Tuesday, September 25, 2007

Sikap KTB Kab. Labuhanbatu 12 September 2007

Sikap KELOMPOK TANI BERSATU (KTB) Kab. Labuhan Batu 12 September 2007

Jn. Besar Kp. Menanti No. 76 Desa Meranti Kecamatan Bilah Hulu Kab. Labuhanbatu-Propinsi Sumatra Utara

HP. 081326530253-HP. 081397753297-HP 085275235585

Telah berulangkali, terbukti hingga saat ini pemerintah masih tetap saja membohongi Rakyatnya. Seperti kasus sengketa tanah yang kami hadapi dengan PT Sipef, sebuah perusahaan asing yang memperoleh legitimasi UU Penanaman Modal Asing, yang tentunya sudah direstui pemerintah untuk merampas hak-hak petani untuk bercocok tanam (mengolah lahan pertanian). Sengketa tanah yang kami alami adalah bukti bahwa pemerintah SBY-JK adalah pemerintahan boneka negeri asing, yang setiap saat dapat diperintah untuk mempertahankan dominasi modal asing di Indonesia.

Perjuangan kami masih tetap berlanjut sampai dengan hari ini, meskipun Pemkab Labuhan Batu masih saja berupaya membohongi kami. Pertemuan dengan pihak Pemkab LabuhanBatu ternyata tak membuahkan hasil apa-apa, padahal Pemkab Labuhanbatu menjanjikan kepada kami untuk mengutamakan penyelesaian KELOMPOK TANI BERSATU. Apa yang terjadi dibalik semua ini..? begitu mudahkah pihak Pemkab Labuhanbatu membohogi rakyatnya..? Inilah Kenyataan yang Kami hadapi saat ini.

Telah juga kami sadari sedari awal, bahwa pemerintah saat ini (SBY-JK dan Pemerintahan dibawahnya) sangatlah bobrok dan anti Rakyat. Mereka (Pemerintah) lebih suka berdiri dibelakang perusahaan modal asing ketimbang melindungi rakyatnya dari tindakan perampasan tanah. Kami sudah tahu scenario busuk ini, sebuah tipu muslihat dari persekongkolan licik antara pengusaha modal asing dan pemerintah kabupaten Labuhanbatu. Saat ini kami sudah tak butuh lagi kata-kata manis dan janji-janji palsu dari pihak pemkab. Kami sudah bosan. Dalam tekad kami, rekomendasi yang diamanahkan dalam pertemuan dengan pendapat antara pihak kami (KTB), PT Sipef, DPRD Kab.Labuhanbatu, BPN, Pemkab Labuhanbatu, Camat Bilah Hulu dan kepala desa Menanti, yang Hasil rapat Komisi - A DPRD Labuhanbatu menghasilkan rekomendasi diantaranya:
  1. Sampai dengan surat ini diterbitkan, Pihak PT. Sipef tidak dapat memperlihatkan dan tidak dapat memberikan Photo copy ganti rugi tanah beserta ganti rugi tanaman tumbuhan yang ada diatasnya sesuai dengan SK Landreform kepada DPRD yang difasilitasi Komisi-A DPRD Kabupaten Labuhanbatu.
  2. Pihak PT. Sipef dalam persidangan tidak kooperatif, sedangkan dari kelompok Tani Bersatu (KTB) selalu tepat waktu.
  3. Diminta kepada pihak Pemkab. Labuhanbatu, agar melakukan penelitian ulang atas dasar-dasar perolehan HGU PT. Sipef agar kedepan tidak ada yang merasa dirugikan, baik PT. Sipef maupun masyarakat (KTB).
  4. Disarankan kepada Pemkab. Labuhanbatu, agar dapat menghentikan aktifitas keduabelah pihak pada lahan yang bermasalah sampai dengan permasalahan selesai.
Jelas, bahwa poin ke tiga dan keempat ditujukan kepada pihak Pemkab. Labuhanbatu untuk bisa tegas dalam menindaklanjuti persengketaaan kami dengan PT. Sipef. Buktinya sampai dengan saat ini, Pemkab Labuhanbatu belum mengambil langkah-langkah penelitian dan investigasi terpadu guna menyelidiki perolehan HGU PT. Sipef, yang dalam rapat “Dengar Pendapat” sudah kita buktikan bersama bahwa PT. Sipef mengalami kecacatan dalam proses perolehan HGU. Ini harus dilakukan oleh Pemkab, seperti yang diamanatkan diatas pada poin 3. bahwa juga sudah terbukti sampai saat ini pihak PT. Sipef tidak mampu memperlihatkan data-data tentang ganti rugi tanah dan tanaman. Sudah sangat jelas seharusnya, bahwa ini adalah REKAYASA dan PERAMPASAN TANAH KAMI yang dilakukan oleh PT. SIPEF. Sedangkan Pemkab Labuhanbatu sepertinya tidak mengindahkan poin-poin dari rekomendasi DPRD Labuhanbatu. Dan menjadi pertanyaan dikepala kami, apakah Pemkab Labuhanbatu sudah tidak mau melaksanakan hasil rekomendasi tersebut…? Apa Pemkab Labuhanbatu ingin dengan sendirinya menyaksikan Rakyat sendiri yang melaksanakan hasil rekomendasinya dengan cara kami sendiri…? Tolong pertanyaan ini menjadi catatan buat Pemkab. Kami yang sudah muak dibohongi akan melakukan perjuangan habis-habisan untuk merebut hak kami bersama kekuatan solidaritas massa kaum tani lainnya. Agar Rakyat seluruhnya tahu bahwa Pemkab Labuhanbatu diduga telah melakukan pembohongan public kepada masyarakat. Untuk itu kami Kelompok Tani Bersatu ( KTB ) menyatakan Sikap :
  1. Jalankan Hasil Rekomendasi DPRD Labuhanbatu Sekarang Juga…!!
  2. Kembalikan Tanah Rakyat Desa Meranti yang dirampas PT. Sipef sekarang Juga..!!
  3. Pemkab. Labuhan batu harus Ikut bersama kami untuk melakukan Peninjauan lahan sengketa sekarang juga…!!
  4. Pemkab Labuhanbatu sebagai lembaga Eksekutor harus tegas dalam menjalankan hasil rekomendasi.
  5. Hentikan Aktifitas PT. Sipef dilahan sengketa Sekarang Juga..!!
  6. Laksanakan UUPA ( Undang-Undang Pokok Agraria) No.5 tahun 1960 sekarang juga …!!
  7. Tolak RUU Penanaman Modal Asing ( RUU PMA) yang membuat kaum tani kehilangan lahannya..!!
  8. Laksanakan Reforma Agraria Sejati dengan Tanah, Modal, Tekhnologi Murah, Massal, untuk Pertanian Kolektif dibawah control Dewan Tani..!!
  9. KTB juga bersolidaritas atas perjuangan Kelompok Tani Mentari (KTM) di Torgamba yang bersengketa dengan PT. Milano, Himpunan Tani Nelayan (HTN) di desa Sipare-pare Marbou, Kelompok Tani Tiga Maju (KTTM) Petani Pangkatan dengan PT. Sipef, FPNMH (Forum Petani NAgori Mariah Hombang) di Simalungun, dan Petani Bandar Betsy.
  10. KTB juga menyerukan untuk segera membangun persatuan-persatuan kaum tani dan mendorong terbentuknya Dewan Tani Labuhanbatu.
KTB juga mneyerukan sepultura ( Sepuluh Tuntutan Rakyat ) :

1. Tanah, modal dan teknologi modern untuk pertanian kolektif
2. Pupuk murah untuk petani
3. Lapangan kerja untuk rakyat
4. Perumahan murah dan layak untuk rakyat
5. Pendidikan dan kesehatan geratis untuk rakyat
6. Tolak penggusuran
7. Tolak PHK, stop buruh kontrak, naikkan upah buruh 100%
8. Stop penindasan dan kriminalisasi terhadap perempuan
9. Hapuskan pukat trawl
10. Subsidi, lindungi industri-industri dalam negeri

Dengan Keyakinan dimanapun bentuk penindasan harus dilawan dan dimusnahkan, serta keyakinan kami akan Persatuan Rakyat menuju Kemenangan Perjuangan Rakyat yang termanifestasi dalam Pemerintahan Persatuan Rakyat. Kami tutup Statment ini dengan pekik : HIDUP KAUM TANI INDONESIA… !!

“ CUKUP SUDAH JADI BANGSA KULI, BANGKIT JADI BANGSA MANDIRI ”
BANTUK PEMERINTAHAN PERSATUAN RAKYAT
TANAH, MODAL, TEKHNOLOGI MODERN, MURAH-MASSAL, UNTUK PERTANIAN KOLEKTIF DIBAWAH KONTROL DEWAN TANI/DEWAN RAKYAT SEKARANG JUGA…!!!

HORMAT KAMI,



SUPRONO
KOORDINATOR LAPANGAN

Didukung oleh:

Gerakan Pemuda Bersatu (GPB), Serikat Tani Nasional (STN), Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND), Gerakan Rakyat Miskin (GERAM), Kelompok Perempuan Demokrasi (KPD)

Monday, September 24, 2007

DESDM Membiarkan Operasi Newmont walau Merusak Lingkungan

http://www.jatam.org/index.php?option=com_content&task=view&id=138&Itemid=5

Pernyataan pers Aliansi Rakyat Gugat Newmont, 21 September 2007

FPPI - FMN - LSADI - STN - HMI MPO - FSPI - KPA - LBH Jakarta - IKOHI - JATAM - KAU - HRWG - WALHI

Jakarta (21/09/07) Persidangan gugatan WALHI terhadap Newmont, DESDM dan turut tergugat KLH pada 21 September 2007 atas pencemaran di Teluk Buyat mengetengahkan Masnelyarti Hilman sebagai saksi ahli dan fakta. Masnelyart iadalah mantan Ketua tim teknis Tim Terpadu yang dibentuk pemerintah(2004) setelah mencuat pemberitaan tentang pencemaran Teluk Buyat.

Dia menyatakan bentos (organisme yang hidup di dasar laut) sudah mengalami kerusakan dan pencemaran. Dari 24 contoh ikan yang diambil, 10 ekor diantaranya mengandung kadar arsen lebih tinggi dibanding standar yang ditetapkan oleh POM (Badan Pengawas Obat dan Makanan). Hal ini menunjukkan ikan tercemar. Banyak jenis ikan yang dicantumkan di dalam AMDAL tidak lagi ditemukan pada saat penelitian yang dilakukan oleh Tim Terpadu di Teluk Buyat pada tahun 2004.

Juga, lapisan termoklin tidak diketemukan pada kedalaman 82 meter. Mengapa tailing harus dibuang dibawah lapisan termoklin? Karena dibawah lapisan termoklin tidak ditemukan lagi ada kehidupan di dalam air laut, sebab sudah tidak mendapat cahaya matahari dan tidak terjadi fotosintesa yang menghasilkan oksigen. Ternyata dalam pemantauan yang dilakukan oleh Tim Terpadu, pada kedalaman tempat tailing dibuang kandungan oksigen masih tinggi dan masih ditemui ikan.

Setelah pengumuman hasil Tim Terpadu, muncul ketidaksepakatan dari DESDM(Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral) beserta Newmont. Padahal sebelumnya di dalam proses tidak pernah muncul ketidaksepakatan tersebut.

Penelitian Tim Terpadu yang menyatakan Teluk Buyat tercemar diperkuat oleh BPPT (lembaga dibawah Kementerian Riset dan Teknologi) dengan menyatakan penelitan tesebut adalah valid (sahih).

Berdasarkan hasil penelitian Tim Terpadu tersebut, direkomendasikan untuk melakukan upaya hukum terhadap Newmont.

Masnelyarti juga memperkuat kesaksian Sonny Keraf pada sidang kasus yangsama (26 Juli 2007), bahwa KLH hanya memberikan izin sementara membuang limbah selama 6 bulan. Sementara itu, dalam periode tersebut Newmont harus melakukan studi resiko ekologi (Ecological Risk Assesment/ ERA). Namun hasil penelitian studi ERA tersebut tidak memenuhi standar karena dilakukan selalu pada keadaan laut relatif tenang. Staf KLH dan Newmont bersepakat untuk melakukan pemantauan pada bulan Juli dan Agustus, karena pada bulan tersebut keadaan angin dan gelombang lebih tinggi. Tapi hal tersebut tidak pernah dilakukan, sampai izin yang diberikan selama enam bulan tersebut kadaluarsa dan tidak diperpanjang. Dengan demikian Newmont membuang tailing tanpa izin.

Newmont juga pernah diperingatkan oleh deputi KLH. Diantaranya melalui surat yang dibuat oleh Isa Karnisa, yang menyatakan beberapa parameter lingkungan terkait pertambangan emas Newmont melebihi standar. Namun surat tersebut tidak pernah mendapat tanggapan.

Menjawab pertanyaan hakim tentang ketidaksepakatan DESDM terhadap hasilkesimpulan Tim Terpadu, Masnelyarti menyatakan departemennya melihat dari sisi lingkungan, sementara itu DESDM melihat dari sisi pertambangan.

Dengan kata lain DESDM lebih memilih kucuran uang dari investor dengan mengorbankan lingkungan dan kesehatan masyarakat yang terdapat di dalamnya. Dengan alasan menciptakan ketakutan investor itulah DESDM menggugat balik WALHI dalam perkara ini sebesar 5 trilyun rupiah.

Sebelum sidang dilakukan, massa dari Aliansi Rakyat Gugat Newmont melakukan aksi dan bernyanyi di depan gedung sidang PN Jakarta Selatan, menceritakan tentang dampak pencemaran lingkungan yang terjadi di Teluk Buyat.

Tuesday, September 18, 2007

Seribuan Petani Labuhanbatu Duduki Lahan Konflik Sipef

http://hariansib.com/2007/09/18/seribuan-petani-labuhanbatu-duduki-lahan-konflik-sipef/


Rantauprapat (SIB)

Pasca aksi unjukrasa ratusan massa Kelompok Tani Berasatu (KTB) Labuhanbatu, Rabu 12 September lalu di kantor Bupati Labuhanbatu, massa tersebut kembali beraksi dengan menduduki lahan konflik dengan PT Sipef, Senin (17/9). Kali ini, jumlah massa yang diturunkan jauh lebih besar dari sebelumnya.

Aksi ini merupakan bagian dari ketidakpercayaan KTB terhadap Pemkan dan DPRD setempat. KTB menuding Pemkab Labuhanbatu tidak aspiratif terhadap penyelesaian sengketa tanah antara KTB dengan PT Sipef.

Pemkab dinilai tidak merealisasikan rekomendasi Komisi A DPRD Labuhanbatu yang teliti ulang Hak Guna Usaha (HGU) PT Sipef dan penghentian aktifitas kedua belah pihak yang bersengketa, di atas lahan konflik. Seribuan petani berjalan kaki menuju lahan konflik di Desa Meranti, Kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhanbatu. Setibanya di lahan, warga langsung memasang/ mendirikan tenda serta melakukan pebersihan di lahan yang diklaim tanah mereka. Massa juga mempersiapkan persediaan menginap di lahan sengketa itu.

Selang satu jam lamanya, Kapolsek Kampung Rakyat AKP J Sembiring bersama beberapa orang jajarannya, datang menemui massa. Dalam dialog polsek meminta agar massa tidak melakukan anarkis atau pelanggaran hukum.

Kapolsek juga menyarankan, penyelesaian sengketa tanah tersebut diselesaikan dengan kepala dingin. “Saat ini bulan Ramadhan, maka jangan kita nodai dengan aksi-aksi yang melanggarhukum”, pinta Kapolsek seraya menyarankan agar massa tidak perlu menginap di lahan dimaksud. Namun, Sabar dan Saeno yang menjadi koordinator massa, tetap bersikukuh akan menginap di lahan tersebut.

Pengamatan wartawan, hingga sore hari persiapan massa KTB untuk menginap di lahan konflik, semakin bulat. Sementara pihak perusahaan yang ditemui wartawan di kawasan kantor yang berdekatan dengan lahan konflik, enggan dikonfirmasi. Terlihat, pihak perusahaan kasuk-kusuk dengan surat menyurat terkait persoalan dimaksud. “Sabar ya pak, kebetulan yang berhak memberikan keterangan. Lagi sibuk”, pinta salah seorang karyawan bidang administrasi.

Saeno mengatakan, pihaknya akan melakukan penyisiran hari Selasa (18/9) di lahan sengketa. Pihaknya akan meminta para karyawan untuk meninggalkan lahan konflik. “Kita minta agar pihak perusahaan menghentikan aktifitasnya di lahan konflik ini,” tukasnya. (S25/p)

Monday, September 17, 2007

Reklaiming Kelompok Tani Bersatu

Pada hari Jumat, 20 Juli 2007 pihak DPRD Kab. Labuhan Batu telah merekomendasikan bahwa Pemkab harus bertindak aktif untuk menyelesaikan konflik agraria antara Kelompok Tani Bersatu, jaringan Serikat Tani Nasional di Prop. Sumatera Utara, dengan pihak perkebunan PT. Sipef .

Dalam surat rekomendasi bernomor 1462/DPRD/2007 yang ditujukan kepada Bupati Labuhan Batu disebutkan bahwa DPRD Kab. Labuhan batu telah menyimpulkan, diantaranya:
  1. Pihak PT. Sipef tidak dapat memperlihatkan dan tidak dapat memberikan foto copy ganti rugi tanah beserta ganti rugi tanaman tumbuh yang ada di atasnya sesuai dengan SK Landreform kepada DPRD yang difasilitasi KOmisi A DPRD Kab. Labuhan Batu.
  2. Pihak PT. Sipef dalam persidangan tidak kooperatif, sedangkan dari Kelompok Tani Bersatu selalu tepat waktu.
  3. Meminta Pemkab Labuhan Batu untuk melakukan penelitian ulang terhadap HGU PT. Sipef.
Pihak Kelompok Tani Bersatu juga telah menggunakan inisiatifnya untuk membangun komunikasi intensif dengan Bp. Sudarwanto, Wakil Bupati Kab. Labuhan Batu melalui serangkaian pertemuan dan desakan dengan aksi massa.

Namun, upaya dialog yang ditawarkan oleh Kelompok Tani Bersatu ditanggapi dingin oleh pihak Pemkab Labuhan Batu.

Oleh karenanya, pada hari Senin, 17 September 2007 Kelompok Tani Bersatu akan masuk ke lahan sengketa yang terletak di Kec. Kampung Rakyat Kab. Labuhan Batu untuk menjalankan hasil rekomendasi Komisi A DPRD Kab. Labuhan Batu.

Merosotnya Kehidupan Petani Tambak Ds. Tani Baru Akibat Operasi PT. Total Indonesia E&P

No : 001/sp/stt-dtb/h/07
Hal : Surat Pernyataan Kepada
PT. TOTAL INDONESIA E&P.
Lamp : -

MENIMBANG
  1. Permasalahan yang terjadi antara PT. TOTAL INDONESIA E&P dan Para Masyarakat Desa Tani Baru Kec. Anggana Kab. Kutai Kertanegara Prop. Kalimantan Timur (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali) dan Serikat Tani Tambak desa Tani Baru yang diakibatkan oleh armada operasional PT. TOTAL INDONESIA E&P yang merusak seluruh bantaran sungai Desa Tani Baru (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali).
  2. Tidak adanya respon dari PT. TOTAL INDONESIA E&P dalam menyikapi permintaan Masyarakat Desa Tani Baru (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali) untuk meyediakan sarana untuk memajukan produktifitas masyarakat.
  3. Undang-undang no 5 TAHUN 1960 (5/1960) tantang PERATURAN DASAR POKOK-POKOK AGRARIA
MENGINGAT
  1. Hasil konsolidasi warga tanggal 20 Agustus 2007 tentang kelanjutan nasib mayarakat Desa Tani Baru (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali) dan Serikat Tani Tambak desa Tani Baru yang + selama 4 tahun mengalami kegagalan panen dan sulitnya mendapatkan sarana pendidikan dan kesehatan.
  2. Situasi obyektif buruh tani tambak yang semakin terpuruk dan tidak sejahtera.
MEMUTUSKAN

Maka kami mayarakat Desa Tani Baru (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali) dan Serikat Tani Tambak desa Tani Baru yang selama ini merasa dan terbukti sangat dirugikan akan kegiatan kendaraan operasional PT. TOTAL INDONESIA E&P, akan terus mendesak PT. TOTAL INDONESIA E&P untuk memberikan semua tuntutan masyarakat Desa Tani Baru (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali) dan Serikat Tani Tambak desa Tani Baru hingga diberikannya tuntutan,

  1. PT. TOTAL INDONESIA E&P secepatnya memberikan kompensasi (ganti rugi) yang setimpal atas gagalnya panen yang diakibatkan Speed Boat operasional PT. TOTAL INDONESIA E&P berserta kontraktornya sejak awal jebolnya tambak hingga hari ini.
  2. PT. TOTAL INDONESIA E&P secepatnya mendirikan atau MEMBANGUN PENGHALANG OMBAK PERMANEN diseluruh bantaran sungai dalam teritori Desa Tani Baru (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali) untuk menanggulangi kerusakan berikutnya kemudian hari.
  3. PT. TOTAL INDONESIA E&P secepatnya memberikan hak-hak masyarakat sekitar Desa Tani Baru (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali) bantuan yang berupa bantuan penambahan bibit, bantuan teknologi terkini pertanian tambak, pembangunan tempat peribadatan, pembangunan sarana pendidikan, dan pembangunan sarana kesehatan yang memadai, berkualitas dan tidak diskriminatif untuk kesejahteraan masyarakat Desa Tani Baru dan sekitarnya
  4. PT. TOTAL INDONESIA E&P memerintahkan kepada seluruh armada operasionalnya untuk mengurangi kecepatan saat melewati teritori Desa Tani Baru (RT.06-Tanjung Nipah, RT.07-Prangat Pokok, RT.08-Pulau Seribu, RT.19 Pole Wali) dan sekitarnya agar tidak mengulangi kesalahan yang sama dikemudian hari.

Demikian surat pernyataan ini kami buat agar dapat diperhatikan dan dilaksanakan agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan oleh pihak manapun dikemudian hari dan seluruh pihak dapat melaksanakan aktifitas kesehariaannya tanpa ada pihak manapun yang merasa dirugikan.

Desa Tani Baru, 26 Agustus 2007

Catatan :

PT. Total Indonesia E&P adalah salah satu kontraktor bagi hasil migas (minyak dan gas bumi) terbesar di Indonesia. Perusahaan asal Perancis ini juga tercatat sebagai produsen gas terbesar di Indonesia dan memasok sekitar 60% dari kebutuhan kilang LNG Bontang.

Sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) BP MIGAS, Total Indonesia E&P memproduksi migas dari lapangan Bekapai, Handil, Tunu dan Peciko yang berada di wilayah Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

Pada hari Minggu, 26 Agustus 2007 lalu, ratusan anggota Serikat Tani Tambak sebagai jaringan Serikat Tani Nasional di Prop. Kalimantan Timur melakukan aksi massa di kantor PT. Total E & P Indonesie dengan menggunakan puluhan speedboat. Dalam aksi tersebut, Serikat Tani Tambak berhasil mendesak untuk diselenggarakannya tuntutan mereka melalui Pemkab Kutai Kertanegara.

Pada awal September 2007, upaya perjuangan Serikat Tani Tambak Ds. Tani Baru Kec. Anggana berhasil mendesak pemerintahan Kab. Kutai Kertanegara untuk membentuk tim khusus yang mengkaji konflik ini. Tim tersebut beranggotakan wakil dari pemkab, BP Migas setempat, Serikat Tani Tambak. DPRD dan PT. Total sendiri.

Hingga report ini diturunkan, proses kajian tengah berlangsung di lapangan.

Sunday, September 16, 2007

Bandara Internasional Jawa Barat, Mimpi Siapa yang Dibangun di Kertajati?

Kertajati-Majalengka. Pesawahan terhampar datar, dan kalau malam, gelap membuat pesawahan tampak seperti televisi layar datar yang tidak menyala dalam posisi ditidurkan. Cabe tumbuh di situ, padi, juga buah mangga. Sawah tadah hujan memang. Genset menyedot air, dan sumur bor yang jumlahnya sedikit. Kalau banyak sumur bor, takut menyedot persediaan air buat rumah-rumah yang menggerombol sekepal demi sekepal. Rumah-rumah dikepung sawah, dan penghuninya bangga tinggal di situ sebagai petani yang membuat bunga berkembang tepat pada musimnya. Tersenyum bangga, ketika tempatnya disebut salah satu lumbung padi Majalengka. Mereka kelihatan mengerti telah berkontribusi dalam upaya memenuhi kesediaan pangan tidak hanya bagi keluarganya.

Dalam benak mereka muncul ingatan soal kehidupan dulu, ketika bertani di awal-awal, dan belum terlalu bisa mencukupi kehidupan keluarga. Mereka telah hidup dari nol di sana. Listrik telah mereka usahakan datang. Tahun 1994, tiangnya terpancang. Untuk itu sudah berapa uang kolektif yang dikeluarkan buat bayaran resmi sekaligus tidak resmi. Lumpur di jalan yang mereka lalui tidak selutut lagi, sudah aspal di jalan, sekalipun banyak lubang. Kota tempat mereka tinggal telah mencitrakan diri sebagai kota agamis dan agraris. Mereka semakin merasa betah di sana, sebab sawah tidak hanya dipahami dari sekedar tempat padi tumbuh saja.

Tetapi pemerintah daerah dan provinsi berkehendak lain dengan kehendak petani yang ingin terus bertani di situ. Telah ada penelitian katanya, soal penelitian itu makan uang, terang lagi. Penelitian itu diadakan di Bandara Husen Sastra Negara, Ciparay-Bandung, Kalijati-Subang, Pengging-Cirebon, Jonggol, Sukani-Jatiwangi-Majalengka. Singkatnya Kertajati dipilih. Rencana pembangunan jalan tol CISAMDAWU konon jadi pertimbangan. Di sana Pemerintah Provinsi Jawa Barat bermimpi menegakan Bandara Internasional Jawa Barat. Jawa Barat tidak lagi punya itu, sebab Bandara Internasional Soekarno-Hatta jadi milik Banten.

Sekali lagi katanya, kata Pemerintah Provinsi Jawa Barat, membangun Bandara Internasional Jawa Barat itu mendesak bagi Jawa Barat, demi peningkatan arus barang dan jasa ke luar negeri yang potensi katanya cukup besar di Jawa Barat. Sebab Jawa Barat kata Pemerintah Provinsi Jawa Barat, sudah sedemikian termarginalkan dalam hal sarana pelabuhan dan bandara. Fasilitas milik DKI dan Banten yang sering digunakan. Dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat ingin punya sendiri. Kata Pemerintah Provinsi Jawa Barat (dengan sedikit dramatisasi dari penulis): Sudah cukup! Menggunakan Tanjung Priok untuk pelabuhan, dan Cengkareng untuk bandara. Dan itu membuat membuat pengiriman barang ke Jawa Barat jadi makan 8 jam.

Penelitian yang makan duit negera sebesar 2 milyar pun menyatakan Majalengka sebagai pemenang. Kertajati dipilih sebagai tempat buat landasan pesawat sesuai standar Fatergion Civil Aviation Organization. Investor dari Inggris, Malaysia, Singapur, Brunei, dan Jepang mau ikutan dalam proyek itu, tentu investor lokal diajak, dan pemerintah daerah kebagian, tapi pembagian keuntungannya tidak seperti yang diusulkan Soekarno: Indonesia 60% dalam dollar, dan kalian asing 40% dalam rupiah (dramatisir berikutnya dari penulis). Sialnya, petani di sana berkehendak lain dengan kehendak pemerintah provinsi-daerah, dan investor. Kehendak itu: mereka ingin terus bertani di sana, sebab dipindahkan dari sana, berarti hidup dari nol. Dan warga Jatigede yang dipindahkan ke Kertajati pun jadi pelajaran bagi mereka. Dulu mereka hidup di tempat yang banyak air, sekarang dipindahkan ke tempat yang kurang air.

Lantas mereka pun belajar dari warga pasar tradisional Kadipaten, tempat mereka belanja. Belajar dari usaha warga pasar tradisional Kadipaten yang menentang pusat pembelanjaan dibangun di gigir pasar tradisional. Pusat pembelanjaan itu bernama Surya, dan warga pasar tradisional menentang ketika Surya itu tegak. Petani Kertajati pun mengerti, bahwa mereka mesti menentang Bandara Udara Internasional Jawa Barat, ketika jauh-jauh hari, sebelum pembebasan. Atau kerepotan. Sesudah Amdal dibikin tepatnya mereka mengorganisir diri.

Mulanya keheranan sedikit demi sedikit diakumulasikan petani-petani itu. Pertama, sampel wawancara tim Amdal yang hanya dilakukan 20 orang saja. Kedua, peneliti Amdal hanya beberapa hari saja melakukan penelitian, padahal seharusnya empat bulan menurut surat tugas. Ketiga, pernyataan yang berupa tanda tangan 11 kuwu (Kepala Desa) dan camat yang menyatakan masyarakat siap mendukung, membebaskan tanah, rumah dan lain-lain untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat, padahal tidak ada musyawarah dengan masyarakat berkenaan soal itu. Keempat, tim Amdal mencatat dalam hasil Amdalnya bahwa tanah di Kertajati tidak produktif. Menuliskan dengan waktu tanam sekali dalam setahun dengan hasil rata-rata 1 hektar sama dengan 6 kwintal gabah kering (anehnya pemerintah daerah tidak keberatan dengan hasil Amdal yang melaporkan begitu, sekalipun mereka tahu itu artinya mereka gagal menjadi kota agraris yang seperti mereka gembor-gemborkan. Bupati pun menandatangani hasil Amdalnya dengan mudah). Padahal faktanya di Kertajati dalam 1 hektar menghasilkan 6 ton padi kering siap giling. Dinas Pertanian Kabupaten dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Majalengka malah melaporkan bahwa luas tanam di Kertajati 9441 hektar, luas panen 9060 hektar, hasil produksi 47.428 ton, dengan rata-rata produksi 52, 35 kuintal.

Petani pun lekas mengorganisir diri ketika di TVRI bupati mereka membuat pernyataan lagi bahwa mereka telah siap dipindahkan. Aksi pertama ke DPRD II Majalengka. Seperti biasa Bupati tidak mau menemui., ia memang terkenal begitu, malah yang biasa menghadapi aksi tidak lain Pemuda Pancasila yang jumlahnya hampir melebihi jumlah polisi yang dikeluarkan. Bupati hanya berjanji datang ke Kertajati, desa Sukamulya. Dan janji itu tidak ditepati.

Belum punya nama mulanya ketika aksi di Majalengka, lalu merasa punya nama ketika hendak aksi ke Jakarta, mereka menamai diri Forum Komunikasi Rakyat Bersatu Menolak BIJB (Bandara Udara Internasional Jawa Barat). Di bale desa mereka biasa berkumpul, ketika di rumah tidak lagi muat. Mereka memang merasa mesti mengepalkan tangan terang-terangan.

Dan mesti selesai panen untuk bisa pergi ke Jakarta, hasil panen pun mengongkosi mereka pergi. Maunya nemui Komisi V DPR RI malah ketemu Fraksi PDI P. Padahal kontak petani di Jakarta sudah mengabari Komisi V tidak bisa ditemui, untuk ditemui mesti menempuh cara yang naudzubillah himindzalik birokratisnya. Tetapi petani terkesan grasa-grusu bagi mereka yang tidak hapal alasan mereka untuk lekas-lekas aksi ke Jakarta. Keadaaan mereka setiap hari tertekan dengan pemberitaan koran yang menyatakan sawah mereka tidak produktif, dan tersiksa dengan pernyataan pejabat yang sampai ke telinga mereka. Salah satu pernyataan yang mengganggu itu adalah pernyataan bupati pada rapat koordinasi gubernur dengan komisi V DPR RI, yaitu : “bahwa kami masyarakat Majalengka yang jumlahnya sekian juta orang sangat menantikan pembangunan BIJB (Bandara Udara Internasional Jawa Barat) dan mendukung proyek tersebut untuk segera dibangun.” Beberapa dari mereka malah jadi dalam keadaan ingin memukuli Tim Amdal yang melaporkan tanahnya tidak produktif. ”lamun ka dieu deui mun teu ditenggeulan ku warga,” begitu kata celutukan salah satu mereka.

Corong-corong masjid telah digunakan untuk membewarakan pertemuan membicarakan rencana penolakan Bandara Internasional Jawa Barat. Ceramah pun tak sungkan bicara itu. Mereka terus ingin bertani di sini, tidak hanya memenuhi ketersediaan pangan yang bukan hanya untuk keluarganya. Impor beras bukankah selalu oligopoli?

Rendeng (musim hujan) nanti padi berlimpah. Hujan jadi berkah. Tapi koran boleh memberitakan sebaliknya, meniru mulut penguasa yang bicara dalam pidato resmi dan tak resmi, soal rakyat yang ikhlas dikorbankan demi proyekan dan siap di buang ke Lemah Sugih (apa kau mengingatnya tempat itu? Kecamatan di pojokan Selatan Majalengka yang memiliki peristiwa yang bernama Haur Koneng).

Di sawah tadah hujan itu. Rendeng nanti mereka bungah. Hasil panen, labanya bisa dibelanjakan, tidak hanya untuk sekedar buat membiayai sekolah. Ya rendeng nanti mereka semakin punya alasan untuk mengulang aksi 27 Agustus 2007 di Senayan. Ada hasil panen buat memenuhi segala kebutuhan mengorganisir diri buat menentang Bandara Internasional Jawa Barat.

Senayan 27 Agustus 2007, di tempat itulah, petani yang mengorganisir diri itu sempat menerbangkan pesawat-pesawatan kertas. Dan aksi simbolis itu boleh diartikan sebagai pesan yang bunyinya: tanahku produktif, tempat setidak produktif-produktifnya adalah tempat dibuat kebijakan yang menguntungkan selain rakyat saja. Dan pesawat-pesawatan kertas itu mendarat di tempat itu. Petani yang mengorganisir itu memang berkehendak pesawat tidak mau didaratkan di tempatnya. Tidak mau cabe, padi, buah mangga diganti landasan. Dan kehendak itu sudah kuat. Lalu akankah BPN akan jadi menolak konversi lahan pertanian yang terus berkurang? Dan lalu akankah Komisi V akan menyetujui alokasi dana dari APBN untuk pembangunan Bandara Internasional Jawa Barat? Petani yang mengorganisir diri di Kertajati itu menyaksikan pemerintahnya berpihak pada siapa.

Dasar-Dasar Pemikiran Penolakan.

Tim AMDAL telah merekayasa data. Disebutkan oleh tim tersebut bahwa lualitas tanah di Kertajati tidak subur. Dengan waktu tanam sekali setahun didapatkan hasil produksi 1 ha = 6 kw gabah kering siap giling. Dalam kenyataannya, 1 ha = 6 ton padi kering siap giling. Rekayasa data hasil produksi pertanian juga disampaikan oleh Dinas Pertanian kab. Majalengka dan Badan Pusat Statistik setempat yang menyebutkan bahwa pada tahun 2005 di Kec. Kertajati terdapat 9441 ha areal persawahan dengan 9060 ha areal panen. Dari luasan tersebut, produksi gabah kering giling hanya 47428 ton yang setara dengan 52,35 kw/ha.

Dalam melakukan penelitian di lapangan, tim AMDAL hanya melakukan wawancara terhadap 20 orang petani saja selama beberapa hari. Padahal menurut masyarakat Kertajati, sebagaimana sesuai dengan surat tugas, tim AMDAL seharusnya melakukan selama 4 bulan lamanya.

Pemerintahan Kab. Majalengka tidak pernah membuka dialog dengan masyarakat untuk mendapatkan informasi dan sosilisasi tentang keberadaan bandara tersebut. Kebohongan public juga dilakukan oleh 11 orang Kuwu [lurah] dan Camat Kertajati menyatakan klaim atas nama masyrakat yang siap mendukung dan membebaskan tanah, rumah, lading dan lain-lain untuk pembangunan bandara.

Mengingat, upaya pemerintah yang berniat melaksanakan revitalisasi pertanian, perikanan dengan memprioritaskan program lahan-lahan produktif untuk pertanian sebagai sector unggulan serta rancangan undang-undang tentang lahan pertanian abadi, adalah keliru membangun BIJB di atas 5000 ha lahan produktif petani Kertajati. Di sisi lain, waduk Jatigede di Kab. Sumedang yang telah mulai dibangun akan membantu mempermudah petani Kertajati memperoleh air bagi usaha pernaian mereka. Produksi pertanian jauh lebih optimal dibandingkan sebelumnya.

Disusun oleh Faisal N Faridduddin Jl. Brawijaya 71 Kadipaten-Majalengka 45452, jaringan Serikat Tani Nasional di Kab. Majalengka Prop. Jawa Barat.

Friday, September 14, 2007

Pernyataan Sikap Tentang Tugas Mendesak Komnas HAM 2007 - 2012

Pernyataan Sikap

WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), FSPI (Federasi Serikat Petani Indonesia), KONTRAS (Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan), RACA Institute, STN (Serikat Tani Nasional), WALHI DKI Jakarta, API (Aliansi Petani Indonesia), AMP (Aliansi Mahasiswa Papua), Front PEPERA PB (Front Perjuangan Pembebasan Rakyat Papua Barat)

TUGAS MENDESAK KOMNAS HAM PERIODE 2007-2012:

TUNTASKAN PENYELIDIKAN KASUS-KASUS PELANGGARAN HAM DALAM KONFLIK AGRARIA DAN KEJAHATAN LINGKUNGAN HIDUP

Pada tanggal 21 Juni 2007, DPR RI telah memilih dan menetapkan 11 (sebelas) orang anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) periode 2007-2012, untuk menggantikan anggota Komnas HAM periode 2002-2007.

Pergantian ini diharapkan tidak sekedar pergantian orang semata-mata, tetapi lebih strategis dari itu, diharapkan dapat meningkatkan kinerja Komnas HAM, khususnya dalam bidang penyelidikan kasus-kasus pelanggaran HAM berat dalam konflik agraria dan kejahatan lingkungan hidup, sebagaimana dimandatkan UU 39/1999 tentang Hak Asasi Mansuia dan UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM.

Agenda penyelidikan kasus-kasus dalam konflik agraria dan kejahatan lingkungan hidup ini menjadi agenda sangat penting dan seharusnya menjadi skala prioritas kerja Komnas HAM periode 2007-2012. Sebab, jika Komnas HAM gagal, maka Komnas HAM termasuk lembaga negara yang turut terlibat dalam agenda konspiratif untuk melanggengkan impunitas di Indonesia, dan menutup jalan keadilan yang bermartabat bagi rakyat korban, khususnya kaum petani dan masyarakat adat Indonesia.

Dalam kerangka di atas, setidaknya terdapat dua belas (dua belas) kasus prioritas yang wajib di selesaikan oleh Komnas HAM periode 2007-2012, yaitu:

  1. Kasus petani dan masyarakat adat Kajang versus PT London Sumatera (Lonsum) di Kabupaten Bulukumba di Sulawesi Selatan;
  2. Kasus Petani Tanah Awuk, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat versus Pemkab. Lombok Tengah dan PT Angkasa Pura I;
  3. Kasus Petani Kontu, Kabupaten Muna Sulawesi Tenggara
  4. Kasus warga Rumpin Bogor, Jawa Barat versus TNI Angkatan Udara;
  5. Kasus petani Alas Tlogo versus TNI Angkatan Laut (Pasuruan Jawa Timur);
  6. Kasus penembakan petani Runtu versus perusahaan HPH/perkebunan sawit PT Mitra Mendawai Sejati/Tanjung Lingga Group (Kab. Kota Waringin Barat, Kalimantan Tengah);
  7. Kasus PT Freeport Indonesia (PT FI) di Kabupaten Mimika, Papua;
  8. Kasus Lumpur Lapindo, Sidoarjo Jawa Timur;
  9. Kasus PT Newmont di Kabupaten Minasa, Sulawesi Utara
  10. Kasus PLTN (Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) Muria di Kabupaten Jepara, Jateng dan PLTN Madura di Jawa Timur;
  11. Kasus petani Ogan Komering Ilir (OKI) versus perusahaan perkebunan Sawit PT Persada Sawit Mas Mandiri (PSM);
  12. Kasus petani Lengkong, Sukabumi, Jawa Barat versus PT Tugu Cimenteng (perkebunan sawit)

Kasus-kasus di atas hanyalah sebahagian kecil kasus-kasus agraria dan kejahatan lingkungan hidup yang terjadi dan telah dilaporkan kepada Komnas HAM periode 2002-2007, namun belum ada kemajuan berarti dari penyelidikan Komnas HAM.

Oleh karena itu dengan tegas kami meminta dan mendesak Komnas HAM untuk:

  1. Segera bentuk Tim Adhoc Penyelidikan untuk Konflik Agraria dan Kejahatan Lingkungan Hidup, guna menuntaskan penyelidikan atas kasus-kasus di atas. Tim ini secara strategis juga mendata secara lebih akurat jumlah konflik agraria dan lingkungan hidup di Indonesia, guna diambil tindakan penyelesaian yang terukur secara hukum dan berperspektif HAM;
  2. Memaksimalkan peran dan kewenangan dalam rangka mewujudkan pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM atas kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.

Demikian pernyataan sikap ini disampaikan. Terima kasih.

Jakarta, 3 September 2007

Ratusan Petani Unjuk Rasa Ke Kantor Bupati Labuhanbatu

http://hariansib.com/2007/09/13/ratusan-petani-unjuk-rasa-ke-kantor-bupati-labuhanbatu/

Rantauprapat (SIB)

Ratusan petani yang bergabung dalam Kelompok Tani Bersatu (KTB) Labuhanbatu, Rabu (12/9) unjuk rasa ke kantor Bupati Labuhanbatu menuntut agar kasus-kasus tanah di Labuhanbatu diselesaikan oleh Pemkab Labuhanbatu. Beberapa spanduk besar dan kecil juga menghiasi aksi unjuk rasa tersebut. Pengunjuk rasa tiba di kantor Bupati Labuhanbatu sekitar pukul 10.00 WIB. Terjadi kemacetan dan antrean panjang sekitar setengah jam karena pengunjuk rasa tidak diberikan masuk ke halaman kantor Bupati sehingga mereka berkerumun di badan jalan lintas Sumatera persisnya di depan kantor bupati.

Setelah petugas Polres berada di lokasi unjuk rasa, pengunjuk rasa diarahkan untuk berkumpul di halaman kantor Bupati sehingga kemacetan yang lebih parah terhindar. Lima perwakilan KTB masuk ke ruangan Asisten I untuk bertemu dengan Asisten II Pontas Harahap dan beberapa perwakilan Pemkab.

Dalam pernyataan sikap KTB disebutkan agar Pemkab Labuhanbatu melakukan penelitian ulang atas dasar-dasar perolehan HGU PT Sipef agar ke depan tidak ada yang merasa dirugikan baik PT Sipef maupun masyarakat KTB. Pemkab Labuhanbatu juga diminta agar dapat menghentikan aktivitas kedua belah pihak pada lahan yang bermasalah sampai dengan permasalahan selesai.

Selain itu, Pemkab Labuhanbatu harus ikut bersama masyarakat untuk melakukan peninjauan lahan sengketa dan tegas dalam menjalankan hasil rekomendasi.

Setelah melakukan pertemuan beberapa jam, pihak KTB dan Pemkab Labuhanbatu menyepakati agar pertemuan selanjutnya dilaksanakan pada hari Rabu (19/9) di tempat yang sama. Pengunjuk rasa membubarkan diri dengan tertib setelah perwakilan mereka menyampaikan kesepakatan yang diambil, namun mereka mengharapkan agar pada pertemuan selanjutnya ada solusi yang menggembirakan. (S9/j)

Tambahan :

Kelompok Tani Bersatu Labuhanbatu adalah jaringan Serikat Tani Nasional di Prop. Sumatera Utara.

Wednesday, September 5, 2007

Padi Hibrida - Bila Harus Bergantung, Mana Untung?


http://www.kompas.co.id/

Berita Utama
Rabu, 05 September 2007

YUNI IKAWATI

Bila Indonesia ingin menjadi negara yang makmur, sejahterakanlah petani yang mencakup 70 persen populasi di negeri ini. Sayangnya, kondisi sebaliknyalah yang terjadi. Mereka belum pernah terentaskan dari kelas ekonomi terbawah meski bangsa ini telah menginjak usia 62 tahun kemerdekaan.

Bagi mereka saat ini, panen padi agar cukup untuk kebutuhan sehari-hari saja sudah sulit terpenuhi.

Namun, di pundak petani yang tak berdaya itu tersangkut beban begitu berat, yaitu memenuhi target meningkatkan produksi beras 2 juta ton per tahun, setara dengan 6,4 persen tahun ini dan 5 persen sampai tahun 2009.

Peningkatan produksi padi dalam tingkat yang berarti sulit dicapai hampir 20 tahun lalu. Hal ini ditunjukkan oleh terjadi pelandaian produksi padi sejak awal tahun 1990-an, yang hanya naik 0,2 persen hingga tahun 2004. Terus menyusutnya lahan subur di Jawa menjadi salah satu kendala petani sekarang.

Gangguan hama dan cuaca yang menyebabkan kekeringan dan banjir menjadi masalah besar lain akhir-akhir ini.

Arli Nurdin, petani penggarap dari Kecamatan Legon Kulon, Subang, misalnya, mengeluh kesulitan air karena sejak Juni tak hujan dan tidak ada air di Kali Cipunegara yang bisa dipompa untuk mengaliri 1 hektar (ha) sawahnya. Dalam hal benih padi, petani kebanjiran pasokan.

Menurut Mohamad Yamin Samaullah, Kepala Bidang Kerja Sama Penelitian dan Pendayagunaan Hasil Penelitian Balai Besar Penelitian Padi (BB Padi), pihaknya telah meluncurkan 190 lebih varietas padi unggul.

Meski begitu banyak varietas unggul yang diluncurkan, hal itu dirasa masih kurang karena masalah pelandaian (leveling off) tingkat produksi belum teratasi.

Upaya mengintroduksi padi hibrida, menurut Yamin, dilakukan sejak 2002 dengan meluncurkan padi Maro dan Lokan hasil pengembangan di Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi.

"Kini di Indonesia telah dilepas 31 varietas padi hibrida, enam di antaranya hasil rakitan BB Padi. Pusat penelitian padi tersebut tahun ini meluncurkan Hipa5 Ceva dan Hipa6 Jete. Varietas itu hak pemanfaatannya telah dialihkan kepada pihak ketiga," jelas Yamin.

Sebagian besar varietas padi itu dihasilkan 11 perusahaan benih swasta, di antaranya perusahaan joint venture dengan perusahaan multinasional. Masuknya perusahaan asing membuka kemungkinan introduksi varietas padi asing Miki dari Jepang, Longping Pusaka (China), dan PP (Amerika Serikat).

Dalam hal pengembangan padi hibrida hingga ke tahap komersial, China tergolong paling awal melakukannya. Perakitannya pertama kali tahun 1974 di bawah pimpinan Yuan Long Ping, Bapak Padi Hibrida. Padi hibrida kemudian masuk ke tahap komersial 1976, dengan pelepasan varietas padi hibrida yang diberi nama Nam You 2 dan Nam You 3.

Padi hibrida selanjutnya diuji coba untuk daerah tropis sejak 1979. Ada lebih dari 20 negara mengembangkan teknologi ini untuk kawasan tropis meskipun penanaman di kawasan tropis tidak sesukses di Negeri Tirai Bambu.

Produktivitas padi hibrida di China tertinggi 15,2 ton per hektar di tingkat penelitian dan 8,5-10,5 ton/ha, dan di tingkat petani rata-rata nasional 6,9 ton/ha atau 27,8 persen lebih tinggi dibandingkan dengan varietas biasa dengan produktivitas rata-rata 5,4 ton/ha. Perkembangan padi hibrida di China didukung oleh ketersediaan berbagai varietas unggul hibrida tak kurang dari 250 varietas dengan produktivitas 20-30 persen lebih daripada varietas inhibrida.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Achmad Suryana mengatakan, varietas yang dihasilkan BB Padi mempunyai tingkat heterosis 15-20 persen lebih tinggi dibandingkan dengan varietas IR64. Namun, varietas itu masih memiliki beberapa kelemahan terutama Maro dan Rokan. Keduanya rentan terhadap wereng batang coklat, hawar daun bakteri, dan tungro sehingga daerah pengembangannya terbatas.

Meski disebut-sebut memiliki tingkat produktivitas lebih baik dibandingkan dengan varietas inhibrida, Riza V Tjahjadi dari BioTani Indonesia melihat sejauh ini respons petani terhadap padi hibrida pasif. Pasalnya, tingkat produksi padi hibrida rata-rata 6,6 ton/ha, lebih rendah daripada produksi padi konvensional 7-8 ton/ha. "Selain peka terhadap hama, padi hibrida yang ada dipasaran kurang enak."

Menurut Arli, petani di Jawa Barat khususnya di Subang termasuk yang tidak tertarik membudidayakannya. Panen padi hibrida di Pusakanegara, bulan Maret lalu, misalnya, lebih rendah dibandingkan dengan padi Ciherang yang biasa ditanamnya. Hanya sekitar 5 ton/ha dan kualitasnya kurang bagus. "Padi Ciherang bisa 7-10 ton per hektar," urai Arli.

Ada sejumlah faktor padi hibrida tidak menarik bagi petani. Harga benih padi hibrida mahal, bisa enam kali lipat. Petani harus membeli benih baru setiap tanam karena benih hasil panen sebelumnya tidak dapat dipakai. Produksi benih rumit dan memerlukan areal tanam khusus.

Melihat sederet hambatan itu, introduksi padi hibrida tampaknya belum tepat waktu. Bagi petani, persoalannya jelas: bagaimana bisa untung. Meski begitu, pemerintah tetap akan mengembangkan padi hibrida. Tahun 2007 target penanamannya di sembilan provinsi seluas 135.000 hektar. Apakah program ini dapat mengatasi pelandaian produksi padi dan mengurangi impor beras? Kita lihat saja.