http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2009/10/16/82575/Oh-Bulog-Tekor-3
Jumat, 16 Oktober 2009, 03:43:49 WIB
Jakarta, RMOL. Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) dinilai lebih banyak mencari keuntungan ketimbang menjaga stabilitas harga beras.
Makanya lembaga yang dikomandoi Mustafa Abubakar tidak maksimal menjalankan fungsinya sebagai Public Service Obligation (PSO).
Demikian disampaikan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin..
“Sekarang posisi Bulog sederajat dengan perusahaan swasta, sehingga tidak bisa lagi diberikan kredit likuiditas Bank Indonesia. Otomatis Bulog mengejar laba setinggi-tingginya yang menyebabkan pembelian gabah dari petani dengan harga termurah,” katanya.
‘’Dalam hal ini petani dirugikan kok. Jadi, bisa dikatakan terobosan Bulog belum terlihat untuk mensejahterakan petani,’’ tambahnya.
Apa lagi, lanjutnya, Bulog menambah persyaratan dari 2 menjadi 5 agar gabah petani bisa dibeli, yakni kadar air maksimum 14 persen, kadar hampa/kotoran maksimum 3 persen, derajat sosoh 95 persen, beras kuning maksimum 3 persen, dan kandungan menir maksimum 2 persen.
“Hal ini tentunya semakin membatasi kemampuan Bulog untuk menyerap gabah dari petani,” tandasnya.
Berdasarkan penilain Henry, dan sejumlah pemerhati pertanian, serta bekas Wakil Ketua Komisi IV DPR, ada 7 kegagalan Perum Bulog. Sedangkan keberhasilan ada 4. Jadi, rugi (tekor) 3 (7 kegagalan – 4 keberhasilan = 3).
‘’Surplus Rp 102 Miliar’’
Mustafa Abubakar, Dirut Perum Bulog
Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Dirut Perum Bulog), Mustofa Abubakar mengatakan, tahun 2009 pihaknya menargetkan pengadaan beras 3,8 juta ton atau lebih tinggi dari realisasi tahun 2008 hanya mencapai 3,2 juta ton.
“Pencapaian pengadaan beras tahun 2008 yang cukup sukses telah menghentikan ketergantungan impor beras Indonesia, sehingga bisa menghemat devisa negara sebesar 500 juta miliar dolar AS,” ujarnya di Jakarta, belum lama ini.
Diungkapkan, keberhasilan Bulog berhasil menekan lonjakan harga beras, telah membuat kepercayaan Bulog untuk masuk ke komoditi lainnya seperti gula, jagung dan kedele.
“Neraca keuangan Bulog yang semula defisit Rp 500 miliar, saat ini (2008) surplus Rp 102 miliar,” ucapnya.
Menurutnya, Indonesia memiliki dua juta ton beras sebagai cadangan untuk rumah tangga miskin di seluruh Indonesia.
“Selain itu juga mempunyai persediaan (stok) beras 525.000 ton yang tersimpan di gudang-gudang Bulog sebagai upaya mengendalikan harga beras,” katanya.
Diungkapkan, penyaluran beras untuk masyarakat miskin di berbagai daerah setiap bulannya mencapai sekitar 300.000 ton. Penyaluran beras murah seharga Rp1.600 per kilogram itu dinilai lebih efektif dalam mengendalikan harga beras dibanding melakukan operasi pasar.
‘’Tengkulak Masih Merajalela’’
Donny Pradana, Ketua Umum Serikat Tani Nasional
Bulog dinilai belum berhasil menjaga kestabilan harga beras dalam negeri. Sebab, di beberapa daerah harganya sangat mahal gara-gara kekurangan stok. Ini berati belum berhasil menjaga cadangan pangan nasional.
Demikian disampaikan Ketua Umum Serikat Tani Nasional (STN), Donny Pradana. Selain itu, lanjutnya, Bulog juga belum berhasil menyelesaikan masalah tengkulak.
‘’Tengkulak masih merajalela tuh. Keberadaan mereka harus dibasmi,’’ ujarnya.
“Ini memperlihatkan Bulog belum berhasil menyentuh daerah-daerah penghasil beras untuk membeli langsung hasil panen petani,” tambahnya.
Hal lainnya, kata Donny, Bulog juga belum mampu memberikan harga yang maskimal buat pembelian gabah petani. “Harga gabah sekarang masih sangat rendah, sehingga belum bisa meningkatkan kesejahteraan petani,” katanya.
‘’Selain itu, penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin) juga belum maksimal,” ujarnya.
‘’Belum Ada Langkah Spektakuler’’
Ichsanuddin Noorsy, Pengamat Kebijakan Publik
Kinerja Bulog biasa-biasa saja, tidak ada langkah spektakuler yang dilakukan untuk menjaga ketahanan pangan nasional dan stabilitas harga beras.
‘’Bulog belum berhasil menjaga stabilitas harga beras. Sebab beberapa waktu lalu harganya terus melambung tinggi, yakni Rp 5.500 sampai Rp6.000 per kilogram,” ujar pengamat kebijakan publik, Ichsanuddin Noorsy, kepada’Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Anehnya, lanjut Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) itu, walau harga beras naik, tapi harga gabah dari petani tetap murah. Ini berarti tidak bisa menjaga harga gabah dan harga beras.
‘’Belum ada langkah spektakuler untuk mensinkronkan itu. Walau harga beras tinggi tapi petani dirugikan kok, karena harga gabah murah. Sedangkan harga pupuk mahal, sehingga biaya produksi sangat besar, tapi hasilnya tidak sepadan,’’ paparnya.
Menurut Noorsy, fungsi Bulog harus dipertegas lagi dengan mengembalikan fungsinya dalam menjaga stabilitas harga. Sebab, di era reformasi fungsinya bertambah, selain menjaga pengadaan pasokan dalam negeri, juga dituntut mencari untung.
“Bulog harus menjaga peredaran beras, menstabilkan harga, dan menjamin ketahanan pangan. Jangan disuruh mencari untung ,” katanya.
‘’’Hasilnya Sudah Lumayan Kok..’’
Andi Irawan, Pengamat Ekonomi Pertanian
Bulog selama dipimpin Mustafa Abubakar sudah bisa menjaga cadangan beras dalam negeri, sehingga tidak kekurangan bahan pangan lagi
‘’Hasilnya sudah lumayan kok. Jadi wajar bila diapresiasi. Sebab berhasil menjaga cadangan beras,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, Bulog juga berhasil melakukan penyaluran beras rakyat miskin (Raskin), yang dapat membantu rakyat miskin untuk memenuhi kebutuhannya.
“Pada tahun 2008 Bulog juga tidak impor beras lagi. Kebijakan ini menguntungkan petani. Sebab, kalau melakukan impor besar akan merugikan petani,’’ ujarnya.
Dikatakan, kebijakan tidak melakukan impor besar itu gara-gara pertanian dalam negeri berhasil melakukan swasembada beras.
Selain itu, lanjutnya, Bulog juga berhasil meningkatkan cadangan beras, sehingga bisa dikatakan kinerjanya sudah lebih bagus dibandingkan sebelumnya.
‘’Nggak Ada Perbaikan Deh...’’
Ahmad Yakub, Pemerhati Pertanian
Kinerja Badan Urusan Logistik (Bulog) di bawah kepemimpinan Mustafa Abubakar belum masksimal dalam menjaga ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Hal ini dikatakan pemerhati pertanian, Ahmad Yakub, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
‘’Nggak ada perbaikan deh, nasib petani tetap saja susah,’’ ucapnya. Dikatakan, sekarang Bulog mempunyai dua fungsi yaitu sebagai Publik Service Obligation (PSO) dan mencari untung.
‘’Bulog dibolehkan untuk mencari untung, sehingga kinerja mereka lebih konsentrasi mencari untung,” katanya.
Menurut Ketua Departemen Kajian dan Strategis Nasional Serikat Petani Indonesia (SPI) ini, saat pemerintah mengklaim swasembada beras, tapi nasib petani tidak mengalami peningkatan. Sebab, Bulog membeli gabah kering ke petani dengan harga di bawah rata-rata.
“Harga petani hanya Rp 2.400 per kilogram. Padahal keinginan para petani sebesar Rp 3.200 per kilogram sesuai dengan harga bahan-bahan pokok, “ katanya.
Dikatakan, Bulog gagal menyelamatkan produsen pangan dalam negeri. Sebab mereka masih melakukan impor beras dan gula, yang akhirnya merugikan para petani, terutama petani gula. Sebab, sampai sekarang gula ratifikasi masih membanjiri pasar.
“Lembaga ini juga tidak berhasil menjaga kestabilan harga beras, dan kebutuhan dalam negeri. Jadi, oh wajar kalau nilainya tekor,” katanya.
Dikatakan, Bulog lebih banyak berpihak kepada pedagang beras dibandingkan kepada petani. Sebab mereka dinilai lebih menguntungkan. “Ke depan Bulog harus menjadi lembaga yang tidak berorientasi keuntungan dan lebih berpihak kepada petani,” tandasnya. []
Tuesday, October 20, 2009
Daulat Pangan; Akses Pada Tanah dan Kerjasama Mempromosikannya
DALAM pertemuan tahunan VII pada 10 Oktober 2009 di Yogyakarta. Witoro (baju merah, sebelah kiri) selaku koordinator KRKP menegaskan strategi penguatan cadangan pangan komunitas sebagai salah satu upaya mempromosikan kedaulatan pangan. Hal ini mensyaratkan pengorganisasian komunitas yang baik di pedesaan.
-------
Dalam laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang hak atas pangan yang disusun oleh Komisi Hak Asasi Manusia PBB pada Bulan Februari 2004, kedaulatan pangan didefinisikan sebagai hak rakyat, komunitas-komunitas, dan negeri-negeri untuk menentukan sistem-sistem produksinya sendiri dalam lapangan pertanian, perikanan, pangan dan tanah, serta kebijakan-kebijakan lainnya yang secara ekologi, sosial, ekonomi dan kebudayaan sesuai dengan keadaan-keadaan khusus masing-masing.
Konsep kedaulatan pangan telah berkembang sedemikian rupa melampaui konsep ketahanan pangan yang lebih dikenal sebelumnya, Ketahanan pangan yang hanya bertujuan untuk memastikan tersedianya pangan dalam jumlah yang cukup dengan tanpa memperdulikan darimana dan bagaimana ia diperoleh. Sementara kedaulatan pangan patut menjamin segi-segi produksi, distribusi, konsumsi dan kelembagaan pangan.
Tanah Dalam Produksi Pangan
Segi produksi adalah hal mendasar dalam system pangan yang berkelanjutan. Hingga dewasa ini jaminan terhadap keamanan berproduksi masih jauh panggang dari api. Makin terpinggirkannya akses kaum tani terhadap tanah sebagai salah satu factor produksi pangan adalah penyebab besar kemerosotan pangan dalam negeri.
Salah satu fakta yang dihimpun Serikat Tani Nasional menunjukkan bahwa dalam sepuluh tahun terakhir tidak signifikan terdapat peningkatan luas area panen padi. Yang terjadi adalah sebaliknya, konversi lahan pertanian pangan menjadi lahan non-pertanian, baik melalui proses jual-beli maupun dengan jalan paksaan (perampasan/land-grabbing).
Niat mulia pemerintah untuk mencegah konversi lahan pertanian pangan melalui Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan yang disahkan DPR 16 September 2009, patut didukung. Namun sayangnya, pada Bab IV Pasal 27 Ayat (2) jelas dinyatakan bahwa korporasi juga diberi izin melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian. Korporasi yang dimaksud dapat berbentuk koperasi atau perusahaan inti plasma dengan mayoritas sahamnya dikuasai warga negara Indonesia. Hal ini patut dikhawatirkan sebagai ancaman mengingat sedemikian mungkin diselenggarakan Hak Guna Usaha atas korporasi yang pada akhirnya rentan terhadap praktek landgrabbing dengan dalih perluasan/ekstensifikasi lahan pertanian.
Fakta lain yang tak kalah pentingnya adalah kenyataan adanya monopoli penguasaan dan pemilikan atas tanah. Hal ini menyebabkan terpinggirkannya kaum tani dalam akses terhadap tanah yang pada gilirannya marak menimbulkan praktek persewaan tanah.
Sewa tanah adalah beban yang harus dibayar oleh petani penggarap atau buruh tani kepada tuan tanah yang menguasai tanah. Bentuk pembayaran beban tersebut berwujud uang atau barang dan tuan tanahlah yang menentukan bentuk pembayarannya. Salah satu wujudnya adalah bagi hasil panen pertanian. Di Jawa, hal ini banyak dikenal melalui sistem maro atau bagi paruh, mrapat (seperempat bagian untuk penggarap dan sisanya untuk tuan tanah) atau mertelu (sepertiga bagian untuk penggarap dan sisanya untuk tuan tanah). Beban sewa tanah seringkali memaksa kaum tani untuk memikul biaya produksi pengolahan tanah (bibit, pupuk, pestisida, alat kerja pertanian). Wujud yang lain dapat berupa pembelian tahunan atas sebidang tanah ataupun gadai tanah dari tuan tanah kepada kaum tani penggarap.
Tinggi atau rendahnya nilai sewa tanah sangat bergantung pada tingkat kesuburannya. Semakin baik kulitas tanah maka semakin mahal beaya sewa yang harus dibayarkan kaum tani penggarap. Namun ada fakta menarik lainnya. Takkala kaum tani berhasil meningkatkan produksi karena kesuburan tanah yang disewanya melalui organic farming, tuan tanah pun turut bergembira. Selain mendapatkan hasil dari surplus product pertanian dari kaum tani penggarap yang menyewa tanahnya, Sang Tuan Tanah juga mendapati bahwa tanahnya kembali menjadi subur. Yang pada giirannya, hal tersebut menambah nilai atas tanah dan membuatnya meninggikan nilai sewa tanah di masa selanjutnya.
Bila Undang-Undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dilaksanakan dengan lebih memberi perhatian kepada usaha pertanian pangan kaum tani. mengakhiri system sewa tanah dan menaikkan upah buruh tani di pedesaan maka hal tersebut dapat meringankan penderitaan kaum tani.
Menjalin Kerjasama
Persatuan antara Serikat Tani Nasional dan kalangan gerakan sosial dalam Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) didasari pada kesatuan program dan aksi untuk mempromosikan kedaulatan pangan yang disangga oleh empat pilar utama; reforma agrarian, produksi, konsumsi-distribusi dan kelembagaan pangan. Kerjasama tersebut sepatutnya saling menguntungkan dengan saling menghormati kemandirian antar unsur-unsur penyusunnya.
KRKP mempunyai mandat menjadi media kerjasama antar organisasi rakyat dalam mengatasi persoalan kelaparan dan mewujudkan hak atas pangan rakyat Indonesia dengan paradigma kedaulatan pangan. Pada Pertemuan Tahunan KRKP ke-6 di Prambanan akhir Nopember 2008 menyepakati dua hal penting, yaitu: pertama, fokus aksi KRKP pada persoalan cadangan pangan masyarakat, dan kedua, penguatan cadangan pangan masyarakat diwujudkan melalui kelembagaan pada tingkat komunitas, desa, kabupaten dan nasional.
Memperkuat kelembagaan cadangan pangan komunitas merupakan pilihan KRKP untuk menjawab persoalan kelaparan serta mewujudkan hak atas pangan rakyat serta kedaulatan pangan. Upaya ini sudah dirintis oleh anggota KRKP di masing-masing komunitas. Beberapa upaya tersebut tentunya meneguhkan kembali perjuangan bersama dalam KRKP, walaupun dilakukan dengan metoda dan pendekatan yang berbeda.
Hari Pangan Sedunia 2009
Dalam peringatan Hari Pangan Sedunia (HPS) 2009, KRKP terlibat dalam Panitia Bersama Masyarakat Sipil untuk Peringatan HPS 2009 serta Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian berupaya membangun ruang dialog para pemangku kepentingan untuk membahas persoalan ketahanan pangan. Kegiatan tersebut diselenggarakan pada 8-10 Oktober 2009 lalu di Yogyakarta.
Negara melalui Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) telah menyusun penjabaran dari strategi pembangunan nasional Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2005-2009 sebagai panduan menuju ketahanan pangan Indonesia. KUKP yang ditandatangani oleh Presiden ini merupakan upaya untuk melaksanakan Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Pangan, Peraturan Pemerintah Ketahanan Pangan dan peraturan terkait pembangunan di bidang pangan lainnya. Dokumen KUKP berisi penjelasan konsep dasar ketahanan pangan, kondisi ketahanan pangan periode 2000-2004, kondisi lingkungan strategis pembangunan ketahanan pangan yang mencakup masalah, tantangan dan peluang, serta kebijakan umum dan kebijakan operasional atau rencana aksi ketahanan pangan 2006-2009.
Kebijakan ini diharapkan menjadi dasar pola pikir dan pola tindak bersama (common platform) bagi para stakeholders tentang peran dan upaya dalam mewujudkan ketahanan pangan. Dokumen ini juga memuat butir-butir kebijakan umum ketahanan pangan yang terdiri dari 14 elemen penting, yakni : (1) Menjamin Ketersediaan Pangan, (2) Menata Pertanahan dan Tata Ruang dan Wilayah, (3) Mengembangkan Cadangan Pangan, (4) Mengembangkan Sistem Distribusi Pangan yang Adil dan Efisien, (5) Menjaga Stabilitas Harga Pangan, (6) Meningkatkan Aksesibilitas Rumah Tangga terhadap Pangan, (7) Melakukan Diversifikasi Pangan, (8) Meningkatkan Mutu dan Keamanan Pangan, (9) Mencegah dan Menangani Keadaan Rawan Pangan dan Gizi, (10) Memfasilitasi Penelitian dan Pengembangan, (11) Meningkatkan Peran Serta Masyarakat, (12) Melaksanakan Kerjasama Internasional, (13) Mengembangkan Sumberdaya Manusia, dan (14) Kebijakan Makro dan Perdagangan yang kondusif. Butir-butir KUKP tersebut diharapkan menjadi panduan bagi pemerintah, swasta dan elemen masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan ketahanan pangan di tingkat rumah tangga, tingkat wilayah dan tingkat nasional.
KUKP dan rencana aksi ketahanan pangan 2006-2009 akan berakhir pada tahun ini. Pemerintah saat ini sedang menyusun draf KUKP 2010-2015. Dan KRKP telah memberi masukan. Diantaranya adalah pentingnya pelaksanaan reforma agraria dan mengakhiri praktek sewa tanah.
Thursday, September 17, 2009
Ombudsman RI Tindaklanjuti Pengaduan KTPH-S
Asisten Ombudsman RI Jakarta, Sabarudin Hulu, SH (bertanda X), Dedy Irsan, Asisten Ombudsman Kantor Perwakilan Sumut dan NAD (bertanda XX) bersama staf Ricky (kemeja putih berlensa) menerima Pengurus KTPH-S pada Kamis, 20 Agustus 2009 di Rantauprapat. Pihak Ombudsman memberikan keterangan hasil pemeriksaan sementara dokumen KTPH-S dan menghimpun perkembangan informasi terkait sengketa tanah rakyat KTPH-S VS PT. Smart Corporation
-------
RANTAUPRAPAT, PINDO.
HGU PT. Smart Corporation Diketahui Bermasalah. Bukti Fisik Menguatkan Pengaduan Rakyat KTPH-S
Sebagai follow up dari dua buah surat pengaduan rakyat KTPH-S, masing-masing bernomor
044-Eks/KTPH-S/AK-LB/III/2009 tertanggal 14 Maret 2009, perihal mohon bantuan perlindungan hukum, politik dan HAM dalam proses mediasi penyelesaian kasus sengketa tanah rakyat KTPH-S seluas 3000 Ha yang telah dirampas di tahun 1969/1970 dan kini tanah tersebut dikuasai dan diusahai oleh PT. Smart Corporation Tbk Padang Halaban dan surat bernomor 045-Eks /KTPH-S/AK-LB/III/2009 tertanggal 19 Maret 2009, perihal laporan tentang buruknya kinerja lembaga/aparatur pemerintahan dalam peningkatan pelayanan publik, yang telah dilayangkan oleh rakyat KTPH-S kepada Ombudsman RI di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sabarudin Hulu, SH, Asisten Ombudsman RI dari Pusat Jakarta dan Dedy Irsan, Asisten Ombudsman RI dari kantor perwakilan Sumut dan NAD di Medan bersama stafnya, Ricky. Melalui telepon selular meminta kehadiran pengurus KTPH-S di klinik pengaduan masyarakat dan konsultasi, bertempat di suzuya plaza dan hotel rantauprapat, pada Kamis (20/8), guna memberikan keterangan hasil pemeriksaan sementara dari dokumen ataupun berkas-berkas yang dilampirkan dalam pengaduan rakyat KTPH-S dan seterusnya agar Ombudsman RI dapat
menindaklanjuti permasalahannya hingga dapat dicapai solusi ataupun targetan penyelesaiannya.
Dari hasil pemeriksaan sementara atas dokumen-dokumen KTPH-S yang telah diterima oleh Ombudsman RI di Jakarta, kata Sabarudin Hulu, SH alias Udin, diketahui bahwa salah satu HGU yang dimiliki PT. Smart Corporation bermasalah. Hal ini sesuai dengan hasil notulen rapat yang telah digelar oleh Pemkab Labuhanbatu bertempat di ruang rapat bupati Labuhanbatu pada hari selasa tanggal 14 Oktober 2008 lalu, yang dipimpin oleh Plt.
Setdakab Labuhanbatu Drs. Karlos Siahaan. “Dari hasil notulen rapat tersebut didapatkan informasi bahwa HGU PT. Smart Padang Halaban yang masih hidup ada 3 HGU sedangkan HGU yang sudah mati Cuma 1 (satu) yaitu HGU PT. Syarikat Putra yang luas + 372 Ha yang berlokasi di Panigoran Kecamatan Aek Kuo, keterangan ini seperti yang disampaikan oleh Kasie Sengketa tanah Kantor BPN Labuhanbatu, Sujono, SH dalam forum resmi tersebut”, ujarnya Udin.
Dari data ini dapat kita simpulkan sementara bahwa banyak persoalan sengketa tanah rakyat
yang timbul dipermukaan dikarenakan ketidak tertiban data administrasi tanah yang terdapat
di kantor BPN (badan bertanahan nasional). Kendati telah diketahui bahwa salah satu dari sekian banyak HGU (hak guna usaha) yang dimiliki oleh PT. Smart Corporation bermasalahan, namun mengapa institusi lembaga pemerintah seperti BPN masih belum juga mampu mengambil sebuah keputusan yang mengarah kepada penyelesaian sengketa, pungkasnya Udin lagi.
Selain data tersebut, kata Udin selanjutnya, dalam dokumen yang dikirimkan KTPH-S juga diketahui bahwa pada hari selasa tanggal 21 oktober 2008 lalu, tim tanah dari Pemkab Labuhanbatu telah melakukan peninjauan ke dalam sebahagian areal HGU PT. Smart Corporation Kebun Padang Halaban, dari hasil peninjauan lapangan tersebut di peroleh kesimpulan bahwa sesuai dengan penunjukkan oleh anggota kelompok tani padang halaban sekitarnya kepada tim peninjauan lapangan atas bangunan fisik (perkuburan dan sumur) adalah benar adanya.
Pada kesempatan itu, Ketua Umum KTPH-S Sumardi Syam menyampaikan informasi terkini terkait permasalahan ini kepada tim oimbudsman yang hadir bahwa pada medio bulan april 2009 lalu BPN RI Pusat Jakarta telah melayangkan surat mengenai permohonan pembatalan HGU PT. Smart Corporation yang ditujukan kepada kantor wilayah BPN propinsi sumatera utara yang ditembuskan kepada kantor BPN Labuhanbatu. Namun, hingga kini diketahui surat tersebut elum mendapatkan penjelasan dari kantor wilayah propinsi sumatera utara.
“Direktur konflik BPN RI Ibu Erna Moktar ketika ditemui perwakilan kami di jakarta mengenai penjelasan surat pembatalan HGU tersebut mengatakan bahwa pihaknya belum menerima penjelasan dari kanwil BPN propinsi sumatera utara. Kepada perwakilan kami di jakarta ibu Erna Moktar menegaskan bahwa pihaknya akan mengambil langkah tegas terhadap kanwil BPN
Propinsi Sumatera Utara bila tidak segera memberikan penjelasan terhadap surat tersebut dan memberikan limit waktu hingga akhir bulan agustus 2009 ini”, terangnya.
Mengenai informasi yang berkembang ini, Udin menanggapi, bahwa dirinya ditugaskan untuk menghimpun informasi yang berkembang di lapangan dan seterusnya hasil informasi yang dikumpulkan tersebut akan disampaikan kepada Tim Ombudsman RI yang menangani permasalahan ini. Direncanakan Tim Ombudsman RI akan segera turun ke lapangan untuk dapat melakukan mediasi kepada institusi yang berhubungan dengan permasalahan ini setelah informasi yang kami dapatkan terkumpul.
“Tim Ombudsman yang menangani persoalan ini telah dibentuk di pusat jakarta, direncanakan setelah kami memperolah data-data dan informasi yang berkembang dari lapangan, Tim tersebut akan segera turun untuk dapat mengambil langkah-langkah guna tercapainya penyelesaian dari masalah ini dan bila saatnya tim tersebut akan turun tentu akan memberitahukan kepada masing-masing pihak yang bersengketa sehingga dapat dipertemukan
satu sama lainnya untuk dicapai solusi pemecahan masalahnya”, tandas Udin.
Di akhir pertemuan tersebut Udin menjelaskan, bahwa saat ini lembaga Ombudman RI telah
memiliki kekuatan yudikatif untuk membuat keputusan atas pengaduan masalah yang disampaikan masyarakat kepada lembaga ini, hal ini didasari dengan telah dikeluarkannya
Undang-Undang nomor 25 tahun 2009 tentang pelayanan publik. Undang-undang tersebut telah disahkan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 18 Juli 2009 dan telah ditetapkan dalam lembaran negara RI tahun 2009 nomor 112.
“Dengan telah dikeluarkannya UU No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, maka tugas
lembaga ombudsman sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan publik dan seterusnya juga memiliki wewenang ajudikasi. Wewenang ajudikasi adalah proses penyelesaian sengketa pelayanan publik antar para pihak yang diputus oleh Ombudsman. Jadi, mengenai persoalan sengketa tanah antara rakyat KTPH-S dengan PT. Smart Corporation ini, lembaga ombudsman dapat membuat sebuah keputusan setelah melalui beberapa tahapan berlandaskan UU No. 25 tahun 2009 tersebut dan kami berharap pemerintah tentunya akan mendukung keputusan yang dikeluarkan oleh lembaga Ombudsman RI tersebut, sesuai dengan maksud dan tujuan undang-undang tentang pelayanan publik itu sendiri untuk
memberikan kepastian hukum dalam hubungan antara masyarakat dan penyelenggara dalam
pelayanan publik”, tegasnya Udin. (MS).
Disusun oleh Maulana Syafi.i, SHI - Sekretaris Umum Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya [KTPH-S], Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara.
Kabid BINKUM Polda SU Kunjungi Rakyat KTPH-S Di Areal Sengketa
KEPALA Bidang Pembinaan Hukum (Kabid Binkum) Polda Sumatera Utara, Kombes Drs. John Hendri, SH, MH, beserta rombongan berdiskusi di salah satu kemah rakyat KTPH-S dalam areal perkebunan PT. Smart Corporation Kebun Padang Halaban 15 Agustus 2009. Hal ini adalah salah satu upaya KTPH-S untuk menggalang aliansi luas bagi peneyelesaian sengketa agraria yang tengah mereka hadapi.
-------
LABURA, PINDO,
Menindaklanjuti surat permohonan perlindungan politik, hukum dan HAM yang telah dilayangkan KTPH-S (Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya) Kecamatan Aek Kuo Kabupaten Labuhanbatu beberapa waktu lalu, yang ditujukan kepada kapolda sumatera utara terkait penyelesaikan sengketa tanah antara rakyat KTPH-S VS PT. Smart corporation kebun padang halaban dan telah dilanjutkan dengan proses gelar perkara di Mapolres Labuhanbatu pada awal bulan juni 2009 lalu.
Kabid Binkum Polda sumatera utara, Kombes Drs. John Hendri, SH, MH, didampingi Kompol Erizal, SH dan tiga orang stafnya, bersama Iptu. Herry S, SH Kanit Tipiter Polres Labuhanbatu, Kanit Polsek Aek Natas/Aek Kuo dan Kapolpos Padang Halaban dan juga kanitpam PT. Smart corporation H. Syarifuddin Lubis beserta dua orang stafnya mewakili management PT. Smart corporation, secara bersamaan, pada Sabtu Sore (15/8) sekira pukul 16.30 wib pekan lalu, melakukan silaturrahmi dengan mengunjungi para petani KTPH-S di areal sengketa perkebunan kelapa sawit milik perusahaan agrobisnis itu yang terus diduduki masyarakat KTPH-S, kecamatan Aek Kuo kabupaten Labuhanbatu Utara.
Ketua Umum KTPH-S Sumardi Syam dalam sambutannya menyampaikan ucapan selamat datang kepada kabid binkum poldasu beserta rombongan. Kehadiran mereka di areal pendudukan rakyat KTPH-S sudah lama dinantikan guna menjalin tali silaturahmi serta ingin mendapatkan arahan dan penyuluhan hukum sehingga rakyat KTPH-S dalam memperjuangkan hak-haknya tidak sampai terjerumus kepada pelanggaran aturan maupun prosedur hukum yang berlaku.
Pada kunjungan perdananya tersebut, kabid binkum poldasu mengatakan, kehadirannya ke tengah-tengah sekitar tiga ratusan petani KTPH-S yang hadir pada kesempatan itu adalah guna menyambung tali silaturahmi di samping menjalankan instruksi kapoldasu agar dapat memberikan arahan dan penyuluhan hukum kepada masyarakat dan aparat dalam wilayah hukum propinsi sumatera utara, khususnya kepada rakyat KTPH-S yang tengah menghadapi proses persidangan perkara perdata kepemilikan tanah di PN Rantauprapat.
“Kapoldasu menginstruksikan kepada saya dan rekan-rekan untuk dapat bekerja menjangkau seluruh wilayah hukum propinsi sumatera utara dengan tujuan untuk dapat memberikan arahan dan penyuluhan hukum di daerah-daerah rawan konflik sengketa tanah seperti di daerah labuhanbatu ini, agar masyarakat yang tengah berjuang menuntut hak-haknya tidak menyalahi aturan dan prosedur hukum yang berlaku, sehingga tidak timbul permasalahan baru dari sebab masalah yang ada”, demikian katanya.
Lebih lanjut dijelaskannya, langkah yang kini ditempuh oleh petani KTPH-S dalam menuntut hak-haknya dengan memasukan gugatan perdata ke PN Rantauprapat dinilai sudah tepat dan benar, hal ini sesuai prosedur hukum yang berlaku. Langkah tersebut seperti apa yang telah dilakukan oleh masyarakat mabar, yang mana perkara perdatanya melawan PT. KIM dan PTPN II Mabar telah dimenangkan dalam putusan peninjauan kembali oleh mahkamah agung beberapa waktu lalu.
“Serahkan persoalan ini sepenuhnya kepada majelis hakim yang menyidangkan perkaranya. Kepada rakyat KTPH-S diharapkan dapat melengkapi bukti-bukti maupun dokumen-dokumen yang dapat meyakinkan hakim sehingga dapat mengambil keputusan yang seadil-adilnya. Saya ketahui seperti yang telah ditunjukan oleh penerima kuasa rakyat KTPH-S bahwa bukti-bukti KRPT/KTPPT yang dimiliki petani KTPH-S persis seperti bukti-bukti yang dimiliki oleh masyarakat Mabar. Saya yakin sepenuhnya bahwa tuntutan rakyat KTPH-S akan dimenangkan oleh hakim. Yang harus kita lakukan saat ini adalah mendesak terus majelis hakim sehingga dapat segera menyelesaikan sidang perkaranya dan mengambil keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap”, pungkas beliau.
Pihak kepolisian, menurut kabid binkum akan tetap menghormati sepenuhnya apapun keputusan yang akan ditetapkan oleh majelis hakim PN rantauprapat dalam perkara ini. Bila keputusan telah ditetapkan dengan kekuatan hukum tetap dan seterusnya akan dilakukan eksekusi atas putusan hakim tersebut, pihaknya akan dengan tegas mengawal keputusan itu untuk pelaksanaan eksekusi di lapangan sehingga tidak muncul konflik baru atas putusan hukum tersebut.
Kendati masa sidang mediasi telah dinyatakan gagal oleh hakim mediator, namun demikian bilamana masing-masing pihak dapat melakukan upaya-upaya perundingan untuk berdamai dalam menyelesaikan persoalan ini tentu akan tetap diterima. Karena sesungguhnya di mata hukum keputusan yang tertinggi adalah keputusan perdamaian, karena perdamaian itu adalah indah sekali rasanya, imbuhya.
Dicontohkannya, kendati keputusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap telah diputuskan oleh mahkamah agung dalam perkara perdata antara masyarakat mabar melawan PT. KIM dan PTPN II, namun upaya-upaya perdamaian hingga kini masih tetap dan terus dilakukan oleh masing-msing pihak. Hal seperti ini juga akan dialami oleh masyarakat KTPH-S, bilamana putusan PN Rantauprapat telah berkekuatan hukum tetap dan telah diajukan permohonan eksekusi oleh masyarakat, sebelum permohonan eksekusi dijalankan, majelis hakim kembali akan menawarkan jalan perdamaian guna mencari solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak, namun bila perdamaian kembali mengalami kebuntuan maka eksekuti dapat dilakukan, ujarnya.
Oleh sebab itu, pengurus dan kuasa hukum rakyat KTPH-S seyogyanya sejak dini sudah harus memperhitungkan tentang perkiraan harga-harga bila diputuskan untuk menerima ganti rugi uang atas tuntutannya atau merumuskan pola-pola pembagian lahan yang diperjuangkan secara benar sesuai proporsionalnya masing-masing sehingga tidak timbul persoalan baru dikemudian hari setelah putusan hukum ditetapkan oleh majelis hakim, tambahnya.
Selama pertemuan yang berlangsung lebih kurang satu setengah jam tersebut, kabid binkum poldasu secara serius menyampaikan kepada petani agar selama proses persidangan perdata di PN rantauprapat berlangsung supaya masing-masing pihak dapat menahan diri dan jangan sampai terpancing emosi dengan hasutan ataupun provokasi yang dihembuskan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga merugikan petani sendiri maupun pihak perusahaan.
Hal yang paling penting saat ini untuk dijaga secara bersama oleh masing-masing pihak adalah menciptakan situasi dan kondisi yang kondusif, aman dan damai di dalam areal sengketa. Masing-masing pihak diharapkan agar dapat bersabar menunggu putusan majelis hakim, karena menurut ajaran agama orang yang sabar adalah orang yang dekat dengan Tuhannya. Orang yang dekat dengan tuhannya tentunya akan didengarkan Tuhan apa yang menjadi permintaan dalam setiap doa-doanya, tuturnya kabid binkum.
“Saya ingatkan dengan tegas, agar jangan sampai terjadi tindakan anarkis seperti pengrusakan ataupun penjarahan di dalam areal perkebunan, karena bila hal ini terjadi pihak kepolisian tidak segan-segan untuk mengambil tindakan tegas sesuai kesimpulan hasil mediasi yang telah ditanda tangani oleh masing-masing pihak tempo hari di mapolres labuhanbatu dan bila ditemui ada intimidasi ataupun ancaman dari oknum aparat hukum segera di photo, dicatat namanya dan segera dilaporkan ke pores labuhanbatu agar dapat ditindak tegas sesuai aturan hukum yang berlaku, saya tidak segan-segan untuk menindak siapapun, baik dari pihak petani, perusahaan maupun oknum-oknum polisi sekalipun yang coba memancing kericuhan akan ditindak tegas”, tegasnya.
Dalam kesempatan tersebut Kabidbinkum Poldasu juga memberikan kesempatan kepada Kanitpam PT. Smart Corporation H. Syrifuddin Lubis dan Bornok yang dituding masyarakat KTPH-S gemar melakukan hasutan maupun provokasi kepada anggota KTPH-S untuk menyampaikan tanggapannya. Kendati telah berulang kali diberikan waktu oleh kabid binkum poldasu untuk menanggapinya, namun keduanya hanya menjawab dengan mengatakan, “Pas”!, saja. Bak kata pepatah lama, lempar batu sembunyi tangan. (MS)
Disusun oleh Maulana Syafi'i, SHI - Sekretaris Umum Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya [KTPH-S], Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara.
Tuesday, September 15, 2009
Pengurus KTPH-S Siap Dipanggil Kapolri Jika Diperlukan
MAULANA Syafi'i, SHI sesaat berada di kantor sementara Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional di bilangan Rawamangun, Jakarta. Ia datang dari Labuhan batu, Sumut dengan membawa mandat KTPH-S untuk menyampaikan surat protes ke berbagai instansi berkait dengan konflik tanah yang tengah dialami. Salah satunya adalah Kepolisian RI.
-------
LABURA, PINDO.
Ketua II KTPH-S : “M. Jamaluddin, Manusia Berkepala Dua, Pengkhianat Rakyat dan Perusahaan”
“Perjuangan, bukanlah sebuah perjalanan hidup yang mulus dan bertabur bunga melainkan jalan yang penuh onak dan duri, terkadang menanjak tajam dan menukik dalam jurang”. Demikian pepatah kuno yang kerap menggelayuti jalannya perjuangan rakyat KTPH-S (kelompok tani padang halaban sekitarnya) dalam menuntut pengembalian lahan milik mereka yang telah dirampas secara paksa oleh perusahaan perkebunan PT. Plantagen AG di tahun 1969/1970 dan kini tanah tersebut dikuasai dan diusahai oleh PT. Smart Corporation kecamatan aek kuo kabupaten labuhanbatu utara.
Kendati upaya perjuangan rakyat KTPH-S kini menempuh jalur kepastian hukum menunggu proses persidangan demi persidangan yang tengah digelar di PN rantauprapat, namun masih saja ada segelintir orang yang seolah ingin menjadi pahlawan kesiangan dan mencari muka di hadapan perusahaan agro bisnis group sinar mas ini dengan berbagai cara agar mendapatkan penghargaan, pujian dan sedikit uang untuk membeli sesuap nasi, meski harus menjadi seperti “manusia berkepala dua” atau juga ibarat pepatah modern, “jeruk makan jeruk” antara lain, dengan cara menimbulkan polemik ke hadapan publik dengan menerbitkan pemberitaan miring di media cetak terkait persoalan ini.
Demikian diungkapkan Ketua II KTPH-S DJ. Manik kepada wartawan di areal pendudukan rakyat KTPH-S, Rabu (9/9), menanggapi pemberitaan miring yang diterbitkan surat kabar mingguan Forum Indonesia Baru pada edisi 65 tahun II/2009 terbit hari senin tanggal 7-14 september 2009 yang berjudul Kapolri segera seret oknum pengurus KTPH-S, Koswari Labura akan adukan Maulana Syafi’i, SH.I ke Dewan Pers. Ini beri apa, karena kami yakini kapolri Jenderal Pol. Bambang Hendarso Danuri sendiri melalui Karo Analis mabes polri KBP. Wakin selaku penyidik utama Tingkat II Direktorat I Bareskrim Mabes Polri, telah mengetahui persoalan ini dan telah pula memberikan rekomendasi dalam saran tertulisnya agar persoalan ini dilaporkan ke poldasu untuk ditelusuri kebenaran hak atas tanah pada tanggal 4 maret 2009 lalu dengan agenda setum R/G-462/III/2009/Setum, saat Sekretaris Umum KTPH-S menemuinya di jakarta beberapa waktu lalu, terang Dj. Manik.
Sebelumnya di koran yang sama juga telah berulang kali diterbitkan pemberitaan miring tentang perjuangan KTPH-S. Namun ketika pengurus KTPH-S melayangkan bantahan berita melalui jasa email dan internet, ternyata bantahan tersebut tidak dimuat oleh koran yang berangkutan. Hal ini tentunya telah melanggar azas hukum yang tertuang dalam uu no 40 tahun 1999 tentang pers dan kode etik jurnalistik. Namun anehnya kenapa koran tersebut tidak juga menghormatinya ya? Tandasnya Dj. Manik dengan kening berkerut.
“Jadi, kami berharap kepada oknum-oknum wartawan yang lain maupun organisasi profesi wartawan yang belum atau kurang memahami persoalan perjuangan rakyat KTPH-S ini janganlah memberitakan hal-hal yang miring hanya untuk mempengaruhi anggota KTPH-S sehingga semangat juangnya menjadi kendor maupun mengkambing hitamkan perjuangan KTPH-S hanya untuk sesuap nasi. Bila ingin mencari sesuap nasi saja, rakyat KTPH-S juga bersedia untuk bersedekah karena hal itu merupakan sebuah ibadah. Namun langkah yang terbaik adalah sesama warga negara indonesia dapat menjad\lin kerjasama yang baik demi kemaslahatan dan kesejahteraan seluruh ummat di dunia”, pungkas Dj. Manik.
Diungkapkan Dj. Manik, dirinya cukup mengenal sosok M. Jamaluddin sejak kecil yang diketahui adalah anak angkat dari almarhum Mandor Kasdi mantan mandor besar perkebunan padang halaban di masa lalu. Menurut Dj. Manik, M. Jamluddin adalah wartawan yang memakan honor dari perusahaan perkebunan padang halaban. Akan tetapi hendaknya, jangan menjadi manusia berkepala dua. Di sini memberikan data kepada rakyat KTPH-S di waktu lain meneguk rupiah dari perusahaan.
“Saya masih ingat, ketika kami pulang dari sebuah pertemuan di kantor bupati labuhanbatu pada awal perjuangan KTPH-S di tahun 1998 lalu, saya bersama teman saya bernama Dukut dipanggil M. Jamaluddin di simpang panigoran kelurahan aek kota batu. Seketika itu juga kami menghampiri si pemanggil dan ternyata M. Jamaluddin memberikan selembar kertas foto copy yang berisi tentang pemberian lahan seluas 3000 Ha oleh PT. Plantagen AG kepada seluruh masyarakat (KTPH-S-red) yang lahannya dipindah alih kepada perusahaan. Bukti-bukti yang melemahkan perusahaan perkebunan padang halaban diberikan M. Jamaluddin kepada kami akan tetapi kenapa rakyak KTPH-S malah dikambing hitamkan dalam setiap pemberitaannya. Apakah ini bukan namanya manusia berkepala dua, berkhianat kepada rakyat dan perusahaan tempat mengais sesuap nasi?” tukas Dj. Manik.
Sementara itu, Ketua I KTPH-S Hadi Sudaryanto ketika diminta tanggapannya mengenai berbagai pemberitaan miring mengenai perjuangan rakyat KTPH-S di koran FIB tersebut kepada wartawan mengatakan, hal itu sudah mengarah kepada pelecehand an pencemaran nama baik seseorang. Sepengetahuannya, Maulana Syafi’i, SHI bukanlah kebal hukum. Akan tetapi dengan kesadaran yang tinggi dalam rangka menghormati azas hukum yang bersangkutan telah memenuhi panggilan polres labuhanbatu terkait pengaduan yang disampaikan Madju Tarihoran kepada mapolres Labuhanbatu dan telah pula diperiksa.
“Ketika juper M. Situmorang mempertanyakan perihal pekerjaan si Maulana Syafi’i, SHI pada saat pemeriksaan itu, yang bersangkutan mengatakan pekerjaannya wiraswasta. Namun oleh juper menginginkan jawaban yang jelas mengenai pekerjaan yang bersangkutan dan dijawab bahwa ia bekerja sebagai wartawan di salah satu surat kabar. Apakah ini yang dinamakan membawa-bawa profesi wartawan seperti yang ditulis dalam berita di FIB itu?”, ujarnya Hadi.
Selain itu, menurut Hadi, saat ini polres labuhanbatu telah menghentikan proses pemeriksaan kepada para pengurus KTPH-S yang telah diadukan oleh pelapor Madju Tarihoran. Karena hal ini telah ditindaklanjuti oleh polres labuhanbatu dengan melaksanakan gelar perkara pada awal bulan juni lalu di aula rupatama polres labuhanbatu dan dihadiri oleh kabid binkum poldasu Kombes. Drs. John Hendri, SH, MH. Dari hasil gelar perkara tersebut telah dicapai enam butir kesimpulan yang harus di taati dan dipatuhi oleh masing-masing pihak yang bersengketa, baik rakyat KTPH-S dan pihak PT. Smart Corporation.
Lantas apakah realitas tersebut di atas merupakan sebuah tindakan bahwa Maulana Syafi’i, SHI maupun pengurus KTPH-S lainnya pada kebal hukum? Tentunya tidak toh, dan pemberitaan yang telah diperbuat oleh oknum wartawan tersebut, menurut saya telah terpenuhi unsur pidananya yaitu menista dn memfitnah dengan lisan seperti yang diatur dalam pasal 310 dan pasal 311 KUHP, ujarnya Hadi.
Masih menurut Hadi, persoalan pemberitaan miring ini tidak usah ditanggapi serius oleh pengurus KTPH-S anggap saja angin lalu dn biarkan sajalah. Tinggal bagaimana sikap dari si korban pencemaran apakah akan menempuh upaya hukum atau bagaimana, karena kalau ditinjau dari segi isi berita yang disajikan dalam koran tersebut yang jelas bahan berita itu sudah berlalu alias berita basi karena, kejadiannya sudah berlalu beberapa bulan lalu dan oknum-oknum pengurus KTPH-S bukannya manusia yang kebal hukum tetapi taat akan hukum, tambahnya.
Ketika awak koran ini menemui Maulana Syafi’i, SHI di kantornya, Kamis (10/9), seputar pemberitaan miring menyangkut pencemaran nama baiknya di media cetak, kepada wartawan beliau mengatakan,”Yang muda sebaiknya bersabar biarlah yang tua ingin mengatakan apa saja sesuka hatinya, yang jelas yang muda belum tentu bersalah bukan. Lagian kabid binkum poldasu bapak kombes Drs. John Hendri, SH, MH pernah mengatakan orang yang sabar adalah orang yang dekat dengan Tuhan dan Insya Allah Tuhan akan mengijabah doa-doa orang-orang yang sabar”, katanya lugu. Wallahu Alam bi al showab. (MS)
Ajuan Hak Garap Kaum Tani Kalisalak
SERIKAT Tani Nasional mendukung upaya kaum tani dari Kalisalak untuk mengajukan hak garap sebagai salah satu upaya perjuangan reform untuk meperoleh pengakuan oleh negara atas tanah yang telah mereka produksi. Pada mulanya tanah tersebut adalah tanah terlantar yang berbatas langsung dengan kebun karet PTPN IX Ngobo.
Maju terus peruangan massa!
-------
Paguyuban Masyarakat Tani Kalisalak
Dusun Kalisalak Desa Lemahireng, Kecamatan Bawen, Kab. Semarang
No : kalisalak/01/IX/2009
Perihal : Permohonan hak garap atau hak pakai
Lampiran : -
KepadaYth,
Bupati Kabupaten Semarang
c.q. Kepala Kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Semarang
di Tempat
Assalammualaikum Wr.Wb
Kami yang tergabung dalam kelompok masyarakat petani dari Dusun Kalisalak bermaksud mengajukan jaminan kepastian atas usaha pertanian yang telah dirintis sejak tahun 1998.
Adapun usaha pertanian tersebut diselenggarakan di atas tanah seluas ± 41 hektar. Tanah usaha pertanian kami terletak sebelah timur laut perkampungan Kalisalak dan tepat berbatasan dengan areal perkebunan karet yang diusahai PTPN IX.
Pada tahun 1997-1998 areal tersebut adalah lahan tidur yang tak terurus. Mengingat sebagian besar masyarakat Dusun Kalisalak adalah petani tak bertanah yang tergolong miskin, maka kami memberanikan diri untuk mengelola lahan tidur itu demi meningkatkan taraf hidup. Alhasil, setelah lebih dari 10 tahun kami mengelola lahan tersebut, taraf kehidupan kami relatif membaik daripada sebelumnya. Dengan demikian, tanah tersebut telah memberikan nilai tambah bagi kehidupan masyarakat Dusun Kalisalak.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, kami yang terdiri dari 116 KK dimana ± 80 KK diantaranya adalah petani penggarap lahan tersebut, bermaksud mengajukan hak garap atau hak pakai sebagaimana ketentuan dalam Undang Undang Pokok Agraria Nomer 5 tahun 1960 pada pasal 41 sampai pasal 43. Hak ini kami ajukan kepada Pemerintah Kabupaten Semarang c.q. Kantor Pertanahan (BPN) Kabupaten Semarang, mengingat status tanah terlantar/lahan tidur adalah tanah negara bebas.
Demikianlah ajuan permohonan kami. Atas perhatian dan tanggapannya kami sampaikan terima kasih.
Wassalammualaikum Wr.Wb.
Kalisalak, 7 September 2009
Atas nama petani penggarap Kalisalak.
Mengetahui dan mendukung : RT1, RT2, RT3, RT4, RW, Kepala Dusun, Kepala Desa Lemahireng
Saturday, September 12, 2009
Gugatan Hukum KTPH-S : HGU PT. Smart Corporation CS Ditengarai Cacat Hukum
GAMBAR salah satu pos KTPHS yang didirikan saat melakukan aksi re-klaiming hak atas tanah yang dirampas perkebunan kelapa sawit PT. SMART Corporation kebun Padang Halaban. Paling tidak tercatat sembilan buah pos telah didirikan. Kini KTPH-S juga tengah menempuh upaya hukum sebagai bagian dari perjuangan reform yang mereka jalankan.
-------
PINDO, LABURA.
Gugatan perdata mengenai kepemilikan tanah rakyat KTPH-S (Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya) VS PT. Smart Corporation kebun padang halaban kecamatan aek kuo kabupaten labuhanbatu utara resmi digelar di PN rantauprapat. Pada sidang perdananya yang
telah digelar pada Jum’at (28/8) pekan lalu.
Kuasa hukum masyarakat KTPH-S Emmy Sihombing, SH dan Sahlan Matondang, SH telah mengajukan gugatan setebal 145 halaman kepada majelis hakim yang diketuai oleh Baslin Sinaga, SH, MH yang juga ketua PN rantauprapat. Demikian dikatakan Sekretaris Umum KTPH-S Maulana Syafi’i, SHI kepada wartawan di kantornya, pada Kamis (3/9).
Lebih lanjut dijelaskan Sekum KTPH-S ini, dalam gugatan tersebut diterangkan perihal hal ihwal akar permasalahan yang terjadi, dimana alas hak yang mendukung gugatan perdata tersebut adalah berupa KTPPT/KRPT disamping beberapa surat keterangan yang pernah dikeluarkan oleh kepala desa serta surat-surat lainnya dan bukti-bukti fisik berupa ribuan perkuburan masyarakat, sumur-sumur tua yang masih terdapat di areal perkebunan kelapa sawit milik perusahaan PT. Smart Corporation, juga diungkap mengenai kronologis penggusuran tanah milik rakyat KTPH-S yang telah memiliki kekuatan alas hak tersebut.
“Bahwa kepemilikan para penggugat (rakyat KTPH-S) atas tanah terperkara seluas 3000 Ha berdasarkan Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah (KTPPT) yang dikeluarkan oleh Kantor Reorganisasi Pemakaian Tanah (KRPT) Sumatera Timur yang dilindungi UU Darurat No. 8 Tahun 1954 yang didukung juga dengan surat keterangan kepala desa, surat ganti rugi yang diketahui kepala desa, surat penyerahan warisan, surat ketetapan iuran pembangunan daerah, surat tanda terima pembayaran wajib pajak hasil bumi, surat ketetapan pajak peralihan dan surat-surat lainnya”, ungkapnya.
Pemegang KTPPT/KRPT tersebut adalah merupakan para bekas buruh dari perusahaan perkebunan belanda yang bernama Sumatra Caoutchouc Maatschapiij NV. Marbau (SUMCAMA NV.), dimana para penggugat saat ini adalah sebagai anggota kelompok tani padang halaban sekitarnya yang terdiri dri para bekas buruh dari perusahaan SUMCAMA NV. yang masih hidup dan anak atau cucu para bekas buruh perusahaan itu yang telah meninggal dunia serta orang luar yang disepakati olehara bekas buruh dari perusahaan SUMCAMA NV. yang masih hidup dan anak atau cucunya untuk ikut masuk sebagai pemilik tanah terperkara tersebut.
Secara kronologis dapat diterangkan, bahwa para penggugat memperoleh tanah tersebut adalah dengan melalui proses yang dimulai pada tahun 1942 tentara Jepang menduduki dan mengusai
wilayah perkebunan SUMCAMA NV. dan demikian juga menguasai para buruh perusahaan tersebut serta memerintahkan agar para buruh mengganti jenis tanaman kelapa sawit dan sawit di dalam areal perkebunan tersebut menjadi tanaman jenis pangan seperti palawija dan sebagainya.
Pada tahun 1945 Presiden RI Soekarno menginstruksikan kepada seluruh rakyat Indonesia agar
seluruh areal perkebunan yang ditinggalkan oleh bangsa asing dibagi-bagikan kepada rakyat termasuk kuli/buruh perusahaan SUMCAMA NV. tersebut untuk ditanami tanaman sumber pangan guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan membantu keperluan logistik perjuangan kemerdekaan, dan untuk itu pada tahun 1945 tersebut areal perkebunan SUMCAMA NV. tersebut telah dibagi-bagikan kepada anggota/orang tua dan kakek anggota KTPH-S masing-masing kurang lebih dua hektare, yaitu sebagai berikut :
- Tanah bekas Divisi 1 yang diduduki rakyat dinamakan Desa Sidomulyo
- Tanah bekas Divisi Pabrik yang diduduki rakyat dinamakan Desa Karang Anyar
- Tanah bekas Divisi 2 yang diduduki rakyat dinamakan Desa Sidodadi/Aek Korsik
- Tanah bekas Divisi 3 yang diduduki rakyat dinamakan Desa Aek Ledong/Purworejo
- Tanah bekas Divisi 4 dan 5 yang diduduki rakyat dinamakan Desa Kartosentono/Brussel
- Tanah bekas Divisi 6 yang diduduki rakyat dinamakan Desa Sukadame/Panigoran
“Hal mana berarti hak anggota/orang tua dan kakek anggota KTPH-S atas tanah tersebut tetapi dilindungi oleh hukum, dan sejak tahun 1956 ini para penggugat/orang tua dan kakek para penggugat telah memiliki tanah tersebut secara sah (pemilik yang sah-red)”, tegasnya Maulana Syafi’i, SH.I seperti yang dinyatakan oleh kuasa hukum KTPH-S dalam gugatannya.
Selain memiliki KTPPT/KRPT, sebagai bukti kepemilikan atas tanah terperkara tersebut para penggugat juga memiliki bukti-bukti fisik berupa situs/artefac di atas tanah terperkara seperti adanya kuburan dan sumur di beberapa tempat di atas tanah terperkara, sebagai bukti bahwa rakyat KTPH-S memang benar sebagai pemilik tanah terperkara yang pernah menguasai dan mengusahai tanah terperkara tersebut. Dan Fakta ini telah dibenarkan dalam Tim Peninjauan Lapangan dalam laporan hasil pelaksanaan tugas peninjauan lapangan terhaap areal yang dipersengketakan antara KTPH-S dengan PT. Smart Corporation pada hari selasa tanggal 21 oktober 2008 lalu.
Sebagian para bekas buruh tersebut telah meninggal dunia sehingga demi hukum para ahli warisnya yang tergabung dalam anggora KTPH-S dan menjadi penggugat dalam perkara ini adalah mendapatkan hak atas tanah terperkara dari milik orang tuanya atau kakeknya yang telah meninggal dunia tersebut.
Sampai pada tahun 1969 para penggugat/orang tua dan kakek para penggugat telah lebih kurang 25 tahun menguasai tanah tersebut dan telah sekitar 13 tahun menguasai tanah tersebut dengan memakai alas hak yaitu KTPPT/KRPT dan didukung oleh surat keterangan kepala desa, surat ganti rugi yang diketahui kepala desa, surat penyerahan warisan, surat ketetapan iuran pembangunan daerah, surat tanda terima pembayaran wajib pajak hasil bumi, surat ketetapan pajak peralihan dan surat-surat lainnya.
Akan tetapi, pada tahun 1969 sampai dengan 1970 lokasi tanah rakyat KTPH-S tersebut dirampas oleh PT. Plantagen AG dengan menggusur/mengusir secara paksa dan intimidasi para anggota/orang tua dan kakek anggota KTPH-S serta menarik/merampas sebagian besar bukti-bukti surat kepemilikan KTPH-S yang berupa KTPPT/KRPT maupun surat-surat lainnya, sehingga anggota/orang tua dan kakek anggota KTPH-S menjadi terlunta-lunta dan terlantar tidak tahu mau kemana bertempat tinggal dan berusaha.
Bahwa penggusuran yang dilakukan oleh PT. Plantagen AG tersebut tidak didasari dengan suatu persetujuan/kesepakatan dari suatu hasil musyawarah antara anggota/orang tua dan kakek anggota KTPH-S dengan PT. Plantagen AG, sehingga penggusuran tersebut telah melanggar hukum, HAM dan peraturan landreform, oleh karena itu PT. Plantagen AG telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Penggusuran yang telah dilakukan oleh PT. Plantagen AG pada tahun 1969/1970 tersebut berkaitan dengan landreform yang pada masa itu diketahui dan difasilitasi oleh Bupati Labuhanbatu di rantauprapat (Tergugat 4-red), akan tetapi Bupati Labuhanbatu tidak memperjuangkan dan melindungi hak-hak para penggugat untuk mendapatkan ganti rugi dan lahan pengganti dari tanah para penggugat yang telah dirampas oleh PT. Plantagen AG, oleh karena itu Bupati Labuhanbatu juga telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Pada tahun 2001 para penggugat pernah menduduki kembali tanah terperkara tersebut, namun pada saat itu yang menguasai tanah KTPH-S adalah PT. Smart Corporation, PT. PP. Panigoran dan PT. Serikat Putra, namun masing-masing perusahaan yang digugat sebagai tergugat 1, tergugat 2 dan tergugat 3 tersebut menggusur dan mengusir secara intimidasi para penggugat.
Pada sekitar bulan maret 2009 para penggugat kembali menduduki sebagian tanah terperkara tersebut yang masih berlangsung sampai dengan gugatan perkara perdata ini diajukan di PN Rantauprapat, dimana pendudukan tersebut sebagai bukti bahwa rakyat KTPH-S tetap memperjuangkan hak miliknya atas tanah tersebut dan sekaligus menunjukkan bahwa tanah-tanah tersebut memang benar telah dan masih bermasalah.
Sejak rakyat KTPH-S digusur pada tahun 1969/1970 sampai dengan sekarang, perjuangan KTPH-S tidak pernah berhenti, melainkan tetap memperjuangkan haknya melalui jalur lembaga pemerintahan (eksekutif) dan jalur legislatif, akan tetapi rakyat KTPH-S belum juga mendapatkan haknya untuk menguasai dan mengusahai tanah milikya tersebut sebagaimana mestinya.
Meskipun permasalahan ini telah dilaporkan kepada Bupati Labuhanbatu dan Kantor BPN Labuhanbatu (sebagai Tergugat 6-red) dan diminta bantuannya terus menerus sepanjang dalam perjuangan rakyat KTPH-S untuk menyelesaikan permasalahan tanah tersebut, namun Bupati Labuhanbatu dan Kantor BPN Labuhanbatu, selain tidak memberikan usaha yang sungguh-sungguh ternyata Bupati Labuhanbatu dan Kantor BPN Labuhanbatu juga telah memberikan peran dalam penerbitan HGU (hak guna usaha), HGB (hak guna bangunan) maupun hak-hak pada pihak-pihak perusahaan perkebunan padang halaban atas tanah terperkara tersebut.
Masih menurut Sekum KTPH-S, dalam gugatan tersebut dinytakan perbuatan BPN Labuhanbatu menerbitkan HGU, HGB maupun hak-hak lainnya bagi PT.Smart Corporation, PT. PP. Panigoran dan PT. Serikat Putra, serta perbuatan Bupati Labuhanbatu memberikan data dan persetujuan/dukungan terhadap timbulnya HGU, HGB maupunhak-hak lainnya bagi perusahaan perkebunan padang halaban di atas tanah terperkara, demiian juga perbuatan perusahaan perkebunan padang halaban menguasai dan mengusahai tanah KTPH-S yang merupakan milik sah daripada KTPH-S adalah cacat hukum dan merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatig daad).
Oleh karena perbuatan PT. Plantagen AG merampas tanah KTPH-S tersebut telah melawan hukum maka apabila peralihan hak dari PT. Plantagen AG kepada pihak-pihak perusahaan perkebunan padang halaban, maka penggugat memohon kepada PN rantauprapat agar menyatakan peralihak hak-hak PT. Plantagen AG tersebut atas tanah terperkara di atas adalah tidak sah, batal demi hukum dan tidak berkekuatan hukum.
Akibat perbuatan Bupati Labuhanbatu dan BPN Labuhanbatu membiarkan rakyat KTPH-S
digusur/diusir oleh PT. Plantagen AG pada tahun 1969/1970 dan akibat dari adanya penguasaan pihak-pihak perusahaan perkebunan padang halaban di atas tanah terperkara maka rakyat KTPH-S telah tidak dapat menguasai dan menikmati tanah miliknya tersebut selama lebih kurang 39 tahun sehinga demi hukum telah menimbulkan kerugian bagi rakyat KTPH-S baik materiil maupun immateriil.
Kerugian materiil antara lain, selama lebih kurang 39 tahun rakyat KTPH-S telah mengeluarkan biaya-biaya transportasi, pengumpulan data-data dan informasi untuk menjalankan perjuangannya mendapatkan hak kepemilikannya selama ini. Apabila dinilai harga sewa atas tanah terperkara tersebut dari sejak tahun 1970 sampai dengan tahun 2009, maka wajarlah dapat dirata-ratakan harga sewanya satu juta rupiah pertahun untuk setiap satu hektarnya.
Kerugian immateriil antara lain, rakyat KTPH-S selaku pemilik yang sah atas tanah terperkara telah terhambat dan merasa terzhalimi haknya untuk mengusahai dan menikmati tanah miliknya tersebut dan telah menghabiskan waktu, tenaga dan pikiran yang pada prinsipnya tidak dapat dinilai harganya. Untuk memudahkan, rakyat KTPH-S menuntut pembayaran ganti kerugian materiil dan immateriil tersebut sebesar Rp. 1.127.000.000.000,- atau sejumlah satu trillyun seratus dua puluh tujuh miliar rupiah.
Disamping menuntut kerugian tersebut, rakyat KTPH-S dalam gugatannya juga memohonkan agar PN rantauprapat berkenan untuk menghukum para tergugat untuk membayar kerugian sebesar tersebut di atas kepada para penggugat. Selain itu, memohon kepada PN rantauprapat agar berkenan untuk meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) atas tanah terperkara.
Seluruh gugatan rakyat KTPH-S yang dituangkan dalam surat gugatannya setebal 145 halaman tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam sidang gugatan perkara perdata mengenai sengketa kepemilikan tanah seluas 3000 Ha antara rakyat KTPH-S vs PT. Smart Coporation Cs yang terletak di kecamatan aek kuo kabupaten labuhanbatu utara, akan dilanjutkan pada hari jum’at tanggal 11 september 2009 mendatang dengan agenda mendengarkan jawabah dari pihak-pihak tergugat. (MS)
Dituliskan oleh Maulan Syafi'i Sekretaris Umum KTPH-S Kav. Labuhan batu, Sumut
Monday, August 3, 2009
Gugatan Rakyat KTPH-S Didasari Atas Bukti Alas Hak Kepemilikan
GAMBAR bukti fisik yang masih banyak terdapat di areal perkebunan kelapa sawit milik PT. Smart Corporation Kebun Padang Halaban berupa pemakaman masyarakat. Salah satunya seperti terdapat di Dusun Pondok Lawas Desa Sukadame, Panigoran, Labuhan Batu
Terkait Sengketa Tanah KTPH-S VS PT. Smart Corporation.
Labuhanbatu, Pindo.
Menanggapi berbagai pemberitaan miring terkait sengketa tanah antara masyarakat Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPH-S) Kecamatan Aek Kuo dengan PT. Smart Corporation Kebun Padang Halaban yang banyak dilangsir media massa terbitan medan dengan menyebutkan bahwa Rakyat KTPH-S tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan mereka atas gugatan perdata sengketa tanah dengan PT. Smart Corporation.
Realitas ini jelas tidak benar karena tidak berdasarkan kompirmasi dan investigasi yang akurat wartawan yang memberitakan persoalan tersebut kepada pengurus KTPH-S, seperti yang diatur dalam KEJ maupun UU No. 14 Tahun 1999 tentang Pers, demikian dikatakan Sekretaris Umum KTPH-S Maulana Syafi’i, SH.I kepada wartawan di kantornya, Senin (3/8).
Lebih lanjut dijelaskan Maulana, bahwa sejak didaftarkannya gugatan perdata mengenai kepemilikan tanah rakyat KTPH-S yang saat ini dikuasai dan diusahai oleh PT. Smart Corporation Tbk Padang Halaban ke pengadilan negeri Rantauparapat pada tanggal 18 mei 2009 lalu dengan Register perkara no. 08/Pdt.G/2009/PN-Rap, hingga kini proses hukumnya baru akan menyelesaikan proses mediasi antara pihak-pihak.
Hal ini sesuai dengan aturan dari Mahkamah Agung RI bahwa proses mediasi dalam sidang gugatan perdata ditempuh selama kurun waktu 41 hari, selama kurung waktu tersebut hakim mediasi yang menyidangkan kasus ini sebagai mediator, harus menyampaikan saran dan pertimbangan ataupun himbauan kepada masing-masing pihak untuk menempuh perdamaian dan bila perdamaian tidak terjadi dari masing-masing pihak maka sidang gugatan perdatanya akan dikembalikan kepada majelis hakim yang mengadili perkara tersebut untuk dilanjutkan pada sidang-sidang berikutnya hingga mencapai sebuah keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
“Jadi jelas, sangat tidak benar sekali pemberitaan di beberapa media massa lokal yang menyatakan, bahwa tuntutan masyarakat KTPH-S tidak berdasarkan alas bukti kepemilikan atas tanah rakyat, sementara proses hukum di Pengadilan negeri Rantauprapat baru akan penyelesaian massa akhir sidang mediasi. Sidang belum mengarah kepada menghadirkan saksi-saksi ataupun bukti-bukti. Untuk diketahui publik, bahwa rakyat KTPH-S telah siapkan saksi-saksi dan bukti-bukti yang sangat mendukung tuntutannya. Kita lihat saja nanti saat sidang pembuktian”, pungkas maulana.
Selain pemberitaan miring seputar bukti-bukti yang dimiliki rakyat KTPH-S disebut-sebut tidak jelas, dalam koran lokal lainnya diberitakan bahwa tanah yang kini dipersengketakan oleh rakyat KTPH-S adalah tanah milik keluarga/keturunan kerajaan aek kuo ataupun keluarga Sulaiman Munthe.
“Pernyataan itu sungguh menggelikan sekali bagi saya, pasalnya Wakil Ketua Pengadilan Negeri Rantauprapat, Ellyta Ginting, SH, LL.N pada kesempatan gelar perkara di polres labuhanbatu beberapa waktu lalu, terkait permasalahan serupa ini dengan tegas menyatakan, bahwa kasus tanah ulayat/tanah kerajaan tidak ditemukan di Kabupaten Labuhanbatu, hal ini dikarenakan daerah Kabupaten Labuhanbatu pada umumnya dalah bekas kawasan perkebunan asing”, urai maulana.
Menanggapi hal ini, Kuasa Hukum rakyat KTPH-S, Emmy Sihombing, SH & Associates kepada wartawan mengatakan, pemberitaan miring yang sering dilangsir oleh media massa lokal umumnya mengkerdilkan perjuangan rakyat KTPH-S. Padahal sesungguhnya bukti-bukti yang dimiliki oleh rakyat KTPH-S dalam menuntut pengembalian tanah mereka yang telah digusur oleh PT. Plantagen AG di tahun 1969/1970 adalah disertai bukti-bukti otentik yang dapat dimenangkan hukum. Bukti-bukti tersebut diantaranya adalah KTPPT/KRPT, surat keterangan tanah yang dikeluarkan kepala desa serta didukung dengan bukti-bukti fisik berupa pemakaman masyarakat yang terdapat di di hampir seluruh divisi dalam areal perkebunan kelapa sawit milik PT. Smart Corporation kebun padang halaban.
“Bukti-bukti otentik yang dimiliki oleh rakyat KTPH-S sangat kuat sekali, bukti-bukti KTPPT/KRPT tersebut telah teruji kekuatannya di mata hukum sebagai alas hak atas tanah yang benar dan diakui undang-undang. Seperti Kasus sengketa tanah seluas 46, 11 Ha antara masyarakat Mabar yang diketuai Tugimin, dkk. dengan PT. KIM dan Eks. PTPN IX, dimana alat bukti rakyat mabar berupa KTPPT/KRPT tersebut telah dimenangkan oleh Mahkamah Agung (MA) RI dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Agung dalam perkara Peninjauan Kembali Perdata No. 94/PK/PDT/2004”, tegas Boru Hombing ini.
Dalam putusannya tersebut MA menyatakan antara lain, mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian dan menyatakan para penggugat adalah para penggarap yang sah dan mantan buruh perkebunan TMA (Tembakau Maskapai Aresboro), tambah Emmy Sihombing.
“Oleh karenanya Saya sangat kecewa setelah membaca pemberitaan di koran lokal yang mengatakan bahwa tuntutan masyarakat KTPH-S obscuur lebel, padahal proses persidangan di PN baru sidang mediasi dan belum mengarah kepada pokok perkara, kenapa begitu cepatnya wartawan koran lokal yang bersangkutan membuat dan menerbitkan pemberitaan yang justru kelak akan menjerat lehernya sendiri”, tungkas Emmy Sihombing.
Sementara itu, menyikapi permasalahan sengketa tanah antara rakyat KTPH-S dengan PT. Smart Corporation Padang Halaban yang sudah timbul belasan tahun lalu, Komisioner Komnas HAM RI, Jony Nelson Simanjuntak, kepada wartawan baru-baru ini mengatakan, persoalan sengketa tanah rakyat yang berkepanjangan dan hingga kini belum dapat diselesaikan oleh pemerintah (BPN-red) adalah imbas dari gejolak politik yang terjadi di masa silam saat awal rezim orde baru menguasai negeri ini disekitar periode tahun 1965 hingga 1970.
“Kekuasaan orde baru yang otoriter telah menyebabkan kesengsaraan rakyat yang berkepanjangan dan di periode tahun 1965 hingga 1970, hampir di seluruh wilayah di NKRI telah terjadi perampasan hak ats tanah rakyat yang dilakukan oleh pemerintah di satu pihak dan pengusaha di lain pihak yang menginginkan NKRI dikuasai oleh kaum kapiltalis dan imprealisme modern”, pungkas Jony.
Untuk persoalan kasus tanah rakyat ini, ujar Jony, pihaknya telah melayangkan surat kepada kepala kepolisian republik indonesia yang diteruskan ke Poldasu dan Polres Labuhanbatu dengan harapan agar pihak kepolisian di negeri ini dapat bersikap netral atas persoalan tanah yang berkepanjangan ini. Di satu sisi pihak perusahaan saat ini telah memiliki sertifikat HGU dan di sisi lain rakyat KTPH-S juga memiliki alat bukti kepemilikan yang cukup kuat di mata hukum dan cukup kuat pula untuk membatalkan sertifikat HGU milik perusahaan yang indikasinya HGU tersebut dikeluarkan oleh institusi pemerintah (BPN-red) tanpa prosedur yang benar yang diatur dalam undang-undang aaupun aturan mengenai penguasaan tanah oleh perkebunan, jelasnya. (MS)
Labuhanbatu, 3 Agustus 2009
Pengirim Berita,
Maulana Syafi’i, SH.I - Sekretaris Umum KTPH-S
Terkait Sengketa Tanah KTPH-S VS PT. Smart Corporation.
Labuhanbatu, Pindo.
Menanggapi berbagai pemberitaan miring terkait sengketa tanah antara masyarakat Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPH-S) Kecamatan Aek Kuo dengan PT. Smart Corporation Kebun Padang Halaban yang banyak dilangsir media massa terbitan medan dengan menyebutkan bahwa Rakyat KTPH-S tidak dapat menunjukkan bukti kepemilikan mereka atas gugatan perdata sengketa tanah dengan PT. Smart Corporation.
Realitas ini jelas tidak benar karena tidak berdasarkan kompirmasi dan investigasi yang akurat wartawan yang memberitakan persoalan tersebut kepada pengurus KTPH-S, seperti yang diatur dalam KEJ maupun UU No. 14 Tahun 1999 tentang Pers, demikian dikatakan Sekretaris Umum KTPH-S Maulana Syafi’i, SH.I kepada wartawan di kantornya, Senin (3/8).
Lebih lanjut dijelaskan Maulana, bahwa sejak didaftarkannya gugatan perdata mengenai kepemilikan tanah rakyat KTPH-S yang saat ini dikuasai dan diusahai oleh PT. Smart Corporation Tbk Padang Halaban ke pengadilan negeri Rantauparapat pada tanggal 18 mei 2009 lalu dengan Register perkara no. 08/Pdt.G/2009/PN-Rap, hingga kini proses hukumnya baru akan menyelesaikan proses mediasi antara pihak-pihak.
Hal ini sesuai dengan aturan dari Mahkamah Agung RI bahwa proses mediasi dalam sidang gugatan perdata ditempuh selama kurun waktu 41 hari, selama kurung waktu tersebut hakim mediasi yang menyidangkan kasus ini sebagai mediator, harus menyampaikan saran dan pertimbangan ataupun himbauan kepada masing-masing pihak untuk menempuh perdamaian dan bila perdamaian tidak terjadi dari masing-masing pihak maka sidang gugatan perdatanya akan dikembalikan kepada majelis hakim yang mengadili perkara tersebut untuk dilanjutkan pada sidang-sidang berikutnya hingga mencapai sebuah keputusan yang berkekuatan hukum tetap.
“Jadi jelas, sangat tidak benar sekali pemberitaan di beberapa media massa lokal yang menyatakan, bahwa tuntutan masyarakat KTPH-S tidak berdasarkan alas bukti kepemilikan atas tanah rakyat, sementara proses hukum di Pengadilan negeri Rantauprapat baru akan penyelesaian massa akhir sidang mediasi. Sidang belum mengarah kepada menghadirkan saksi-saksi ataupun bukti-bukti. Untuk diketahui publik, bahwa rakyat KTPH-S telah siapkan saksi-saksi dan bukti-bukti yang sangat mendukung tuntutannya. Kita lihat saja nanti saat sidang pembuktian”, pungkas maulana.
Selain pemberitaan miring seputar bukti-bukti yang dimiliki rakyat KTPH-S disebut-sebut tidak jelas, dalam koran lokal lainnya diberitakan bahwa tanah yang kini dipersengketakan oleh rakyat KTPH-S adalah tanah milik keluarga/keturunan kerajaan aek kuo ataupun keluarga Sulaiman Munthe.
“Pernyataan itu sungguh menggelikan sekali bagi saya, pasalnya Wakil Ketua Pengadilan Negeri Rantauprapat, Ellyta Ginting, SH, LL.N pada kesempatan gelar perkara di polres labuhanbatu beberapa waktu lalu, terkait permasalahan serupa ini dengan tegas menyatakan, bahwa kasus tanah ulayat/tanah kerajaan tidak ditemukan di Kabupaten Labuhanbatu, hal ini dikarenakan daerah Kabupaten Labuhanbatu pada umumnya dalah bekas kawasan perkebunan asing”, urai maulana.
Menanggapi hal ini, Kuasa Hukum rakyat KTPH-S, Emmy Sihombing, SH & Associates kepada wartawan mengatakan, pemberitaan miring yang sering dilangsir oleh media massa lokal umumnya mengkerdilkan perjuangan rakyat KTPH-S. Padahal sesungguhnya bukti-bukti yang dimiliki oleh rakyat KTPH-S dalam menuntut pengembalian tanah mereka yang telah digusur oleh PT. Plantagen AG di tahun 1969/1970 adalah disertai bukti-bukti otentik yang dapat dimenangkan hukum. Bukti-bukti tersebut diantaranya adalah KTPPT/KRPT, surat keterangan tanah yang dikeluarkan kepala desa serta didukung dengan bukti-bukti fisik berupa pemakaman masyarakat yang terdapat di di hampir seluruh divisi dalam areal perkebunan kelapa sawit milik PT. Smart Corporation kebun padang halaban.
“Bukti-bukti otentik yang dimiliki oleh rakyat KTPH-S sangat kuat sekali, bukti-bukti KTPPT/KRPT tersebut telah teruji kekuatannya di mata hukum sebagai alas hak atas tanah yang benar dan diakui undang-undang. Seperti Kasus sengketa tanah seluas 46, 11 Ha antara masyarakat Mabar yang diketuai Tugimin, dkk. dengan PT. KIM dan Eks. PTPN IX, dimana alat bukti rakyat mabar berupa KTPPT/KRPT tersebut telah dimenangkan oleh Mahkamah Agung (MA) RI dengan dikeluarkannya Putusan Mahkamah Agung dalam perkara Peninjauan Kembali Perdata No. 94/PK/PDT/2004”, tegas Boru Hombing ini.
Dalam putusannya tersebut MA menyatakan antara lain, mengabulkan gugatan para penggugat untuk sebagian dan menyatakan para penggugat adalah para penggarap yang sah dan mantan buruh perkebunan TMA (Tembakau Maskapai Aresboro), tambah Emmy Sihombing.
“Oleh karenanya Saya sangat kecewa setelah membaca pemberitaan di koran lokal yang mengatakan bahwa tuntutan masyarakat KTPH-S obscuur lebel, padahal proses persidangan di PN baru sidang mediasi dan belum mengarah kepada pokok perkara, kenapa begitu cepatnya wartawan koran lokal yang bersangkutan membuat dan menerbitkan pemberitaan yang justru kelak akan menjerat lehernya sendiri”, tungkas Emmy Sihombing.
Sementara itu, menyikapi permasalahan sengketa tanah antara rakyat KTPH-S dengan PT. Smart Corporation Padang Halaban yang sudah timbul belasan tahun lalu, Komisioner Komnas HAM RI, Jony Nelson Simanjuntak, kepada wartawan baru-baru ini mengatakan, persoalan sengketa tanah rakyat yang berkepanjangan dan hingga kini belum dapat diselesaikan oleh pemerintah (BPN-red) adalah imbas dari gejolak politik yang terjadi di masa silam saat awal rezim orde baru menguasai negeri ini disekitar periode tahun 1965 hingga 1970.
“Kekuasaan orde baru yang otoriter telah menyebabkan kesengsaraan rakyat yang berkepanjangan dan di periode tahun 1965 hingga 1970, hampir di seluruh wilayah di NKRI telah terjadi perampasan hak ats tanah rakyat yang dilakukan oleh pemerintah di satu pihak dan pengusaha di lain pihak yang menginginkan NKRI dikuasai oleh kaum kapiltalis dan imprealisme modern”, pungkas Jony.
Untuk persoalan kasus tanah rakyat ini, ujar Jony, pihaknya telah melayangkan surat kepada kepala kepolisian republik indonesia yang diteruskan ke Poldasu dan Polres Labuhanbatu dengan harapan agar pihak kepolisian di negeri ini dapat bersikap netral atas persoalan tanah yang berkepanjangan ini. Di satu sisi pihak perusahaan saat ini telah memiliki sertifikat HGU dan di sisi lain rakyat KTPH-S juga memiliki alat bukti kepemilikan yang cukup kuat di mata hukum dan cukup kuat pula untuk membatalkan sertifikat HGU milik perusahaan yang indikasinya HGU tersebut dikeluarkan oleh institusi pemerintah (BPN-red) tanpa prosedur yang benar yang diatur dalam undang-undang aaupun aturan mengenai penguasaan tanah oleh perkebunan, jelasnya. (MS)
Labuhanbatu, 3 Agustus 2009
Pengirim Berita,
Maulana Syafi’i, SH.I - Sekretaris Umum KTPH-S
Saturday, July 18, 2009
Konflik Tanah KTPHS vs PT. SMART Semakin Runcing Diberitakan Media Massa Lokal
Setelah Pengurus Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPH-S) membaca pemberitaan Surat Kabar Independen (SKI) Forum Indonesia Edisi 57/Tahun-II/2009, terbit Hari Senin tanggal 13-20 Juli 2009 pada halaman 4 yang berjudul KTPH tak dapat tunjukkan bukti tanah atas haknya. Dalam pemberitaan tersebut tampak sekali sikap wartawan SKI Forum Indonesia yang tidak profesional dalam melakukan investigasi berita, karena pemberitaan tersebut tidak berimbang atau dalam arti hanya mengambil keterangan dari sepihak saja tanpa melakukan cros chek kepada Kami selaku Pengurus KTPH-S, seperti yang diatur dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) dan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Melalui surat bantahan ini perlu Kami jelaskan duduk persoalan yang sebenarnya :
Bahwa masyarakat dari 6 (enam) desa yang terdapat di sekitar perkebunan padang halaban yang tanahnya telah digusur oleh PT. Plantagen AG di tahun 1969/1970 saat ini bergabung dalam organisasi Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya yang disingkat KTPH-S bukan KTPH seperti yang tertulis dalam berita tersebut.
Bahwa masyarakat yang kini bergabung dalam KTPH-S tersebut benar, tidak memiliki bukti tanah atas haknya seperti yang ditulis dalam pemberitaan tersebut. Akan tetapi perjuangan masyarakat sejumlah 2040 KK Anggota KTPH-S atas tanah perkampungan yang telah digusur di tahun 1969/1970 jelas memiliki bukti-bukti alas hak kepemilikan tanah tersebut. Bukti-bukti tersebut diantaranya Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah (KTPPT)/KRPT yang dilindungi UU Darurat No. 8 Tahun 1954 jo UU Darurat No. 1 Tahun 1956 yang hingga sampai saat ini kedua undang-undang tersebut belum dicabut oleh pemerintah (bila diperlukan dapat dicek dalam lembaran Negara Republik Indonesia) Jo UUPA No. Tahun 1960, Bukti Kohir/Ipeda/Pajak atas bumi dan juga KTP masyarakat yang dikeluarkan pada tahun 1958. Apakah bukti-bukti ini belum cukup kuat di mata hukum untuk membuktikan bahwa Kami adalah pemilik yang sah atas sejumlah luas tanah yang kini dikuasasi dan diusahai oleh PT. Smart Corpration Tbk kebun padang halaban?
Bahwa persoalan sengketa tanah tanah antara rakyat KTPH-S vs PT. Smart Corporation saat ini tengah diproses di PN Rantauprapat dan pada hari jumat tanggal 24 Juli 2009 mendatang akan memasuki sidang mediasi guna mendengarkan tanggapan pihak PT. Smart Corporation melalui kuasa hukumnya untuk menempuh upaya perdamaian dan tidak pernah dalam persidangan yang telah berjalan majelis hakim meminta kepada pengurus KTPH-S ataupun kuasa hukumnya untuk mengajukan 2040 lembar fotocopy KTP, seperti yang ditulis dalam pemberitaan tersebut. Hal ini jelas mengada-ada dan telah mencemarkan nama baik Pengurus KTPH-S dan 2040 KK anggota KTPH-S seperti yang telah diatur dalam KUHP.
Bahwa Maulana Syafi’i, SH.I yang menjabat sebagai Sekretaris Umum KTPH-S dan Hadi Sudaryanto alias ADI –seperti yang ditulis dalam berita- yang menjabat sebagai Ketua I KTPH-S tidak benar bahwa Kami tidak memiliki hak atas tanah yang diperjuangkan 2040 KK Rakyat KTPH-S, keberadaan Kami dalam organisasi KTPH-S disamping sebagai pengurus/wakil yang ditunjuk oleh 2040 KK masyarakat KTPH-S untuk mengurusi dan menyelesaikan persengketaan kepemilikan tanah dengan PT. Smart Corproration juga diakui dalam Akta Notaris KTPH-S yang dikeluarkan oleh Notaris Haji Djatim Solin, SH, SPn tanggal 02 April 2007. Keberadaan Kami sebagai pengurus atau wakil masyarakat KTPH-S ternyata dibenarkan dimata hukum seperti diatur dalam UU Darurat No 1 Tahun 1956 jo UUPA No 5 Tahun 1960. Akan halnya Saya, Maulana Syafi’i, SH.I sebagai Sekretaris Umum KTPH-S adalah ahli waris dari kakek saya yang bernama Sodjo yang berasal dari kanopan ulu-membang muda/aek kanopan dan telah dihilangkan nyawanya akibat penggusuran tanah rakyat di tahun 1969/1970 bersama ratusan penduduk kampung lainnya guna memuluskan usaha perkebunan padang halaban untuk menguasai tanah perkampungan rakyat.
Bahwa Keluarga besar Alm Kasdi Sastrowidjojo benar tidak ikut serta dalam perjuangan rakyat KTPH-S saat ini seperti yang ditulis alam berita, dikarenakan keluarga tersebut telah menerima tanah seluas 20 Ha di Kampung Pulo Djantan/Batu Mamak Kecamatan Na IX-X sebagai ganti atas tanah miliknya seluas 12 Ha di Kampung Purworejo Kecamatan Aek Natas (dua tempat) yang diambil alih Perkebunan Plantagen AG Padang Halaban tahun 1969. Bagaimana mungkin keluarga besar Alm Kasdi akan diikutsertakan dalam perjuangan rakyat KTPH-S saat ini sementara keluarga mereka telah meneri ganti atas tanah yang digusur. Sementara Kami yang hingga kini terus berjuang adalah dikarenakan tanah pengganti yang dijanjikan oleh perkebunan padang halaban belum Kami terima. Apakah salah bila kami terus berjuang menuntut hak-hak Kami kembali ???
Bahwa perjuangan KTPH-S tidak ada indikasi penipuannya karena yang Kami lakukan adalah sebuah perjalanan perjuangan untuk menuntut hak-hak Kami yang telah dirampas dan hal ini bukan hanya isapan jempol belaka tetapi juga dilandasi dengan alas hak atau bukti-bukti kepemilikan tanah yang sah yang diakui oleh undang-undang. Kmai berharap bantahan ini dapat dimuat dalam SKI FORUM INDONESIA untuk edisi minggu depan demi memperbaiki nama baik KTPH-S dan demi menjujung tinggi KEJ maupun peraturan dan undang-undang tentang pers.
Sebagai penutup bersama surat bantahan ini berikut turut Kami lampirkan photo-photo makam tua yang hingga kini masih terdapat di tengah-tengah areal Perkebunan PT. Smart Corporation kebun padang halaban sebagai bukti fisik bahwa dulunya tanah tersebut adalah perkampungan rakyat yang sudah kompak yang telah dikeluarkan dari areal HGU Perkebunan padan halaban seperti yang tertuang dalam Surat Keputusan Panitia Landreform Porpinsi Sumatera Utara tahun 1969.
Melalui surat ini Kami juga mengundang Bapak Pemimpin Redaksi SKI Forum Indonesia kiranya berkenan hadir melihat tanah perjuangan yang kini telah dikuasai rakyat KTPH-S dan juga melihat langsung bukti-bukti fisik maupun bukti-bukti otentik kepemilikan rakyat KTPH-S, sehingga ke depan tidak akan ada lagi pemberitaan miring terkait sengketa tanah rakyat KTPH-S vs PT. Smart Corporation
Atas atensi dan kerjasamanya kami haturkan terima kasih.
Sumardi Syam - Ketua Umum KTPH-S
Maulana Syafi’i, SH.I - Sekretaris Umum KTPH-S
Sekretariat KTPH-s : Dusun IV No. 04 Desa Panigoran – Kecamatan Aek Kuo
Melalui surat bantahan ini perlu Kami jelaskan duduk persoalan yang sebenarnya :
Bahwa masyarakat dari 6 (enam) desa yang terdapat di sekitar perkebunan padang halaban yang tanahnya telah digusur oleh PT. Plantagen AG di tahun 1969/1970 saat ini bergabung dalam organisasi Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya yang disingkat KTPH-S bukan KTPH seperti yang tertulis dalam berita tersebut.
Bahwa masyarakat yang kini bergabung dalam KTPH-S tersebut benar, tidak memiliki bukti tanah atas haknya seperti yang ditulis dalam pemberitaan tersebut. Akan tetapi perjuangan masyarakat sejumlah 2040 KK Anggota KTPH-S atas tanah perkampungan yang telah digusur di tahun 1969/1970 jelas memiliki bukti-bukti alas hak kepemilikan tanah tersebut. Bukti-bukti tersebut diantaranya Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah (KTPPT)/KRPT yang dilindungi UU Darurat No. 8 Tahun 1954 jo UU Darurat No. 1 Tahun 1956 yang hingga sampai saat ini kedua undang-undang tersebut belum dicabut oleh pemerintah (bila diperlukan dapat dicek dalam lembaran Negara Republik Indonesia) Jo UUPA No. Tahun 1960, Bukti Kohir/Ipeda/Pajak atas bumi dan juga KTP masyarakat yang dikeluarkan pada tahun 1958. Apakah bukti-bukti ini belum cukup kuat di mata hukum untuk membuktikan bahwa Kami adalah pemilik yang sah atas sejumlah luas tanah yang kini dikuasasi dan diusahai oleh PT. Smart Corpration Tbk kebun padang halaban?
Bahwa persoalan sengketa tanah tanah antara rakyat KTPH-S vs PT. Smart Corporation saat ini tengah diproses di PN Rantauprapat dan pada hari jumat tanggal 24 Juli 2009 mendatang akan memasuki sidang mediasi guna mendengarkan tanggapan pihak PT. Smart Corporation melalui kuasa hukumnya untuk menempuh upaya perdamaian dan tidak pernah dalam persidangan yang telah berjalan majelis hakim meminta kepada pengurus KTPH-S ataupun kuasa hukumnya untuk mengajukan 2040 lembar fotocopy KTP, seperti yang ditulis dalam pemberitaan tersebut. Hal ini jelas mengada-ada dan telah mencemarkan nama baik Pengurus KTPH-S dan 2040 KK anggota KTPH-S seperti yang telah diatur dalam KUHP.
Bahwa Maulana Syafi’i, SH.I yang menjabat sebagai Sekretaris Umum KTPH-S dan Hadi Sudaryanto alias ADI –seperti yang ditulis dalam berita- yang menjabat sebagai Ketua I KTPH-S tidak benar bahwa Kami tidak memiliki hak atas tanah yang diperjuangkan 2040 KK Rakyat KTPH-S, keberadaan Kami dalam organisasi KTPH-S disamping sebagai pengurus/wakil yang ditunjuk oleh 2040 KK masyarakat KTPH-S untuk mengurusi dan menyelesaikan persengketaan kepemilikan tanah dengan PT. Smart Corproration juga diakui dalam Akta Notaris KTPH-S yang dikeluarkan oleh Notaris Haji Djatim Solin, SH, SPn tanggal 02 April 2007. Keberadaan Kami sebagai pengurus atau wakil masyarakat KTPH-S ternyata dibenarkan dimata hukum seperti diatur dalam UU Darurat No 1 Tahun 1956 jo UUPA No 5 Tahun 1960. Akan halnya Saya, Maulana Syafi’i, SH.I sebagai Sekretaris Umum KTPH-S adalah ahli waris dari kakek saya yang bernama Sodjo yang berasal dari kanopan ulu-membang muda/aek kanopan dan telah dihilangkan nyawanya akibat penggusuran tanah rakyat di tahun 1969/1970 bersama ratusan penduduk kampung lainnya guna memuluskan usaha perkebunan padang halaban untuk menguasai tanah perkampungan rakyat.
Bahwa Keluarga besar Alm Kasdi Sastrowidjojo benar tidak ikut serta dalam perjuangan rakyat KTPH-S saat ini seperti yang ditulis alam berita, dikarenakan keluarga tersebut telah menerima tanah seluas 20 Ha di Kampung Pulo Djantan/Batu Mamak Kecamatan Na IX-X sebagai ganti atas tanah miliknya seluas 12 Ha di Kampung Purworejo Kecamatan Aek Natas (dua tempat) yang diambil alih Perkebunan Plantagen AG Padang Halaban tahun 1969. Bagaimana mungkin keluarga besar Alm Kasdi akan diikutsertakan dalam perjuangan rakyat KTPH-S saat ini sementara keluarga mereka telah meneri ganti atas tanah yang digusur. Sementara Kami yang hingga kini terus berjuang adalah dikarenakan tanah pengganti yang dijanjikan oleh perkebunan padang halaban belum Kami terima. Apakah salah bila kami terus berjuang menuntut hak-hak Kami kembali ???
Bahwa perjuangan KTPH-S tidak ada indikasi penipuannya karena yang Kami lakukan adalah sebuah perjalanan perjuangan untuk menuntut hak-hak Kami yang telah dirampas dan hal ini bukan hanya isapan jempol belaka tetapi juga dilandasi dengan alas hak atau bukti-bukti kepemilikan tanah yang sah yang diakui oleh undang-undang. Kmai berharap bantahan ini dapat dimuat dalam SKI FORUM INDONESIA untuk edisi minggu depan demi memperbaiki nama baik KTPH-S dan demi menjujung tinggi KEJ maupun peraturan dan undang-undang tentang pers.
Sebagai penutup bersama surat bantahan ini berikut turut Kami lampirkan photo-photo makam tua yang hingga kini masih terdapat di tengah-tengah areal Perkebunan PT. Smart Corporation kebun padang halaban sebagai bukti fisik bahwa dulunya tanah tersebut adalah perkampungan rakyat yang sudah kompak yang telah dikeluarkan dari areal HGU Perkebunan padan halaban seperti yang tertuang dalam Surat Keputusan Panitia Landreform Porpinsi Sumatera Utara tahun 1969.
Melalui surat ini Kami juga mengundang Bapak Pemimpin Redaksi SKI Forum Indonesia kiranya berkenan hadir melihat tanah perjuangan yang kini telah dikuasai rakyat KTPH-S dan juga melihat langsung bukti-bukti fisik maupun bukti-bukti otentik kepemilikan rakyat KTPH-S, sehingga ke depan tidak akan ada lagi pemberitaan miring terkait sengketa tanah rakyat KTPH-S vs PT. Smart Corporation
Atas atensi dan kerjasamanya kami haturkan terima kasih.
Sumardi Syam - Ketua Umum KTPH-S
Maulana Syafi’i, SH.I - Sekretaris Umum KTPH-S
Sekretariat KTPH-s : Dusun IV No. 04 Desa Panigoran – Kecamatan Aek Kuo
Saturday, June 6, 2009
Polres Labuhanbatu Gelar Perkara Sengketa Tanah Rakyat KTPH-S VS PT. SMART Tbk Padang Halaban
GAMBAR para anggota KTPH-S yang hingga hari ini masih menduduki dan berproduksi di atas tanah re-klaiming Kebun PT. SMART Tbk Padang Halaban sejak Maret 2009. Kini KTPH-S tengah menempuh serangkaian perundingan & jalan hukum untuk mendapatkan kembali hak atas tanah.
-------
LABUHANBATU, PILAR.
Merujuk kepada Laporan Polisi No. Pol : LP/412/IV/LB-SPK A tanggal 15 April 2008 atas nama pelapor Madju Tarihoran sehubungan dengan tindak pidana yang berakibat pada kerusakan kebun dan atau aset lainnya, mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan milik PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban sebagimana dimaksud dalam rumusan pasal 47 UU RI No. 8 Tahun 2004 tentang perkebunan yang diduga dilakukan oleh Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPH-S) di atas areal HGU PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban.
Kepolisian Resort Labuhanbatu melakukan gelar perkara dipimpin Kapolres Labuhanbatu AKBP Drs. Toga P. Panjaitan didampingi Kabid Binkum Poldasu Kombes Pol. Drs. John Hendri, SH, MH, bertempat di Aula Rupatama Polres Labuhanbatu, Rabu (3/6). Masyarakat KTPH-S didampingi Penasehat Hukumnya Emmy Sihobing SH dan Sahlan Matondang, SH dan PT. Smart Tbk Padang Halaban diwakili Madju Tarihoran dan Hermansyah juga dihadiri oleh Muspida Plus Kabupaten Labuhanbatu.
Gelar perkara dimulai sekira pukul 09.30 wib, oleh penyidik AIPTU M. Situmorang selaku penyidik menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya berdasarkan keterangan para pihak yang bersengketa. Dimana sejak tanggal 15 maret 2009 masyarakat KTPH-S yang diketuai Sumardi Syam dkk melakukan aksi pendudukan di atas areal HGU PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban berlokasi di Desa Panigoran Kecamatan Aek Kuo, yang diklaim masyarakat adalah tanah mereka berdasarkan alas hak Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah (KTPPT) yang dikeluarkan oleh Kantor Reorganisasi Pemakaian Tanah (KRPT) Wilayah Sumatera Timur yang dilindungi Undang-undang Darurat No 8 Tahun 1954. Kemudian tanah-tanah rakyat tersebut digusur oleh PT. Plantagen AG di tahun 1969/1970 tanpa ganti rugi uang maupun ganti rugi tanah.
Sepengetahuan masyarakat KTPH-S berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Sujono, Kasie Sengketa Tanah BPN Kabupaten Labuhanbatu saat pertemuan dengan Pemkab Labuhanbatu pada tanggal 14 Oktober 2008 lalu, areal yang hingga kini masih mereka duduki tersebut adalah bekas areal HGU PT Serikat Putra yang telah berakhir sejak tahun 1987 dan di atas areal tersebut adalah lokasi Dusun Sidomukti Desa Sukadame Panigoran. Pernyataan masyarakat ini dibuktikan dengan masih ditemukannya puluhan makam tua atau kuburan milik masyarakat dahulu yang kondisinya kurang terawat karena berada tepat di tengah areal perkebunan kelapa sawit milik PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban. Informasi lain didapatkan masyarakat KTPH-S bahwa areal HGU PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban melebihi batas luas areal HGU yang telah ditetapkan, dimana dalam HGU luas areal HGU-nya sekitar 7500 Ha ternyata di lapangan luas areal yang dikelola PT. Smart Tbk Padang Halaban melebihi dari luas areal HGU yang diberikan.
Selama pendudukan tersebut masyarakat telah mendirikan sedikitnya 12 unit pondok secara darurat terbuat dari bahan batang pinang, atap tenda biru dan bahan seadanya juga menanami areal pendudukan tersebut dengan berbagai tanaman palawija dan sebagainya, sehingga kondisi tersebut dinilai telah mengganggu usaha perkebunan PT. Smart Tbk.
Menurut keterangan saksi ahli dari BPN Labuhanbatu didapatkan keterangan bahwa PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban dalam pengelolaannya memegang 3 (tiga) HGU, masing-masing sertifikat HGU No 1 Desa Padang Halaban luas 5.509, 39 Ha terbit berdasarkan HGU No 95/HGU/BPN/1997 tanggal 6 agustus 1997 berakhir haknya hingga 22 april 2024, sertifikat HGU No. 1 Desa Panigoran luas 372 Ha terbit berdasarkan HGU No. 5/HGU/BPN/89 tanggal 9 januari 1989 berakhir haknya hingga 31 Desember 2012 dan sertifikat HGU No 2 Desa Panigoran luas 1.583,53 Ha terbit berdasarkan HGU No. 99/HGU/BPN/97 tanggal 13 agustus 1997 berakhir haknya hingga tanggal 22 april 2024.
Menyikapi berbagai permaslahan yang berkembang dalam gelar perkara tersebut, Kabid Binkum Poldasu memberikan arahan, bila memang diduga areal HGU PT. Smart melebihi luas sebenarnya maka perlu dilakukan pengukurang ulang dan hal ini merupakan kewenangan BPN RI pusat jakarta mengingat jumlah luas areal HGU PT. Smart Tbk Perkebunan sudah lebih dari luas 1000 Ha.
Namun menurut Kabid Binkum Poldasu, mengingat persoalan sengketa ini sudah cukup lama timbul sebaiknya ditempuh jalan perdamaian sajalah. “Damai itu, tidak ada kata yang lebih baik dari sebuah persengketaan daripada kata perdamaian dan ini diserahka kepada keua belah pihak”, ujar Kombes Pol Drs John Hendri.
Menyikapi hal ini, Maulana Syafi’i, SHI selaku Sekretaris Umum KTPH-S mengatakan bahwa saran perdamaian telah berulang kali ditawarkan oleh instansi pemerintah dari tingkat kabupaten hingga tingkat propinsi bahkan pada tanggal 1 maret 1999 lalu telah dicapai sebuah memorandum of understanding (MOU) antara Kanwil BPN Sumut dengan GERAG Sumut, sebuah lembaga yang konsen dalam menangani permasalahan sengketa tanah yang terjadi di Propinsi Sumatera Utara dan KTPH-S termasuk satu diantaranya dalam daftar anggota GERAG Sumut sehingga persoalan ini dapat segera diselesaikan.
“Namun apa lacur”, ujar maulana, “kendati MOU telah dicapai namun hingga saat ini point-point yang tertuang dalam MOU tersebut belum dapat direalisasikan bahkan terkesan Kanwil BPN Propinsi Sumut telah mengkhianati MOU tersebut. Kemudian pada tanggal 20 April 2009 lalu, tambah maulana lagi, telah dilakukan sebuah proses mediasi penyelesaian konflik agraria ini, lagi-lagi Kanwil BPN Propinsi Sumut tidak memiliki sikap tegas guna mencapai solusi dari persoalan yang sudah timbul sejak satu dasawarsa lebih ini”, terang maulana.
Menanggapi hal ini, kembali pihak yang mewakili PT. Smart Tbk Padang Halaban masih tetap memegang teguh upaya penyelesaian kasus sengketa tanah ini diselesaikan melalui jalur hukum saja dan PT. Smart Tbk akan mematuhi segala putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap tersebut, ujar perwakilan PT. Smart Tbk.
Situasi gelar perkara yang berlangsung selama lebih kurang empat jam pada hari itu terlihat cukup alot dan tegang. Masing-masing pihak bersikukuh dan berusaha untuk meyakinkan hadirin dengan penyampaian bukti-bukti.
Sujono, SH sebagai Kasie Sengketa, Konflik dan Perkara Tanah BPN Labuhanbatu yang hadir kurang mampu memberikan penjelasan lebih rinci dari persoalan yang berkembang dalam gelar perkara tersebut, mengingat beberapa persoalan yang timbul bukan kewenangannya untuk memberikan penjelasan. Demikian pula halnya dengan Burhanuddin Rambe, SH selaku Kabag Hukum Pemkab Labuhanbatu dalam pertemuan itu mengatakan bahwa persoalan yang sudah cukup lama timbul ini sudah disikapi oleh Pemkab Labuhanbatu pada tanggal 14 Oktober 2008 lalu dengan melayangkan surat dan melimpahkan proses penyelesaiannya di Kanwil BPN Propinsi Sumatera Utara.
Sesuai tuntutan PT. Smart Tbk Padang Halaban yang disampaikan kepada Polres Labuhanbatu, Kapolres Labuhanbatu AKBP Drs. Toga H. Panjaitan dalam pertemuan tersebut menghimbau kepada masyarakat KTPH-S agar membongkar seluruh pondok-pondok yang sudah dibangun dan berada di dalam areal Perkebunan PT. Smart Tbk Padang Halaban sambil menunggu hasil keputusan pengadian yang memiliki kekuatan hukum tetap. Akan tetapi, dikarenakan sebagian besar masyarakat KTPH-S yang berada di areal pendudukan adalah masyarakat yang tidak memiliki tempat tinggal menetap, penasehat Hukum masyrakat KTPH-S meminta agar pondok-pondok yang sudah didirikan jangan dibongkar karena hal ini sebagai bukti di pengadilan dengan jaminan bahwa masyarakat KTPH-S tidak akan mendirikan pondok lagi menunggu keputusan dari pengadilan negeri rantauprapat dan disepakati bahwa pondok yang didirikan masyarakat KTPH-S di tengah jalan perkebunan agar dibongkar.
Dikarenakan upaya perdamaian tidak dapat tercapai dari proses gelar perkara ini, maka sebagai kesimpulannya dicapai beberapa kesepakatan diantaranya. 1. terhadap permasalahan sengketa dengan Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya dengan PT. Smart diselesaikan melalui jalur hukum dan hal ini telah dilakukan gugatan dengan gugata nomor : 8/pdt.G/PN-Rap tanggal 18 Mei 2009. 2. Selama proses gugatan berlangsung hingga mendapat kekuatan hukum tetap, agar dalam masalah ini tidak timbul Laporan Polisi (LP) baru, apabila timbul pihak kepolisian akan bertindak tegas sesuai dengan prosedur. 3. Selama proses jalur hukum ini berjalan apabila para pihak melakukan mediasi, negosiasi, lobi-lobi untuk mengarah perdamaian agar dilakukan terseurat tanpa ada tekanan atau paksaan manapun dan hal ini disampaikan kepada Pengadilan Negeri Rantauprapat dan tembusannya kepada Muspida Plus Labuhanbatu. 4. Selama proses hukum berjalan sambil menunggu kekuatan hukum tetap tidak menghambat kegiatan/aktifitas PT. Smart Padang Halaban. 5. Agar kesepakatan ini disosialisasikan kepada para pihak. 6. Kita semua mentaati azas, norma, hukum, aturan yang berlaku dan para pihak menghargai proses dan menghargai keputusan. (MS)
Rantauprapat, 6 Juni 2009
Pengirim Berita,
Maulana Syafi’i, SH.i - Sekretaris Jendral KTPH-S.
-------
LABUHANBATU, PILAR.
Merujuk kepada Laporan Polisi No. Pol : LP/412/IV/LB-SPK A tanggal 15 April 2008 atas nama pelapor Madju Tarihoran sehubungan dengan tindak pidana yang berakibat pada kerusakan kebun dan atau aset lainnya, mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan milik PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban sebagimana dimaksud dalam rumusan pasal 47 UU RI No. 8 Tahun 2004 tentang perkebunan yang diduga dilakukan oleh Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPH-S) di atas areal HGU PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban.
Kepolisian Resort Labuhanbatu melakukan gelar perkara dipimpin Kapolres Labuhanbatu AKBP Drs. Toga P. Panjaitan didampingi Kabid Binkum Poldasu Kombes Pol. Drs. John Hendri, SH, MH, bertempat di Aula Rupatama Polres Labuhanbatu, Rabu (3/6). Masyarakat KTPH-S didampingi Penasehat Hukumnya Emmy Sihobing SH dan Sahlan Matondang, SH dan PT. Smart Tbk Padang Halaban diwakili Madju Tarihoran dan Hermansyah juga dihadiri oleh Muspida Plus Kabupaten Labuhanbatu.
Gelar perkara dimulai sekira pukul 09.30 wib, oleh penyidik AIPTU M. Situmorang selaku penyidik menyampaikan laporan hasil pemeriksaannya berdasarkan keterangan para pihak yang bersengketa. Dimana sejak tanggal 15 maret 2009 masyarakat KTPH-S yang diketuai Sumardi Syam dkk melakukan aksi pendudukan di atas areal HGU PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban berlokasi di Desa Panigoran Kecamatan Aek Kuo, yang diklaim masyarakat adalah tanah mereka berdasarkan alas hak Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah (KTPPT) yang dikeluarkan oleh Kantor Reorganisasi Pemakaian Tanah (KRPT) Wilayah Sumatera Timur yang dilindungi Undang-undang Darurat No 8 Tahun 1954. Kemudian tanah-tanah rakyat tersebut digusur oleh PT. Plantagen AG di tahun 1969/1970 tanpa ganti rugi uang maupun ganti rugi tanah.
Sepengetahuan masyarakat KTPH-S berdasarkan keterangan yang diberikan oleh Sujono, Kasie Sengketa Tanah BPN Kabupaten Labuhanbatu saat pertemuan dengan Pemkab Labuhanbatu pada tanggal 14 Oktober 2008 lalu, areal yang hingga kini masih mereka duduki tersebut adalah bekas areal HGU PT Serikat Putra yang telah berakhir sejak tahun 1987 dan di atas areal tersebut adalah lokasi Dusun Sidomukti Desa Sukadame Panigoran. Pernyataan masyarakat ini dibuktikan dengan masih ditemukannya puluhan makam tua atau kuburan milik masyarakat dahulu yang kondisinya kurang terawat karena berada tepat di tengah areal perkebunan kelapa sawit milik PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban. Informasi lain didapatkan masyarakat KTPH-S bahwa areal HGU PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban melebihi batas luas areal HGU yang telah ditetapkan, dimana dalam HGU luas areal HGU-nya sekitar 7500 Ha ternyata di lapangan luas areal yang dikelola PT. Smart Tbk Padang Halaban melebihi dari luas areal HGU yang diberikan.
Selama pendudukan tersebut masyarakat telah mendirikan sedikitnya 12 unit pondok secara darurat terbuat dari bahan batang pinang, atap tenda biru dan bahan seadanya juga menanami areal pendudukan tersebut dengan berbagai tanaman palawija dan sebagainya, sehingga kondisi tersebut dinilai telah mengganggu usaha perkebunan PT. Smart Tbk.
Menurut keterangan saksi ahli dari BPN Labuhanbatu didapatkan keterangan bahwa PT. Smart Tbk Perkebunan Padang Halaban dalam pengelolaannya memegang 3 (tiga) HGU, masing-masing sertifikat HGU No 1 Desa Padang Halaban luas 5.509, 39 Ha terbit berdasarkan HGU No 95/HGU/BPN/1997 tanggal 6 agustus 1997 berakhir haknya hingga 22 april 2024, sertifikat HGU No. 1 Desa Panigoran luas 372 Ha terbit berdasarkan HGU No. 5/HGU/BPN/89 tanggal 9 januari 1989 berakhir haknya hingga 31 Desember 2012 dan sertifikat HGU No 2 Desa Panigoran luas 1.583,53 Ha terbit berdasarkan HGU No. 99/HGU/BPN/97 tanggal 13 agustus 1997 berakhir haknya hingga tanggal 22 april 2024.
Menyikapi berbagai permaslahan yang berkembang dalam gelar perkara tersebut, Kabid Binkum Poldasu memberikan arahan, bila memang diduga areal HGU PT. Smart melebihi luas sebenarnya maka perlu dilakukan pengukurang ulang dan hal ini merupakan kewenangan BPN RI pusat jakarta mengingat jumlah luas areal HGU PT. Smart Tbk Perkebunan sudah lebih dari luas 1000 Ha.
Namun menurut Kabid Binkum Poldasu, mengingat persoalan sengketa ini sudah cukup lama timbul sebaiknya ditempuh jalan perdamaian sajalah. “Damai itu, tidak ada kata yang lebih baik dari sebuah persengketaan daripada kata perdamaian dan ini diserahka kepada keua belah pihak”, ujar Kombes Pol Drs John Hendri.
Menyikapi hal ini, Maulana Syafi’i, SHI selaku Sekretaris Umum KTPH-S mengatakan bahwa saran perdamaian telah berulang kali ditawarkan oleh instansi pemerintah dari tingkat kabupaten hingga tingkat propinsi bahkan pada tanggal 1 maret 1999 lalu telah dicapai sebuah memorandum of understanding (MOU) antara Kanwil BPN Sumut dengan GERAG Sumut, sebuah lembaga yang konsen dalam menangani permasalahan sengketa tanah yang terjadi di Propinsi Sumatera Utara dan KTPH-S termasuk satu diantaranya dalam daftar anggota GERAG Sumut sehingga persoalan ini dapat segera diselesaikan.
“Namun apa lacur”, ujar maulana, “kendati MOU telah dicapai namun hingga saat ini point-point yang tertuang dalam MOU tersebut belum dapat direalisasikan bahkan terkesan Kanwil BPN Propinsi Sumut telah mengkhianati MOU tersebut. Kemudian pada tanggal 20 April 2009 lalu, tambah maulana lagi, telah dilakukan sebuah proses mediasi penyelesaian konflik agraria ini, lagi-lagi Kanwil BPN Propinsi Sumut tidak memiliki sikap tegas guna mencapai solusi dari persoalan yang sudah timbul sejak satu dasawarsa lebih ini”, terang maulana.
Menanggapi hal ini, kembali pihak yang mewakili PT. Smart Tbk Padang Halaban masih tetap memegang teguh upaya penyelesaian kasus sengketa tanah ini diselesaikan melalui jalur hukum saja dan PT. Smart Tbk akan mematuhi segala putusan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap tersebut, ujar perwakilan PT. Smart Tbk.
Situasi gelar perkara yang berlangsung selama lebih kurang empat jam pada hari itu terlihat cukup alot dan tegang. Masing-masing pihak bersikukuh dan berusaha untuk meyakinkan hadirin dengan penyampaian bukti-bukti.
Sujono, SH sebagai Kasie Sengketa, Konflik dan Perkara Tanah BPN Labuhanbatu yang hadir kurang mampu memberikan penjelasan lebih rinci dari persoalan yang berkembang dalam gelar perkara tersebut, mengingat beberapa persoalan yang timbul bukan kewenangannya untuk memberikan penjelasan. Demikian pula halnya dengan Burhanuddin Rambe, SH selaku Kabag Hukum Pemkab Labuhanbatu dalam pertemuan itu mengatakan bahwa persoalan yang sudah cukup lama timbul ini sudah disikapi oleh Pemkab Labuhanbatu pada tanggal 14 Oktober 2008 lalu dengan melayangkan surat dan melimpahkan proses penyelesaiannya di Kanwil BPN Propinsi Sumatera Utara.
Sesuai tuntutan PT. Smart Tbk Padang Halaban yang disampaikan kepada Polres Labuhanbatu, Kapolres Labuhanbatu AKBP Drs. Toga H. Panjaitan dalam pertemuan tersebut menghimbau kepada masyarakat KTPH-S agar membongkar seluruh pondok-pondok yang sudah dibangun dan berada di dalam areal Perkebunan PT. Smart Tbk Padang Halaban sambil menunggu hasil keputusan pengadian yang memiliki kekuatan hukum tetap. Akan tetapi, dikarenakan sebagian besar masyarakat KTPH-S yang berada di areal pendudukan adalah masyarakat yang tidak memiliki tempat tinggal menetap, penasehat Hukum masyrakat KTPH-S meminta agar pondok-pondok yang sudah didirikan jangan dibongkar karena hal ini sebagai bukti di pengadilan dengan jaminan bahwa masyarakat KTPH-S tidak akan mendirikan pondok lagi menunggu keputusan dari pengadilan negeri rantauprapat dan disepakati bahwa pondok yang didirikan masyarakat KTPH-S di tengah jalan perkebunan agar dibongkar.
Dikarenakan upaya perdamaian tidak dapat tercapai dari proses gelar perkara ini, maka sebagai kesimpulannya dicapai beberapa kesepakatan diantaranya. 1. terhadap permasalahan sengketa dengan Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya dengan PT. Smart diselesaikan melalui jalur hukum dan hal ini telah dilakukan gugatan dengan gugata nomor : 8/pdt.G/PN-Rap tanggal 18 Mei 2009. 2. Selama proses gugatan berlangsung hingga mendapat kekuatan hukum tetap, agar dalam masalah ini tidak timbul Laporan Polisi (LP) baru, apabila timbul pihak kepolisian akan bertindak tegas sesuai dengan prosedur. 3. Selama proses jalur hukum ini berjalan apabila para pihak melakukan mediasi, negosiasi, lobi-lobi untuk mengarah perdamaian agar dilakukan terseurat tanpa ada tekanan atau paksaan manapun dan hal ini disampaikan kepada Pengadilan Negeri Rantauprapat dan tembusannya kepada Muspida Plus Labuhanbatu. 4. Selama proses hukum berjalan sambil menunggu kekuatan hukum tetap tidak menghambat kegiatan/aktifitas PT. Smart Padang Halaban. 5. Agar kesepakatan ini disosialisasikan kepada para pihak. 6. Kita semua mentaati azas, norma, hukum, aturan yang berlaku dan para pihak menghargai proses dan menghargai keputusan. (MS)
Rantauprapat, 6 Juni 2009
Pengirim Berita,
Maulana Syafi’i, SH.i - Sekretaris Jendral KTPH-S.
Sunday, May 24, 2009
Kuasa Kraton Jawa Atas Tanah.
GAMBAR salah satu patok bertuliskan SG/PAG 04 di areal persawahan masyarakat Desa Poncosari Kec. Srandakan, Bantul, DIY. SG/PAG adalah singkatan dari 'Sultan Ground' dan 'Paku Alam Ground'.
-------
Oleh masyarakat Dusun Sambeng II, ia biasa disapa sebagai Pak Lubino [54]. Profesinya adalah petani dan tinggal bersama keluarga adik perempuannya yang beberapa tahun lalu pernah mengenyam pekerjaan sebagai buruh migrant di Malaysia.
Pertanian adalah mata rantai kehidupan yang telah di jalani Pak Lubino sejak usia muda. Areal garapannya hanya sebanyak tiga kotak. Satu kotak kira-kira seukuran 300 m2. Kesemuanya adalah warisan dari orang tuanya sejak puluhan tahun yang lampau.
Semula kehidupannya berjalan dengan lancar. Sampai pada tahun 2004 yang lalu, muncullah patok-patok putih dari pipa peralon yang diisi semen di sekitar areal garapannya. “Jumlahnya banyak, membujur dari utara-selatan. Jarak tiap pathok sekitar 100-an meter. Tapi kami tidak tahu apa gunanya,” jelas Pak Lubino setengah bertanya.
“Di ujung pathok ada tulisan SG/PAG 04,” tambahnya.
Hal tersebut membuatnya khawatir. Ia was was bila areal garapannya termasuk dalam kuasa ‘Sultan Ground/Paku Alam Ground’. Hal tersebut pantas diresahkannya. Mengingat para petani tetangganya di Desa Karangwuni Kec, Galur, Kulon Progo DIY tengah menghadapi ketentuan pembayaran sejumlah ‘pajak tanah’ berjuluk ‘kekancingan’ kepada pihak keratin sebagai penguasa Sultan Ground/Paku Alam Ground.
Pak Lubino termasuk salah satu dari ratusan ribu petani di seantero wilayah bekas kerajaan Mataram yang kini bernama Daerah Istimewa Yogyakarta. Petani adalah golongan mayoritas di propinsi ini. Akan tetapi, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional mencatat bahwa dari 3.185.800 km2 luas areal Yogyakarta, 300.770 km2 adalah milik Sultan dan Paku Alam.
Ketimpangan penguasaan atas tanah tidak hanya berdampak pada tidak meratanya kesehjateraan secara ekonomi dan social, akan tetapi juga berdampak pada minimnya penguasaan atas akses politik. Seperti yang dipaparkan oleh Prof. Dr. Suhartono, di dalam masyarakat yang didalamnya masih berlaku corak produksi yang feodalistik, dimana fungsi tanah menentukan status dan perannya dalam masyarakat, maka pemilik tanahlah yang mempunyai kedudukan kuat baik secara politik, ekonomi, dan social.
Dengan demikian, kepemilikan tanah yang luas dapatlah menjamin Sultan dan Paku Alam untuk juga memiliki lembaga ekonomi modern seperti perusahan.
Hal ini adalah pertanda bahwa Pak Lubino dan para petani lainnya di Yogyakarta juga tak luput dari cengkeram feodalisme di negeri ini.
-------
Oleh masyarakat Dusun Sambeng II, ia biasa disapa sebagai Pak Lubino [54]. Profesinya adalah petani dan tinggal bersama keluarga adik perempuannya yang beberapa tahun lalu pernah mengenyam pekerjaan sebagai buruh migrant di Malaysia.
Pertanian adalah mata rantai kehidupan yang telah di jalani Pak Lubino sejak usia muda. Areal garapannya hanya sebanyak tiga kotak. Satu kotak kira-kira seukuran 300 m2. Kesemuanya adalah warisan dari orang tuanya sejak puluhan tahun yang lampau.
Semula kehidupannya berjalan dengan lancar. Sampai pada tahun 2004 yang lalu, muncullah patok-patok putih dari pipa peralon yang diisi semen di sekitar areal garapannya. “Jumlahnya banyak, membujur dari utara-selatan. Jarak tiap pathok sekitar 100-an meter. Tapi kami tidak tahu apa gunanya,” jelas Pak Lubino setengah bertanya.
“Di ujung pathok ada tulisan SG/PAG 04,” tambahnya.
Hal tersebut membuatnya khawatir. Ia was was bila areal garapannya termasuk dalam kuasa ‘Sultan Ground/Paku Alam Ground’. Hal tersebut pantas diresahkannya. Mengingat para petani tetangganya di Desa Karangwuni Kec, Galur, Kulon Progo DIY tengah menghadapi ketentuan pembayaran sejumlah ‘pajak tanah’ berjuluk ‘kekancingan’ kepada pihak keratin sebagai penguasa Sultan Ground/Paku Alam Ground.
Pak Lubino termasuk salah satu dari ratusan ribu petani di seantero wilayah bekas kerajaan Mataram yang kini bernama Daerah Istimewa Yogyakarta. Petani adalah golongan mayoritas di propinsi ini. Akan tetapi, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional mencatat bahwa dari 3.185.800 km2 luas areal Yogyakarta, 300.770 km2 adalah milik Sultan dan Paku Alam.
Ketimpangan penguasaan atas tanah tidak hanya berdampak pada tidak meratanya kesehjateraan secara ekonomi dan social, akan tetapi juga berdampak pada minimnya penguasaan atas akses politik. Seperti yang dipaparkan oleh Prof. Dr. Suhartono, di dalam masyarakat yang didalamnya masih berlaku corak produksi yang feodalistik, dimana fungsi tanah menentukan status dan perannya dalam masyarakat, maka pemilik tanahlah yang mempunyai kedudukan kuat baik secara politik, ekonomi, dan social.
Dengan demikian, kepemilikan tanah yang luas dapatlah menjamin Sultan dan Paku Alam untuk juga memiliki lembaga ekonomi modern seperti perusahan.
Hal ini adalah pertanda bahwa Pak Lubino dan para petani lainnya di Yogyakarta juga tak luput dari cengkeram feodalisme di negeri ini.
Thursday, May 14, 2009
Dukungan Terhadap Saksi Korban Penganiayaan Dalam Konflik Agraria Nagori Mariah Hombang
GAMBAR Liongsan Sianturi [34] takkala memberikan kesaksian tas penganiayaan terhadap dirinya di depan tim investigasi dari Komnas HAM dan Komisi III DPR RI pada pertengahan Mei 2007.
-------
Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional pimpinan Donny Pradana WR dan Isti Komah, S. Fil menyatakan dukungan atas upaya Liongsan Sianturi, anggota Forum Petani Nagori Mariah Hombang, Kec Huta Bayu Raja, Simalungun, Sumut selaku saksi korban penganiayaan, memohon keadilan kepada Mahkamah Agung RI. Hal ini dikarenakan adanya upaya kasasi kepada MA atas putusan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara di Medan dari terdakwa penganiaya Liongsan Sianturi.
Semoga hukum dan keadilan memihak pada korban. Maju terus gerakan massa!
-------
Kepada.Yth
KETUA MAHKAMAH AGUNG R. I
Di. J AK A R T A
Dengan Hormat,
Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan kesehatan serta semangat juang pada rekan- rekan. Adapun maksud kedatangan kami, hendak menyampaikan Aspirasi rakyat Maria Hombang yang sampai hari ini belum mendapatkan keadilan dalam penegakan supremasi hukum yang berlaku. Mereka berjuang mempertahankan hidup di dalam kondisi ekonomi global yang telah menghancurkan nilai- nilai kemanusiaan, sehingga penegak hukum di SUMATERA UTARA terkesan tidak serius dalam melaksaanakan kerja- kerja layaknya Aparat Negara yang direkomendarikan Negara untuk mewujudkan penegakan hukum.
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Liongsan Sianturi
Alamat : Dusun Pokan Baru Desa Maria Hombang Kec. Huta Bayu Raja, Simalungun, Sumut.
Usia : 34 tahun
Pekerjaan : Petani
Selaku SAKSI KORBAN dalam penganiayaan tertanggal 19 April 2007 yang melaporkan para terdakwa kepada pihak kepolisian Resort Simalungun.
19 April 2007 merupakan fenomena berdarah yang memakan banyak korban, saat insiden tersebut, pengusaha lokal terbukti melakukan pengeroyokan terhadap bapak liongsan Sianturi sesuai dengan hasil Putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan Negeri Simalungun pada tanggal 29 November 2008 dengan Nomor : 226/Pid.B/2008/PN. SIM.
Namun pengadilan Negeri Simalungun, tidak berani melakukan penahanan terhadap para terdakwa yang telah terbukti secara sah melakukan perbuatan melanggar pasal 170 ayat (1) Satu KUHPidana. Kemudian Pengadilan tinggi Sumatera utara, Meringankan Hukuman pada terdakwa dengan merubah Kronogis perkara tersebut, sesuai dengan hasil putusan yang dikeluarkan tanggal 14 Januari tahun 2009 dengan Uraian sebagai berikut :
- Setelah mencermati putusan yang dikeluarkan Pengadilan Tinggi Sumatera Utara Nomor : 885/PID/2008/PT-MDN.- Pengadilan Tinggi Sumatera Utara terbukti telah merubah kronologis kejadian perkara sebagian dimuat dalam pertimbangan hasil putusan Pengadilan Negeri Simalungun yang mengakibatkan putusan tersebut menjadi cacat secara hukum.
- Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, tidak berhak meringankan hukuman terhadap terdakwa II.BARITA DOLOK SARIBU dengan merubah kronologis kejadian perkara dimaksud. Padahal terdakwa II.BARITA DOLOK SARIBU juga terbukti melakukan pemukulan terhadap saksi korban Liongsan Sianturi.
- Sesuai kejadian perkara bahwa” pada saat itulah para terdakwa melakukan kekerasan pada korban, dengan cara terdakwa II.BARITA DOLOK SARIBU meninju pipi saksi korban Liongsan Sianturi sebelah kanan, dengan mengunakan tangan kanannya sebanyak 2 (dua) kali, terdakwa II.HELARIUS GULTOM mengambil sepotong kayu dan memukulkannya kebagian kepala saksi korban Liongsan Sianturi sebanyak 1X ( satu kali), salah seorang petugaskepolisian mengamankan saksi korban Liongsan Sianturi, Namun secara tiba- tiba terdakwa II.BARITA DOLOK SARIBU meninju meninju bagian pipi saksi korban Liongsan Sianturi sebelah kanan. Lalu…dst”.(Vide Put.P.T.MDN ; Halaman 6 Aliran I ).
Pengadilan Tinggi berpendapat bahwa inti permasalahan yang terjadi dalam perkara ini adalah mengenai sengketa hak milik atas sebidang tanah antara terdakwa II dengan pihak Kelompok petani masyarakat Nagori maria Hombang dan pihak terkait lainnya ; menimbang, bahwa tentang disparatis pemindanaa, dimana Penuntut umum..dst” . ( Vide Put. P. T. MDN ; Halaman 11 Aliran 1 ). Bahwa dalam putusan tersebut bukanlah perkara perdata melainkan perkara pidana yang berdiri sendiri dan terbukti melanggar pasal 170 Ayat Satu (1) KUHP. Sehingga Pengadilan Tinggi tidak berhak meringankan hukuman terhadap terdakwa II.BARITA DOLOK SARIBU, sebab :
- Perkara tersebut bukan masalah perdata, namun perkara pidana yang berdiri sendiri, sesuai dengan penganiayaan yang terbukti telah dilakukan oleh para terdakwa.
- Bahwa, tanah yang dimaksud Pengadilan Tinggi tidak diketahuai dimana tanah tersebut, sebab tempat kejadian perkara tersebut adalah batas Tanah masyarakat dengan PT.Kwala Gunung yang disebut Bondar Nippon/parit (Saluran Air).
Sehingga Pengadilan Tinggi Sumatera Utara, tidak perlu berspekulasi dengan pertimbangan-pertimbangan yang sungguh tidak rasional, sebab hasil putusan tersebut sangat berpengaruh terhadap publik.
Dari fenomena diatas, telah membuktikan betapa diskriminatifnya instansi penegak hukum di sumatera utara..Mereka lebih memprioritaskan kepentingan pengusaha yang berstatus terdakwa yang memiliki banyakn uang untuk memberdayakan mereka, dari pada keinginan rakyat yang dam meneginginkan terwujudnya keadilan merata bagi seluruh rakyat Indonesia, sesuai dengan landasar dasar Indonesia yakni PANCASILA dalam butir ke 5 (lima) ‘”KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA” .
Saya selaku saksi korban memohon kepada Pimpinan Mahkamah Agung untuk
- Memeriksa kasus tersebut dengan baik, serta memberikan putusan seadil- adilnya pada penanganan perkara tersebut sesuai dengan proses ketentuan hukum yang berlaku.
- Memeriksa para majelis hakim yang menangani perkara dimaksud agar mereka bersungguh-sungguh mengutamakan hukum dan keadilan di atas kepentingan pribadi.
Hormat kami,
Simalungun, 12 Mei 2009
Liongsan Sianturi
Monday, April 27, 2009
Perundingan Yang Alot
GAMBAR areal konsesi perkebunan kelapa sawit milik PT. SMART Tbk. Sampai dengan tahun 2006 tercatat menguasai 118 ribu hektar untuk kebun kelapa sawit.
-------
Akhirnya, Senin 20 April 2009 lalu terjadilah untuk yang pertama kalinya upaya mediasi multi-pihak itu. Melalui undangan kedua Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional Sumatera Utara [BPN SU] bernomor 570-500 tanggal 15 April 2009, terjadilah pertemuan yang bertujuan menangani masalah sengketa tanah Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya [KTPH-S] dan PT. SMART Tbk.
Namun pertemuan yang diadakan di aula Kanwil BPN SU deadlock dan tidak memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan petani korban.
KTPHS sangat menyesalkannya. Demikian tutur Maulana Syafi’i, SHI selaku salah satu juru bicara KTPHS. Ia hadir bersama jajaran pengurus KTPHS lainnya, Hadi Sudaryanto dan Sumardi Syam. Dalam pertemuan tersebut tidak terdapat kesepahaman bersama tentang skema penyelesaian konflik.
Kembalikan Tanah Yang Dirampas
Pertemuan dipimpin oleh Kepala Seksi Pengkajian dan Penanganan Perkara Pertanahan Kanwil BPN SU sebagai mediator bagi kedua pihak yang bersengketa. Ia didampingi Kepala Seksi Pengkajian dan Penanganan Sengketa Dan Konflik Pertanahan Kanwil BPN SU dan Kepala Seksi Pengkajian dan Penanganan Sengketa Pertanahan BPN Kab. Labuhanbatu
KTPHS mengawali dengan paparan tentang perampasan tanah garapan petani/masyarakat seluas + 3000 Ha pada tahun 1969-1970 tanpa ganti rugi. Tanah tersibut dikelola oleh 2040 KK. Kini, tanah garapan tersebut berstatus areal konsesi Hak Guna Usaha yang dikelola PT. SMART Coorporation. Di dalamnya masih banyak terdapat bukti-bukti fisik peninggalan masyarakat. Saat perampasan terjadi hingga sebelum reformasi 1998, masyarakat dilanda ketakutan untuk mengajukan tuntutan atas tindak ketidak-adilan tersebut. Oleh karena itu, KTPHS menuntut agar seluruh tanah yang dirampas agar dikembalikan.
Melalui desakan KTPHS beberapa tahun belakangan ini, Pemerintah Kab. Labuhan Batu telah membentuk tim penyelesaian sengketa untuk menyelesaikan hal tersebut. Anggota tim tersebut meliputi BPN Kab. Labuhan Batu dan beberapa instansi yang terkait di dalamnya.
Akan tetapi, resume yang dikeluarkan oleh tim penyelesaian sengketa serta penelitian lapangan yang dilakukannya diselenggarakan tanpa keterlibatan KTPHS selaku. Dengan demikian, KTPHS menilai bahwa informasi dan rekomendasi tim kurang mendapatkan legitimasi dari pihak masyarakat korban konflik agrarian.
PT. SMART Menjawab
Pada tahun 1969-1970 perusahaan yang mengelola di atas tanah yang disengketakan KTPHS adalah PT. Sungkama Padang Halaban, bukan manajemen PT. Smart Coorporation. Barulah pada tahun 1983-1999 PT. Smart Coorporation melakukan pengelolaan manajemen pada kebun Padang Halaban. Melalui ketiga orang juru bicaranya, Hermansyah Usman, Prasetyohadi dan Mahidin Simbolon, PT. SMART mengakui bahwa sebelum tahun 1999 mereka tidak pernah mendengar tentang persoalan sengketa tanah.
Sejak tahun 1999 munculah tuntutan-tuntutan masyarakat. PT. SMART merasa telah menanggapinya dengan mengadakan pertemuan dan musyawarah untuk mencari solusi penyelesaiannya,baik di tingkat Kabupaten Labuhan Batu maupun di tingkat Provinsi Sumatera Utara.
Salah satu upaya PT. SMART adalah mendorong dibentuknya tim penyelesaian sengketa tanah Kabupaten Labuhanbatu dan pada tahun 2002. Kini, tim tersebut telah menyelesaikan tugasnya dengan mengeluarkan kesimpulan berupa resume.
Delegasi BPN Kab. Labuhan Batu yang hadir dalam pertemuan mediasi tersebut membenarkan pernytaan PT. SMART. Menurutnya, resume telah diputuskan berdasar pada data yang dimiliki.
Menanggapi keinginan KTPHS, PT. SMART tidak punya hak untuk melepaskan tanah seluas yang dituntut oleh masyarakat. Untuk itu PT. SMART memilih penyelesaian konflik agrarian tersebut dilakukan melalui jalur peradilan.
Setengah Feodal Sebagai Basis PT. SMART Tbk
Sistem setengah feodal muncul akibat dominasi imperialisme dalam masyarakat feodal lama. Imperialisme tidak menghancurkan masyarakat feodal lama menjadi sistem kapitalisme karena imperialisme hanya membutuhkan bahan mentah yang melimpah, tenaga produksi yang murah dan luasnya pasar bagi produk mereka.
Basis sosial ekonomi mencukupi kebutuhan sendiri dalam system feudal memang telah digantikan dengan ekonomi yang berbasis pada uang pada system setengah feodal. Produksi pertanian dan perkebunan di era setengah feudal di arahkan sebagai komoditas perdagangan untuk memenuhi permintaan pasar. Oleh karenanya diperlukan produksi pertanian/perkebunan skala besar untuk mencapai hasil ekonomis bagi pemenuhan kebutuhan pasar, khususnya permintaan di luar negeri.
Demikian juga dengan PT. SMART Tbk. Ia adalah salah satu perusahaan public terbesar di Negara ini yang berbasis pada produksi kelapa sawit yang meliputi pembenihan, perkebunan dan pengolahan kelapa sawit, pabrikan penyulingan CPO, pabrikan margarine dan minyak goreng serta transportasi dan pendistribusian produk ke pasar luar negeri. Tak kurang, bursa efek di Jakarta dan Surabaya juga turut mencatatkan penjualan sahamnya kepada public.
Hingga tahun 2007, PT. SMART Tbk memiliki konsesi HGU untuk perkebunan seluas 118.000 ha di Sumatera dan Kalimantan. Sekitar 78% diantaranya telah beroperasi. Perusahaan ini juga mengoperasikan Sembilan pabrik kelapa sawit untuk memproses CPO dengan kapasitas produksi 485 ton per jam dan 2 pabrik pemroses Kernel Crushing dengan kapasitas 730 tons per hari. Selain itu, ia juga memiliki dua buah pabrik minyak goreng dan margarine.
Merk dagang terkenal minyak goreng produksi PT. SMART adalah Filma dan Kunci Mas dua merek minyak goreng terkemuka di Indonesia. Untuk produk margarin, PT. SMART memproduksi Palmboom® dan juga Filma® sebagai merek baru yang diluncurkan pada pertengahan
tahun 2005. Selain itu, perusahaan yang didirikan sejak tahun 1962 ini juga memproduksi produk-produk lainnya dengan merk terkemuka di luar Indonesia, seperti Golden Fiesta di Filipina.
Serikat Tani Nasional menilai bahwa berkembangnya PT. SMART tak bisa dilepaskan dari praktek monopoli atas tanah, suatu ciri penting system setengah feudal. Karena perusahaan ini membutuhkan tanah yang sangat luas untuk memperbesar produksi tandan buah segar kelapa sawit. Hal ini dapat disimpulkan bahwa memperluasan wilayah kelola perkebunan-perkebunan kelapa sawit adalah kunci utama kemajuan perusahaan tersebut. Ratusan ribu hektar tanah harus dikuasai untuk mendapatkan hasil tandan buah segar yang menguntungkan.
Hal inilah yang rentan menimbulkan konflik social dengan petani/masyarakat. Kejadian yang dialami KTPHS memperkuat analisis bahwa perampasan tanah adalah tindakan salah satu upaya kalangan perusahaan perkebunan untuk memperluas kekuasaan feudal dan mempertinggi keuntungannya. Sudah barang tentu, Negara melalui Badan Pertanahan Nasional turut bertanggung jawab atas mudahnya mengeluarkan izin konsesi HGU.
Tentu tidaklah mungkin PT. SMART Tbk melepaskan 3000 ha dengan sukarela kepada KTPHS.
-------
Akhirnya, Senin 20 April 2009 lalu terjadilah untuk yang pertama kalinya upaya mediasi multi-pihak itu. Melalui undangan kedua Kepala Kanwil Badan Pertanahan Nasional Sumatera Utara [BPN SU] bernomor 570-500 tanggal 15 April 2009, terjadilah pertemuan yang bertujuan menangani masalah sengketa tanah Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya [KTPH-S] dan PT. SMART Tbk.
Namun pertemuan yang diadakan di aula Kanwil BPN SU deadlock dan tidak memberikan hasil sebagaimana yang diharapkan petani korban.
KTPHS sangat menyesalkannya. Demikian tutur Maulana Syafi’i, SHI selaku salah satu juru bicara KTPHS. Ia hadir bersama jajaran pengurus KTPHS lainnya, Hadi Sudaryanto dan Sumardi Syam. Dalam pertemuan tersebut tidak terdapat kesepahaman bersama tentang skema penyelesaian konflik.
Kembalikan Tanah Yang Dirampas
Pertemuan dipimpin oleh Kepala Seksi Pengkajian dan Penanganan Perkara Pertanahan Kanwil BPN SU sebagai mediator bagi kedua pihak yang bersengketa. Ia didampingi Kepala Seksi Pengkajian dan Penanganan Sengketa Dan Konflik Pertanahan Kanwil BPN SU dan Kepala Seksi Pengkajian dan Penanganan Sengketa Pertanahan BPN Kab. Labuhanbatu
KTPHS mengawali dengan paparan tentang perampasan tanah garapan petani/masyarakat seluas + 3000 Ha pada tahun 1969-1970 tanpa ganti rugi. Tanah tersibut dikelola oleh 2040 KK. Kini, tanah garapan tersebut berstatus areal konsesi Hak Guna Usaha yang dikelola PT. SMART Coorporation. Di dalamnya masih banyak terdapat bukti-bukti fisik peninggalan masyarakat. Saat perampasan terjadi hingga sebelum reformasi 1998, masyarakat dilanda ketakutan untuk mengajukan tuntutan atas tindak ketidak-adilan tersebut. Oleh karena itu, KTPHS menuntut agar seluruh tanah yang dirampas agar dikembalikan.
Melalui desakan KTPHS beberapa tahun belakangan ini, Pemerintah Kab. Labuhan Batu telah membentuk tim penyelesaian sengketa untuk menyelesaikan hal tersebut. Anggota tim tersebut meliputi BPN Kab. Labuhan Batu dan beberapa instansi yang terkait di dalamnya.
Akan tetapi, resume yang dikeluarkan oleh tim penyelesaian sengketa serta penelitian lapangan yang dilakukannya diselenggarakan tanpa keterlibatan KTPHS selaku. Dengan demikian, KTPHS menilai bahwa informasi dan rekomendasi tim kurang mendapatkan legitimasi dari pihak masyarakat korban konflik agrarian.
PT. SMART Menjawab
Pada tahun 1969-1970 perusahaan yang mengelola di atas tanah yang disengketakan KTPHS adalah PT. Sungkama Padang Halaban, bukan manajemen PT. Smart Coorporation. Barulah pada tahun 1983-1999 PT. Smart Coorporation melakukan pengelolaan manajemen pada kebun Padang Halaban. Melalui ketiga orang juru bicaranya, Hermansyah Usman, Prasetyohadi dan Mahidin Simbolon, PT. SMART mengakui bahwa sebelum tahun 1999 mereka tidak pernah mendengar tentang persoalan sengketa tanah.
Sejak tahun 1999 munculah tuntutan-tuntutan masyarakat. PT. SMART merasa telah menanggapinya dengan mengadakan pertemuan dan musyawarah untuk mencari solusi penyelesaiannya,baik di tingkat Kabupaten Labuhan Batu maupun di tingkat Provinsi Sumatera Utara.
Salah satu upaya PT. SMART adalah mendorong dibentuknya tim penyelesaian sengketa tanah Kabupaten Labuhanbatu dan pada tahun 2002. Kini, tim tersebut telah menyelesaikan tugasnya dengan mengeluarkan kesimpulan berupa resume.
Delegasi BPN Kab. Labuhan Batu yang hadir dalam pertemuan mediasi tersebut membenarkan pernytaan PT. SMART. Menurutnya, resume telah diputuskan berdasar pada data yang dimiliki.
Menanggapi keinginan KTPHS, PT. SMART tidak punya hak untuk melepaskan tanah seluas yang dituntut oleh masyarakat. Untuk itu PT. SMART memilih penyelesaian konflik agrarian tersebut dilakukan melalui jalur peradilan.
Setengah Feodal Sebagai Basis PT. SMART Tbk
Sistem setengah feodal muncul akibat dominasi imperialisme dalam masyarakat feodal lama. Imperialisme tidak menghancurkan masyarakat feodal lama menjadi sistem kapitalisme karena imperialisme hanya membutuhkan bahan mentah yang melimpah, tenaga produksi yang murah dan luasnya pasar bagi produk mereka.
Basis sosial ekonomi mencukupi kebutuhan sendiri dalam system feudal memang telah digantikan dengan ekonomi yang berbasis pada uang pada system setengah feodal. Produksi pertanian dan perkebunan di era setengah feudal di arahkan sebagai komoditas perdagangan untuk memenuhi permintaan pasar. Oleh karenanya diperlukan produksi pertanian/perkebunan skala besar untuk mencapai hasil ekonomis bagi pemenuhan kebutuhan pasar, khususnya permintaan di luar negeri.
Demikian juga dengan PT. SMART Tbk. Ia adalah salah satu perusahaan public terbesar di Negara ini yang berbasis pada produksi kelapa sawit yang meliputi pembenihan, perkebunan dan pengolahan kelapa sawit, pabrikan penyulingan CPO, pabrikan margarine dan minyak goreng serta transportasi dan pendistribusian produk ke pasar luar negeri. Tak kurang, bursa efek di Jakarta dan Surabaya juga turut mencatatkan penjualan sahamnya kepada public.
Hingga tahun 2007, PT. SMART Tbk memiliki konsesi HGU untuk perkebunan seluas 118.000 ha di Sumatera dan Kalimantan. Sekitar 78% diantaranya telah beroperasi. Perusahaan ini juga mengoperasikan Sembilan pabrik kelapa sawit untuk memproses CPO dengan kapasitas produksi 485 ton per jam dan 2 pabrik pemroses Kernel Crushing dengan kapasitas 730 tons per hari. Selain itu, ia juga memiliki dua buah pabrik minyak goreng dan margarine.
Merk dagang terkenal minyak goreng produksi PT. SMART adalah Filma dan Kunci Mas dua merek minyak goreng terkemuka di Indonesia. Untuk produk margarin, PT. SMART memproduksi Palmboom® dan juga Filma® sebagai merek baru yang diluncurkan pada pertengahan
tahun 2005. Selain itu, perusahaan yang didirikan sejak tahun 1962 ini juga memproduksi produk-produk lainnya dengan merk terkemuka di luar Indonesia, seperti Golden Fiesta di Filipina.
Serikat Tani Nasional menilai bahwa berkembangnya PT. SMART tak bisa dilepaskan dari praktek monopoli atas tanah, suatu ciri penting system setengah feudal. Karena perusahaan ini membutuhkan tanah yang sangat luas untuk memperbesar produksi tandan buah segar kelapa sawit. Hal ini dapat disimpulkan bahwa memperluasan wilayah kelola perkebunan-perkebunan kelapa sawit adalah kunci utama kemajuan perusahaan tersebut. Ratusan ribu hektar tanah harus dikuasai untuk mendapatkan hasil tandan buah segar yang menguntungkan.
Hal inilah yang rentan menimbulkan konflik social dengan petani/masyarakat. Kejadian yang dialami KTPHS memperkuat analisis bahwa perampasan tanah adalah tindakan salah satu upaya kalangan perusahaan perkebunan untuk memperluas kekuasaan feudal dan mempertinggi keuntungannya. Sudah barang tentu, Negara melalui Badan Pertanahan Nasional turut bertanggung jawab atas mudahnya mengeluarkan izin konsesi HGU.
Tentu tidaklah mungkin PT. SMART Tbk melepaskan 3000 ha dengan sukarela kepada KTPHS.
Subscribe to:
Posts (Atom)