday, August 29, 2007

Seratusan Nelayan dan Petani Demo ke DPRD Labuhanbatu dan PN Rantauprapat

http://hariansib.com/2007/08/29/seratusan-nelayan-dan-petani-demo-ke-dprd-labuhanbatu-dan-pn-rantauprapat/

Rantauprapat (SIB)

Seratusan massa Himpunan Tani Nelayan (HTN) dari Desa Siparepare Hilir, Kecamatan Marbau, demo ke DPRD Labuhanbatu. Secara terpisah, massa Kelompok Tani Mandiri (KTM) dari Desa Pengarungan Kecamatan Torgamba juga berunjukrasa di Pengadilan Negeri (PN) Rantauprapat, Selasa (28/7).

Dua kelompok petani dan nelayan itu datang secara bersamaan. Massa HTN “menyerbu” DPRD menuntut kembali pelestarian lingkungan seluas 1312,5 hektare lahan perikanan darat sebagai kawasan perikanan di Siparepare Hilir sebagaimana sebelumnya. Sedangkan massa KTM mendatangi PN Rantauprapat menuntut penegakan keadilan hak-hak mereka terkait lahan yang sedang bersengketa dengan PT Perkebunan Milano.

Delegasi massa HTN di DPRD Labuhanbatu setelah hampir 1 jam berorasi diterima Wakil Ketua DPRD Labuhanbatu H Zainal Harahap didampingi Ketua Komisi A membidangi tanah Bedi Djubaedi, Ketua Komisi B Bidang Perijinan Rikardo Barus, Panggar Nasution (Ketua Fraksi Demokrat), Aminuddin Manurung, Abdul Rasyid, Supeno dan Syahrul Bakti Pane di ruang paripurna dewan. Hadir mewakili Kadis Perikanan dan Kelautan Mardiana Dasopang (KTU) dan staf serta Camat Marbau Darwin Yusma.

Menurut pengunjukrasa masyarakat nelayan sekarang sudah miskin dan trauma sebab sering diteror pihak-pihak lain. DPRD meminta tanggapan dari pihak Dinas Perikanan dan Kelautan Pemkab Labuhanbatu tentang status lahan 1312,5 hektar dimaksud. Menurut dinas tersebut masalah lahan perikanan tidak ada milik pemerintah tetapi hanya perairannya. Di Siparepare hilir hanya ada 30 hektar lahan perikanan yang digenangi air.

Muktar Rangkuti dari LMND dalam pertemuan itu mengatakan HTN menuntut kehidupan yang layak sehingga mengharapkan DPRD segera dapat menyelesaikan kasus tersebut. “Kami juga meminta pihak kepolisian dilibatkan dalam penyelesaian masalah ini, supaya jelas siapa yang salah menjual lahan petani nelayan,” pintanya.

Sementara itu, massa KTM yang tengah menggugat PT Milano di PN Rantauprapat menilai syarat-syarat berita acara peradilan hukum perdata tidak dilakukan sebagaimana mestinya dengan alasan peradilan sebelumnya (No. 16/Pdt.G/2003/PN-MDN tanggal 25 Juli 2006, Putusan MA No.911 K/Pdt/2006 tanggal 21 September 2006) telah dilakukan sidang lapangan. Massa tetap meminta PN melakukan sidang lapangan.

Pengunjukrasa juga menilai PN Rantauprapat yang mengadili perkara No.12/Pdt.G/2007/PN-Rap, tidak mampu meminta bukti kepada tergugat PT Milano untuk menunjukkan bukti sah (sertifikatHGU asli) sebagai syarat sah yang diakui di dalam pengadilan. Massa KTM usai berorasi mengikuti sidang gugatan mereka terhadap PT Milano.

Perjuangan kedua kelompok tani didukung STN, LMND, GERAM, KTB, GPB, KPD dan KPM. Pengunjukrasa dikawal ketat aparat kepolisian dan Kodim, membawa beberapa spanduk yang di antaranya bertuliskan “Kembalikan areal pelestarian perikanan darat seperti semula.” Massa bubar dengan tenang meski mereka tampak kecewa dengan jawaban DPRD. (S25/y)

http://www.metrotvnews.com/

Petani Desa Sipare-Pare Menghendaki Pengembalian Lahan Perikanan

Metrotvnews.com, Labuhan Batu: Sekitar 400 petani yang tergabung dalam Himpunan Tani Nelayan dari Desa Sipare-Pare Hilir, Kecamatan Merbau, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatra Utara, Rabu (29/8), berbondong-bondong ke Kantor DPRD Labuhan Batu. Mereka menuntut agar lahan perikanan darat yang telah beralih fungsi dikembalikan seperti semula. Menurut perwakilan massa, areal yang berada di Desa Sipare-Pare Hilir merupakan tempat mencari nafkah bagi masyarakat.

Massa meminta, jika tidak mungkin mengembalikan seluruh lahan perikanan seperti sedia kala, lahan itu agar dikembalikan kepada Kelompok Tani Nelayan. Mereka mengklaim, lahan tersebut dimiliki secara sah oleh para tani nelayan sejak beberapa generasi lalu.

Menanggapi tuntutan tersebut, DPRD Labuhan Batu sepakat dengan keinginan petani. DPRD mengakui, hampir seluruh perusahaan perkebunan di Kabupaten Labuhan Batu memiliki permasalahan tanah dengan masyarakat. Karena itu, DPRD meminta Pemerintah Kabupaten Labuhan Batu mengukur ulang hak guna usaha perusahaan-perusahaan yang bermasalah dengan masyarakat.(DOR)

Saturday, August 25, 2007

Mengkritisi Kesepakatan Bersama Antara Badan Pertanahan Nasional dengan Kepolisisan RI

Pada hari Rabu, 14 Maret 2007 yang lalu, Kepala BPN RI dan Kapolri menandatangani kesepakatan bersama No : 3/SKB/BPN/2007 No. Pol : B/576/III/2007 tentang Penanganan Masalah Pertanahan.

Berdasarkan diskusi yang dilangsungkan pada hari Jamuat, 24 Agustus 2007 di kantor Konsulat Konsorsium Pembaruan Agraria, Jakarta ditemukan beberapa ttik kritis atas dokumen tersebut.

Beberapa KESIMPULAN:

Pasal 1 dari ayat 1-3: MoU ini merupakan langkah yang semata-mata menguatkan pemahaman sisi normative persoalan tanah dari kedua belah pihak. sehingga, mengancam petani yang telah melakukan pendudukan pada tanah-tanah perkebunan dan tanah lainnya yang belum mendapatkan status hukum untuk dikriminalisasi. Dalam penyelesaiannya, juga menutup peran masyarakat sebab MoU ini hanya mengembangkan komunikasi dua arah dalam penyelesaian konflik.

Pasal 4: BPN akan mengembangkan pengamanan swakarsa yang dibantu oleh Polri. Belum jelas apa yang dimaksud dengan pengamanan ini. Namun dipercaya oleh peserta diskusi bahwa yang dimaksud dengan pengamanan swakarsa ini adalah dukungan BPN dalam mengembangkan pengamanan swakarsa dalam tubuh perkebunan.

Pasal 5 Ayat 3: BPN menjalankan MoU ini adalah bentuk persiapan legal BPN untuk mendorong lahirnya UU Pertanahan. Sehingga, kebijakan nasional BPN sesungguhnya adalah mendorong lahirnya UU Pertanahan.

Pasal 5 ayat 4: Dalam operasionalnya MoU ini akan menyelesaikan sertifikasi tanah yang merupakan asset Polri. Padahal, selama ini konflik antara masyarakat dengan institusi Polri bukan sedikit. Sehingga, konflik rakyat yang selama ini tanahnya dirampas untuk penggunaan asset polri sudah pasti akan mengalami kekalahan.

Pasal 6 ayat 1-3: Laporan-laporan masyarakat kepada BPN untuk menyelesaikan sengketa tanah akan dilanjutkan oleh BPN kepada Polri. Sehingga, Polri dapat mengambil tindakan hukum. Tentusaja, BPN dipandang tengah menyiapkan upaya-upaya menyelesaikan sengketa tanah dengan melihat aspek hukum normative semata. Sementera pihak BPN juga membantu penyidikan. Padahal, dalam setiap kasus-kasus tanah BPN juga adalah lembaga yang selama ini menjadi bagian atau pihak yang turut menyumbang dalam setiap konflik. Sehingga, usaha-usaha ini akanmenyulitkan pihak korban dalam mengungkap kasus sebenarnya.

Pasal 8 ayat 1: BPN dan Polri akan membentuk Team Adhoc Penyelesaian Tanah di tingkat pusat hingga Kota/Kabupaten. Aturan pembentukan ini secara teknis akan diatur oleh Kepala BPN. Namun, melihat telah dibentuknya team tersebut di wilayah-wilayah seperti telah dirilis media massa. Maka,sesungguhnya Kepala BPN telah membuat aturan teknis tersebut yang dalam aplikasinya tidak melibatkan masyarakat. Padahal, konflik tanah selama ini telah dipahami sebagai sebuah konflik yang harus dilihat dalam multiaspek.

Pasal 8 ayat 2: dalam menentukan ketentuan-ketentuan tersebut akan dibentuk Forum Konsultasi dan Komunikasi Pertanahan dari tingkat pusat dan daerah. Ini adalah forum yang cenderung menguatkan pihak BPN dan Polri dalam menjalankan fungsi-fungsi dalam pasal 6 semata.

MoU ini adalah kelanjutan dari MoU tiga tahun sebelumnya. Sehingga, perlu diketahui laporan-laporan dan keberhasilan dari proses sebelumnya. Karena selama ini tidak nampak keberhasilan penyelesaian sengketa tanah yang mengedepankan hak-hak korban khususnya rakyat dan kaum tani tak bertanah. Jadi sebenarnya MoU ini tidak layak dilanjutkan.

Dengan demikian, hal tersebut dinilai menjauhkan proses penyelesaian konflik agraria sebagai bagian proses utama dari Pembaruan Agraria

Jakarta, 24 Agustus 2007

Serikat Tani Nasional, Aliansi Petani Indonesia, Petani Mandiri, FPPI, SMI, KPA, Raca Institute, Serikat Hijau Indonesia danWalhi.

Friday, August 24, 2007

Anggaran Subsidi Pertanian Naik Jadi Rp10,1 triliun

http://web.bisnis.com/sektor-riil/agribisnis/1id19007.html

Kamis, 16/08/2007 14:47 WIB

oleh : Djony Edward

JAKARTA (Antara): Departemen Pertanian menyambut positif kenaikan anggaran subsidi sektor pertanian pada 2008 sebesar 21,9% menjadi Rp10,1 triliun dibanding realisasi RAPBN-P 2007.

"Dengan kenaikan itu berarti kita masih bisa memberikan subsidi kepada petani," kata Menteri Pertanian Anton Apriyantono di Jakarta, Kamis menanggapi Pidato Kenegaraan Presiden dan penyampaian Keterangan Pemerintah Aatas RUU tentang APBN 2008 dan Nota Keuangannya di gedung MPR/DPR.

Dalam pidatonya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan, pemerintah pada tahun 2008 mengalokasikan anggaran Rp10,1 triliun untuk subsidi pupuk, subsidi bunga kredit program, dan subsidi benih.

Selain subsidi untuk petani, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk Departemen Pertanian dalam RAPBN 2008 sebanyak Rp8,9 triliun untuk mendukung produksi pertanian berupa penyediaan dan perbaikan infrastruktur pertanian, penelitian dan percepatan diseminasi dan inovasi pertanian serta pengendalian hama, penyakit hewan dan karantina.

Mentan Anton Apriyantono mengatakan, besaran alokasi anggaran untuk subsidi pertanian tersebut cukup untuk memberikan subsidi baik pupuk, benih maupun bunga kredit modal.

Berdasarkan data Departemen Pertanian, kebutuhan pupuk bersubsidi pada 2008 diproyeksikan mencapai 9,91 juta ton yang meliputi Urea 5,45 juta ton, SP-36 sebanyak 2,37 juta ton, ZA sebanyak 892.378 ton dan NPK 1,19 juta ton.

Sementara menyinggung anggaran untuk Departemen Pertanian, dia mengatakan, salah satunya akan dimanfaatkan untuk Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) di 10 ribu desa pada 2008. Program PAUP, tambahnya, akan dikembangkan di desa yang memiliki potensi pertanian namun diutamakan yang terletak di kawasan tertinggal.

"Satu desa nantinya mendapatkan dana mandiri sebesar Rp100 juta, selain itu juga ditempatkan tenaga pendamping ataupun penyuluh," katanya. Sedangkan untuk pengembangan jaringan irigasi, menurut dia, untuk jaringan primer dan sekunder dibawah tanggung jawab Departemen Pekerjaan Umum (DPU) sementara Deptan hanya menangani jaringan irigasi tersier.

Warga Datangi Kantor Pemkab

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/sumatera-selatan/warga-datangi-kantor-pemkab-2.html

Jum'at, 24/08/2007

MUARA ENIM (SINDO) – Ratusan warga berunjuk rasa di Kantor Pemkab Bupati Muara Enim,kemarin.Warga menuntut pembangunan jalan dan jaringan listrik.

Koordinator aksi Baharudin menyatakan warga Desa Suban menuntut Pemkab Muara Enim segera membangun jalan dan jaringan listrik di wilayah tempat tinggal mereka. Dia menjelaskan, selama ini masyarakat yang tergabung dalam Serikat Tani Nasional (STN) Kab Muara Enim hanya diberikan janji- janji para elite dan pemerintah.

”Saat pemilu para pejabat mengumbar janji akan membangun desa.Namun hingga kini belum ada janji-janji yang terpenuhi, sehingga sejak 1987 Masyarakat Desa Suban sengsara di tanah yang subur dan kaya sumber daya alam. Kami minta Pemkab Muara Enim segera menyelesaikan permasalahan ini,” tegasnya dalam orasi kemarin.

Dalam aksi yang diikuti 200 massa ini terbentang spanduk bertuliskan tuntutan pendidikan dan kesehatan gratis, penyediaan lapangan kerja, serta kartu keluarga (KK) dan KTP gratis bagi masyarakat.

”Katanya Kab Muara Enim kaya sumber daya alam seperti migas dan batubara dengan predikat lumbung energi.Tetapi masih banyak masyarakatnya yang hidup dalam penderitaan. Pernah satu bulan pasokan sembako ke Desa Suban tidak ada yang masuk karena kondisi jalan yang rusak parah, sehingga sangat mempengaruhi perekonomian masyarakat,”ungkapnya.

Dia menegaskan, selama ini masyarakat Desa Suban sudah sering mengajukan proposal kepada Pemkab Muara Enim untuk membangun jaringan listrik. Namun dia menjelaskan hingga saat ini tidak ada yang terealisasi dengan alasan yang tidak jelas. ”Jika memang Pemkab Muara Enim ingin menyejahterakan masyarakat, tolong perhatikan masyarakat Desa Suban. Kami sudah sangat lama mengalami kondisi gelap gulita dan jalan desa sangat menyedihkan,” terangnya.

Sementara itu,Wakil Bupati Muara Enim, Ir Hanan Zulkarnain MTP mengatakan Pemkab Muara Enim sudah berusaha memberikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Dia menjelaskan, pihaknya sudah menjalankan peraturan UU No 32/2004 tentang pemerintahan daerah.

”Wilayah Muara Enim begitu luas, maka proses pelaksanaan pembangunan dibagi menjadi lima zona. Dari lima zona tersebut, Desa Suban Baru tergolong zona lima.Dalam proses pembangunan infrastruktur, anggaran pembangunan zona lima termasuk yang paling besar,” jelasnya saat menerima perwakilan para demonstran. Dia menjelaskan, selama ini pelaksanaan pembangunan ditanggulangi dana APBD Kabupaten dan Provinsi Sumsel bila diperlukan.

”Bayangkan saja panjang jalan kabupaten di Muara Enim mencapai 1.400 km yang harus ditanggung Pemkab. Pelaksanaan dilakukan secara bertahap dan tidak bisa seperti membalik telapak tangan,” tegasnya. Wabub menambahkan, perhatian Pemkab Muara Enim sangat besar memberikan pelayanan listrik kepada masyarakat pedesaan. Dia menjelaskan, Pemkab telah mengajukan kepada PLN supaya membangun jaringan listrik.

”Tetapi hingga saat ini belum terealisasi dan Pemkab Muara Enim akan membawa aspirasi masyarakat Desa Suban Baru supaya dimasukkan pada dana APBD 2008 mendatang,” ujarnya. Dia menjelaskan, mengenai pembangunan jaringan listrik merupakan tanggung jawab PLN.

Sedangkan Pemkab Muara Enim bertugas mengalokasikan dana untuk pembangunan jaringan. ”Kemudian setelah terbangun Pemkab Muara Enim menyerahkan PLN untuk pendistribusiannya ke masyarakat. Pemkab Muara Enim tidak tinggal diam, mengenai pembangunan jaringan listrik sudah melakukan kerja sama dengan Pertamina dan Medco Energi membangun jaringan listrik pedesaan,” terangnya. (hengky chandra agoes)

Thursday, August 16, 2007

17 Petani Mariah Hombang Bebas Setelah Jalani Persidangan Selama 4 Bulan


Setelah melalui rangkaian persidangan sejak Juni 2007, pada hari Senin, 13 Agustus 2007 sejumlah 17 orang petani anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang [FPNMH], jaringan Serikat Tani Nasional, Kec. Huta Bayu Raja Kab. Simalungun, Sumatera Utara telah divonis empat bulan penjara dipotong masa tahanan. Mereka dituduh melawan petugas kepolisian saat mempertahankan hak atas tanahnya pada Kamis, 19 April 2007 yang lalu.

Dengan jatuhnya vonis tersebut, ke-17 orang petani akan bebas pada hari Jumat, 17 Agustus 2007.

Serikat Tani Nasional menilai bahwa vonis terhadap 17 petani tersebut adalah upaya sandiwara politik untuk menutpi kekeliruan Polres Simalungun dan pengusaha perkebunan lokal yang memulai melakukan tindak kekerasan terhadap Petani Nagori Mariah Hombang Kec. Huta Bayu Raja dalam tragedi Kamis, 19 April 2007.

Serikat Tani Nasional juga memandang bahwa upaya pembelaan dan perjuangan terhadap ke-17 orang petani yang dilakukan oleh FPNMH melalui aksi-aksi massa di Simalungun dan pembelaan di Jakarta bersama Nursjahbani Katjasungkana, SH selaku anggota Komis III DPR RI , Bina Desa, KPA, Aliansi Petani Indonesia, Kontras, Imparsial, IGJ serta kalangan pergerakan lainnya menunjukkan sebuah kemenangan politik.

Friday, August 10, 2007

Lagi Paripurna HUT Emas Riau, Gedung DPRD Dikepung Massa dan Dilempari Tomat

http://www.riauterkini.com/politik.php?arr=15418

Kamis, 9 Agustus 2007 15:52

Sekitar 1.000 massa SEGERA mengepung gedung DPRD Riau saat wakil rakyat menggelar rapat paripurna istimewa HUT emas Riau. Sementara mahasiswa melempar gedung dewan dengan tomat.

Riauterkini-PEKANBARU-Sudah menjadi agenda rutin DPRD Riau setiap HUT provinsi menggelar sidang paripurna istimewa. Begitu juga pada HUT Riau ke-50, Kamis (9/8). Di saat para wakil rakyat bersidang, sekitar 1.000 massa Sentral Gerakan Rakyat (SEGERA) tiba dan langsung berkerumun di tepi jalan, luar pagar gedung DPRD Riau.

SEGERA merupakan kelompok kedua yang berdemo di DPRD Riau, sebelumnya telah terlebih dahulu datang sekitar 100 mahasiswa dari BEM Unri, BEM UIR dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Riau. Secara umum, kedua kelompok massa sama-sama kecewa peringatan HUT emas Riau begitu meriah. Sementara rakyat Riau masih banyak yang melarat.

Kedua kelompok massa tiba di DPRD Riau setelah melakukan long march dari Taman Makam Pahlawan Kusuma Darma Pekanbaru. Khusus massa SEGERA, sebagaiana aksi-aksi sebelumnya, mereka datang dengan tuntutan penutupan PT. Arara Abadi (AA) dan Indah Kiat Pulp And Paper (IKPP).

Tampil di atas podium dari sebuah mobil Pic-up, Rinaldi (Koordinator SEGERA), Intsiawati Ayus (anggota DPD RI) dan Mundung (Direktur Walhi Riau). Dalam orasinya, anggota DPD RI dari daerah pemilihan Riau, Intsiawati Ayus menyatakan dukungannya kepada masyarakat yang 'tertindas' oleh ulah perusahaan industri kehutanan yang menyerobot lahan adat (ulayat) suku sakai.

"Kita akan mendesak pimpinan provinsi Riau dan DPRD Riau untuk segera menuntaskan permasalahan penyerobotan lahan ulayat milik warga suku sakai oleh PT AA dan IKPP. Kita juga akan meminta pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) untuk segera mengajukan data-data lengkat terhadap status lahan tersebut," terangnya.

Selain dikepung massa, gedung dewan juga dilempari tomat. Mahasiswa yang merasa kecewa karena aksi mereka tidak ditanggapi lantas melemparkan tomat. Belasan tomat berserakan di jalan depang gedung dewan, tenaga mahasiswa tak cukup kuat untuk mengotori gedung dewan dengan tomat, sebab jarak mereka terlalu jauh.

Sementara itu, Koordinator SEGERA, Rinaldi kepada Riauterkini menegaskan bahwa aksi kita ini bukanlah aksi demo seperti sebelumnya. Saat ini kita melakukan aksi pesta rakyat dalam rangka merayakan HUT Riau ke-50.

"Kita hanya melaksanakan pesta rakyat untuk memperingati HUT emas Riau. Dan kegiatan kita juga tidak ingin bertemu dengan para pejabat," terangnya.

terkait dengan aksi demo tersebut, Gubernur Riau, HM Rusli Zainal menyatakan bahwa aksi yang dilakukan adalah hal yang biasa. Pemprov Riau menghormati hak penyampaian aspirasi mereka.

"Itu biasa. Mereka boleh menyampaikan aksi sebagai sebuah aspirasi mereka kepada pemerintah maupun wakil mereka di DPRD Riau. Tentunya kita menerima aspirasi mereka dan akan memberikan solusi yang adil untuk permasalahan yang saat ini melibatkan mereka," terangnya.

Hal senada dikatakan ketua DPRD Riau, Chaidir. Menurutnya, aksi demo itu merupakan hal yang biasa dilakukan oleh warga untuk menyampaikan aspirasi mereka. Dan aspirasi itu juga bisa menjadi sebuah dukungan ataupun berupa kritik dan saran untuk pemerintah.***(H-we)

Gambar diambil dari http://www.liputan6.com/news/?id=145830&c_id=7

Tambahan :

SEGERA [Sentral Gerakan Rakyat Riau] adalah gabungan organisasi rakyat seperti Serikat Tani Riau - jaringan Serikat Tani Nasional, Serikat Mahasiswa Riau, Serikat Pedagang Jagung Bakar dan Papernas Riau. SEGERA juga didukung oleh kalangan LSM seperti IGJ - Jakarta, Walhi Riau, Jikalahari dan Yayasan Hakiki.

Slah satu hasil aksi 09 Agustus 2007 adalah ditanda-tanganinya kesepakat bersama antara Serikat Tani Riau dengan Instiawaty Ayus, anggota DPD RI yang berasal dari Riau. Kesepakatan tersebut bertema upaya percepatan penyelesaian konflik-konflik agraria di Prop Riau.

Monday, August 6, 2007

Kekeringan Pangan di Jawa Tengah

http://www.suaramerdeka.com/

Senin, 06 Agustus 2007 NASIONAL

MEMASUKI musim kemarau, masalah kekeringan, kekurangan air minum, dan berita paceklik pasti akan mewarnai sebagian wilayah Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah wilayah yang dilanda kekeringan semakin meningkat dan meluas. Akibatnya, dimana-mana mengalami kesulitan air.

Selain kemarau, faktor yang mengakibatkan kekeringan adalah kerusakan lingkungan di daerah tangkapan air, pesatnya pembangunan fisik, serta rendahnya kesadaran masyarakat dalam penggunaan air tanpa diikuti dengan upaya menjaga dan melestarikan sumber daya air.

Pulau Jawa merupakan salah satu wilayah yang menjadi langganan kekeringan. Hampir 59% tergolong daerah rawan kekeringan, khususnya di sepanjang pantai utara dan selatan Jawa Tengah. Kondisi itu menyebabkan sulitnya mendapatkan air untuk irigasi persawahan.

Selain itu, penduduk juga sukar mendapatkan air bersih untuk keperluan sehari-hari. Padahal air adalah salah satu kebutuhan sangat vital. Dampak dari kekeringan tersebut, salah satunya memengaruhi produksi pangan di Indonesia. Sebab risiko gagal panen, puso, dan kerusakan tanampasti ada.

Berdasarkan data Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Jawa Tengah, pada 2002-2007 jumlah hasil pangan berupa padi yang berhasil dipanen saat kekeringan selalu mengalami naik-turun. Pada 2002 sebanyak 36.790, 110.012 (2003), 22.818 (2004), 81.660 (2005), 18.585 (2006), dan 107.028 (Januari- Juli 2007).

Menindaklanjuti data dan informasi tersebut maka sudah seharusnya pemerintah segera melakukan upaya-upaya mengatasi kekeringan, agar dampak positif kekeringan dapat dioptimalisasi dan dampak negatifnya bisa direduksi.

Langkah itu untuk kepentingan dan sekaligus pelayanan kepada masyarakat. Yang perlu diperhatikan adalah menyampaikan kondisi aktual, kecenderungan perkembangannya, serta teknologi adaptasi dan mitigasinya. Perubahan pola adaptasi dan mitigasi kekeringan ini dapat dilakukan dengan mengembangkan sistem deteksi dini kekeringan secara spasial dan temporal, yaitu berupa pemanfaatan stasiun iklim otomatis dan sarana telekomunikasi.

Untuk mengatasi masalah kekeringan, BPTPH telah melakukan usaha-usaha, baik melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun pengembanngan lahan dan air (PLA). Upaya-upaya tersebut diklasifikasikan dalam jangka pendek, antara lain dengan memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku untuk air bersih dan menambah instalasi yang dapat difungsikan dengan cepat seperti pembuatan paket-paket unit pengolahan air bersih berkapasitas kecil khusus untuk daerah yang masih memiliki sumber air baku.

Bagi daerah rawan air bersih termasuk yang sumur dangkalnya juga mengalami kekeringan,dibantu dengan suplai air bersih melalui tangki. Airnya diambil dari instalasi pengolahan air (IPA) terdekatyang masih berfungsi dan pembuatan embung. Sementara untuk daerah yang memiliki potensi air tanah sedang (kedalaman 25-40 meter) sesuai dengan peta potensi air tanah, dibangun sumur-sumur pompa tangan dalam, sumur resapan, dan sumur pantek. Kemudian sumur dangkal untuk irigasi terbatas, bantuan benih, perbaikan jaringan irigasi tingkat desa (jides), dan perbaikan jaringan irigasi tingkat usaha tani (jitut).

Untuk program jangka menengah yakni dengan mengoptimalkan sarana dan prasarana pertanianyang sudah ada untuk mempercepat pengolahan tanah, penyebarluasan dampak fenomena iklim dan penanggulan bencana alam yang melibatkan instansi terkait. Juga kampanye memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.

Untuk jangka panjang berupa konservasi, optimalisasi, dan rehabilitasi lahan. Langkah yang dilakukan seperti perlindungan sumber-sumber air dan pengembangannya. Selain itu perlu pula dilakukan perbaikan tanggul-tanggul sungai.

Khusus untuk kebutuhan mendesak saat ini, program diprioritaskan pada pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku untuk air minum, menambah instalasi yang dapat difungsikan dengan cepat melalui pembuatan unit pengolah air bersih kapasitas kecil 5-10 liter/detik bagi daerah yang masih memiliki air baku. Selanjutnya menyuplai daerah yang mengalami kekeringan melalui mobil tangki. Bisa juga membangun sumur-sumur pompa tangan, sedalam 25-40 meter untuk daerah yang memiliki potensi air tanah sedang. (Istolia Wardhani, Sasi Pujiati/Pusdok SM)

Friday, August 3, 2007

Rebutan Lahan Negara, Masyarakat dan Perusahaan Swasta di Jambi Bersengketa

http://www.kompas.co.id/

Jumat, 03 Agustus 2007


Jambi, Kompas - Sengketa lahan milik negara antara masyarakat dan perusahaan swasta masih terus berlanjut di Kabupaten Batanghari, Jambi. Warga yang mengklaim pemilik tanah negara mengajukan tuntutan terhadap perusahaan untuk segera mengembalikan tanah yang selama ini mereka kelola.

"Kami telah mendapat legalitas hak mengolah tanah negara, tetapi tanaman kami belum lagi dipanen, sudah diserobot oleh pengusaha bermodal besar," tutur Umar (56), petani di Desa Olak Rambahan, Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari, kemarin.

Di Desa Olak Rambahan, seluas 341 hektar tanah negara diperebutkan. Menurut Umar, 80 keluarga setempat yang membentuk Kelompok Tani Rambahan Jaya mendapat hak kelola lahan untuk dua tahun dan paling lama selama tiga tahun.

Hak ini selanjutnya dapat diperpanjang mengingat petani tidak merasa membutuhkan adanya kesepakatan berikutnya. Pasalnya, pada saat masa hak kelola habis, para petani telah memanfaatkan lahan itu menjadi kebun karet secara berkelanjutan.

"Tetapi, belum lagi karet dipanen, PT WKS (Wira Karya Sakti) sudah menggusur seluruh tanaman kami. Perusahaan mengklaim pihaknya yang paling berhak, sementara petani adalah pemakai lahan secara liar," tutur Umar.

Oleh karena itu, menurut Ismail, ketua kelompok tani setempat, mereka menuntut agar perusahaan mengembalikan hak para petani tersebut. Perusahaan yang sebelumnya telah mengusir petani harus hengkang dari lahan negara tersebut.

Punya izin

Kurniawan dari Bagian Humas PT WKS mengemukakan, perusahaan telah mendapat izin dari negara untuk memanfaatkan tanah tersebut. Pihaknya bahkan telah membayarkan ganti rugi kepada masyarakat pada tahun 1995. Oleh karena itu, sangat disesalkan apabila ada kelompok masyarakat yang masih menuntut ganti rugi kepada perusahaannya.

Menurut dia, pemerintah juga telah mengeluarkan surat keterangan yang berisikan pihak perusahaan memang telah memberikan ganti rugi kepada petani sehingga mestinya masalah ini tidak dipersoalkan kembali.

Suku Anak Dalam

Penyerobotan lahan juga dikeluhkan masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Markanding, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi. Mereka memprotes sebuah perusahaan yang mengubah tanah adat mereka menjadi areal perkebunan sawit.

Ratusan keluarga yang sebagian besar tinggal di sekitar aliran sungai tersier berinduk pada Sungai Bahar telah tergusur dari tanah mereka, sementara kebun warga telanjur ditebangi. Antara lain jernang, karet, duren, dan rambutan telah habis. Padahal, perkebunan rakyat itu merupakan tempat untuk mencari makan bagi Suku Anak Dalam. (ITA)

Wednesday, August 1, 2007

Berikan Perlindungan Dan Hak-Hak Buruh Migran

SIARAN PERS BERSAMA
Lembaga Bantuan Hukum Buruh Migrant Institute For Migrant Workers (LBH-BM IWORK), Dewan Buruh Migran Pantura (DBMP Kab. Karawang), Serikat Tani Nasional (STN)

Satu lagi buruh migrant perempuan Indonesia meninggal dunia di Luar Negeri. Kali ini menimpa Rita Setiani binti Kosim, buruh migrant Perempuan asal Dusun Kosambi Lempeng Tengah RT 03 / 04 Desa Sukatani Kecamatan Cilamaya Wetan Kabupaten Karawang Jawa Barat. Berdasarkan laporan dari Konsulat Jenderal R.I di Jeddah Saudi Rita Setiani bin Kosim meninggal dunia akibat penyakit paru-paru dan TBC, pada tanggal 1 Mei 2007.

Terjadi kesimpang siuran berita mengenai almarhumah, yang berkaitan dengan kapan meningganya dan sebab-sebab kematiannya, pada tanggal 30 April keluarga mendapat kabar dari majikan bahwa pada tanggal 1 Mei 2007 Rita akan dipulangkan karena sakit akibat jatuh dari lantai II rumah majikannya. Pihak keluarga bahkan telah melakukan penjemputan diterminal III bandara Soekarno-Hatta, akan tetapi setelah 2 hari menunggu sampai menginap, Rita tak kunjung datang.

Pada tanggal 16 Mei 2007 keluarga justru mendapat surat pemberitahuan dari kedutaan Besar Indonesia di Arab Saudi bahwa Rita Setiani telah meninggal dunia pada tanggal 1 Mei 2007 dengan lampiran visum dari Rumah Sakit King Fadh Bin Abdul Aziz yang menyebutkan bahwa penyebab kematiannya adalah Penyakit Paru-paru dan TBC.

Rita Setiani bin Kosim di berangkatkan oleh PT Fauzi Putra Hidayat, sampai di Arab Saudi pada 12 Oktober 2005. Berdasarkan dokumen keberangkatan yang dibuat PPTKIS PT Fauzi Putra Hidayat Usia Rita Setiani saat ini adalah 24 tahun, tapi berdasarkan konfirmasi tim bantuan hokum Lembaga Bantuan Hukum Buruh Migrant Institute for Migrant Workers (IWORK) dan Dewan Buruh Migran Pantura dengan keluarga almarhumah yang kebetulan anggota Komite Persiapan Kabupaten Serikat Tani Nasional (STN) Karawang.

Rita Setiani sebenarnya berumur 18 tahun, yang artinya ketika berangkat menjadi Buruh Migrant Perempuan ke Arab Saudi masih berumur 16 tahun. Itu artinya ada upaya pemalsuan document yang berkaitan dengan usia Almarhumah, yang artinya mengindikasikan terjadinya trafiking.

Kasus yang menimpa Rita Setiani binti Kosim hanyalah contoh kasus dari sekian banyak kasus kematian Buruh Migrant Indonesia di Luar Negeri, ini juga bukan satu-satunya kasus lambannya proses pemulangan Jenazah kembali ketanah air. Birokrasi yang berbelit menyebabkan proses pemulangan Jenazah terkesan lambat, ditambah tarik ulur dari pihak PPTKIS antara tawaran pemakaman jenazah di Arab Saudi atau Dipulangkan ketanah air. Bahkan PT Fauzi Putra Hidayat terkesan menutup-nutupi proses pemulangan Jenazah agar tidak terekspose oleh media atas kelambanannya memproses pemulangan Jenazah dan pemenuhan Hak-hak Almarhumah sebagai buruh migrant kepada keluarga.

Sedangkan tuntutan keluarga sendiri adalah Pemulangan Jenazah dan pemenuhan Hak-hak almarhumah sebagai Buruh Migrant. Padahal di dalam Undang-undang 39 tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri pasal 73 menyebutkan kewajiban PPTKIS untuk memulangkan Jenazah Ketempat asal dengan layak, menanggung semua biaya yang diperlukan, termasuk biaya penguburan sesuai dengan agama buruh Migrant yang bersangkutan, memberikan perlindungan terhadap seluruh harta milik TKI untuk kepentingan anggota Keluarganya dan mengurus pemenuhan semua hak-hak Buruh Migrant yang harusnya diterima.

Pemalsuan document yang dilakukan PPTKIS yang bekerjasama dengan oknum aparat pemerintah Desa dan Kecamatan merupakan pilihan pahit yang harus diambil oleh Keluarga, karena tak ada pilihan lain demi meningkatkan perekonomian keluarga segala carapun diambil.

Alih-alih mendapatkan penghasilan yang lebih baik, almarhumah Rita Setiani merupakan anak satu-satunya pasangan Suami Istri Kosim (42 th) dan Narsih (35) yang bekerja sebagai buruh tani, berangkat dalam keadaan segar bugar bahkan tidak memiliki riwayat menderita penyakit paru-paru atau TBC, tiba-tiba dikabarkan meninggal dunia akibat penyakit TBC.

Selama 20 bulan masa kerjanya Almarhumah belum pernah sama sekali mengirimkan hasil kerjanya kepada keluarga. Sesuai dengan keterangan keluarga yang pernah beberapa kali menghubungi almarhumah bahwa Majikan selalu menunda-nunda pembayaran gaji yang merupakan hak dari Almarhumah sebagai Buruh Migrant. Setelah menunggu hamper 3 bulan akhirnya Jenazah almarhumah sendiri telah tiba di Tanah Air kemarin Sore menggunakan pesawat Qatar Airways Nomor penerbangan QR-767 ETDJeddah-Doha dan QR-612 ETD Doha-Jakarta, tiba dibandara Soekarno Hatta jam 16.25 WIB. Dan hari ini jam 09.00 WIB telah dimakamkan di Daerah asal Almarhumah.

Kasus-kasus serupa yang seperti yang dialami oleh Almarhumah sudah tak terhitung banyaknya, tapi masih terus berulang. Ini menunjukkan masih lemahnya perlindungan terhadap Buruh Migrant dan Pelaksanaan Berbagai peraturan yang berkaitan dengan Buruh Migrant seperti Undang-undang 39 Tahun 2004, Undang-undang tentang Pemberantasan tindak pidana perdagangan Orang, Peraturan tentang hak Asuransi Bagi TKI dan lain-lain.

Untuk itu, Lembaga Bantuan Hukum Buruh Migrant IWORK (LBH-BM IWORK), Dewan Buruh Migran Pantura dan Serikat Tani Nasional Menuntut :

  1. Berikan Hak-hak Rita Setiani binti Kosim Sebagai Buruh Migrant kepada Keluarganya Yaitu Santunan yang telah di Berikan Majikan kepada PPTKIS, Gaji yang belum terbayar dan Asuransi.
  2. Perjelas Hubungan Industrial antara Buruh Migrant dengan PPTKIS/PJTKI, PJTKA dan Majikan.
  3. Penghormatan dan Perlindungan menyeluruh dan simultan terhadap Buruh Migrant oleh Negara.
  4. Berantas Oknum Pejabat Pemerintah Pelaku Trafiking
  5. Implementasikan Undang-undang Pemberantasan tindak pidana perdagangan Orang.
  6. Laksanakan Reforma Agraria Sejati demi menciptakan lapangan kerja di pedesaan.

Jakarta, 27 July 2007

Yuni Asriyanti - Program Coordinator
Donny Pradana - Serikat Tani Nasional
Ibnu Khoiry - Dewan Buruh Migran Pantura Kab. Karawang