Saturday, September 12, 2009

Gugatan Hukum KTPH-S : HGU PT. Smart Corporation CS Ditengarai Cacat Hukum



GAMBAR salah satu pos KTPHS yang didirikan saat melakukan aksi re-klaiming hak atas tanah yang dirampas perkebunan kelapa sawit PT. SMART Corporation kebun Padang Halaban. Paling tidak tercatat sembilan buah pos telah didirikan. Kini KTPH-S juga tengah menempuh upaya hukum sebagai bagian dari perjuangan reform yang mereka jalankan.

-------

PINDO, LABURA.

Gugatan perdata mengenai kepemilikan tanah rakyat KTPH-S (Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya) VS PT. Smart Corporation kebun padang halaban kecamatan aek kuo kabupaten labuhanbatu utara resmi digelar di PN rantauprapat. Pada sidang perdananya yang
telah digelar pada Jum’at (28/8) pekan lalu.

Kuasa hukum masyarakat KTPH-S Emmy Sihombing, SH dan Sahlan Matondang, SH telah mengajukan gugatan setebal 145 halaman kepada majelis hakim yang diketuai oleh Baslin Sinaga, SH, MH yang juga ketua PN rantauprapat. Demikian dikatakan Sekretaris Umum KTPH-S Maulana Syafi’i, SHI kepada wartawan di kantornya, pada Kamis (3/9).

Lebih lanjut dijelaskan Sekum KTPH-S ini, dalam gugatan tersebut diterangkan perihal hal ihwal akar permasalahan yang terjadi, dimana alas hak yang mendukung gugatan perdata tersebut adalah berupa KTPPT/KRPT disamping beberapa surat keterangan yang pernah dikeluarkan oleh kepala desa serta surat-surat lainnya dan bukti-bukti fisik berupa ribuan perkuburan masyarakat, sumur-sumur tua yang masih terdapat di areal perkebunan kelapa sawit milik perusahaan PT. Smart Corporation, juga diungkap mengenai kronologis penggusuran tanah milik rakyat KTPH-S yang telah memiliki kekuatan alas hak tersebut.

“Bahwa kepemilikan para penggugat (rakyat KTPH-S) atas tanah terperkara seluas 3000 Ha berdasarkan Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah (KTPPT) yang dikeluarkan oleh Kantor Reorganisasi Pemakaian Tanah (KRPT) Sumatera Timur yang dilindungi UU Darurat No. 8 Tahun 1954 yang didukung juga dengan surat keterangan kepala desa, surat ganti rugi yang diketahui kepala desa, surat penyerahan warisan, surat ketetapan iuran pembangunan daerah, surat tanda terima pembayaran wajib pajak hasil bumi, surat ketetapan pajak peralihan dan surat-surat lainnya”, ungkapnya.

Pemegang KTPPT/KRPT tersebut adalah merupakan para bekas buruh dari perusahaan perkebunan belanda yang bernama Sumatra Caoutchouc Maatschapiij NV. Marbau (SUMCAMA NV.), dimana para penggugat saat ini adalah sebagai anggota kelompok tani padang halaban sekitarnya yang terdiri dri para bekas buruh dari perusahaan SUMCAMA NV. yang masih hidup dan anak atau cucu para bekas buruh perusahaan itu yang telah meninggal dunia serta orang luar yang disepakati olehara bekas buruh dari perusahaan SUMCAMA NV. yang masih hidup dan anak atau cucunya untuk ikut masuk sebagai pemilik tanah terperkara tersebut.

Secara kronologis dapat diterangkan, bahwa para penggugat memperoleh tanah tersebut adalah dengan melalui proses yang dimulai pada tahun 1942 tentara Jepang menduduki dan mengusai
wilayah perkebunan SUMCAMA NV. dan demikian juga menguasai para buruh perusahaan tersebut serta memerintahkan agar para buruh mengganti jenis tanaman kelapa sawit dan sawit di dalam areal perkebunan tersebut menjadi tanaman jenis pangan seperti palawija dan sebagainya.

Pada tahun 1945 Presiden RI Soekarno menginstruksikan kepada seluruh rakyat Indonesia agar
seluruh areal perkebunan yang ditinggalkan oleh bangsa asing dibagi-bagikan kepada rakyat termasuk kuli/buruh perusahaan SUMCAMA NV. tersebut untuk ditanami tanaman sumber pangan guna memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan membantu keperluan logistik perjuangan kemerdekaan, dan untuk itu pada tahun 1945 tersebut areal perkebunan SUMCAMA NV. tersebut telah dibagi-bagikan kepada anggota/orang tua dan kakek anggota KTPH-S masing-masing kurang lebih dua hektare, yaitu sebagai berikut :
  1. Tanah bekas Divisi 1 yang diduduki rakyat dinamakan Desa Sidomulyo
  2. Tanah bekas Divisi Pabrik yang diduduki rakyat dinamakan Desa Karang Anyar
  3. Tanah bekas Divisi 2 yang diduduki rakyat dinamakan Desa Sidodadi/Aek Korsik
  4. Tanah bekas Divisi 3 yang diduduki rakyat dinamakan Desa Aek Ledong/Purworejo
  5. Tanah bekas Divisi 4 dan 5 yang diduduki rakyat dinamakan Desa Kartosentono/Brussel
  6. Tanah bekas Divisi 6 yang diduduki rakyat dinamakan Desa Sukadame/Panigoran
Setelah anggota/orang tua dan kakek para anggota KTPH-S menguasai dan mengusahai tanah tersebut sejak tahun 1945 sampai dengan tahun 1954 maka berdasarkan undang-undang darurat nomor 8 tahun 1954, maka kepemilikan tanah rakyat KTPH-S yang selama ini diduduki dan diusahai para penggugat/orang tua dan kakek para penggugat telah mendapat pengakuan hukum yaitu dengan terbitnya KTPPT terhadap tanah-tanah yang diduduki dan diusahai tersebut pada tahun 1956 yang dikeluarkan oleh Kantor Reorganisasi Pemakaian Tanah wilayah sumatera timur yang masih berlaku sampai saat sekarang ini.

“Hal mana berarti hak anggota/orang tua dan kakek anggota KTPH-S atas tanah tersebut tetapi dilindungi oleh hukum, dan sejak tahun 1956 ini para penggugat/orang tua dan kakek para penggugat telah memiliki tanah tersebut secara sah (pemilik yang sah-red)”, tegasnya Maulana Syafi’i, SH.I seperti yang dinyatakan oleh kuasa hukum KTPH-S dalam gugatannya.

Selain memiliki KTPPT/KRPT, sebagai bukti kepemilikan atas tanah terperkara tersebut para penggugat juga memiliki bukti-bukti fisik berupa situs/artefac di atas tanah terperkara seperti adanya kuburan dan sumur di beberapa tempat di atas tanah terperkara, sebagai bukti bahwa rakyat KTPH-S memang benar sebagai pemilik tanah terperkara yang pernah menguasai dan mengusahai tanah terperkara tersebut. Dan Fakta ini telah dibenarkan dalam Tim Peninjauan Lapangan dalam laporan hasil pelaksanaan tugas peninjauan lapangan terhaap areal yang dipersengketakan antara KTPH-S dengan PT. Smart Corporation pada hari selasa tanggal 21 oktober 2008 lalu.

Sebagian para bekas buruh tersebut telah meninggal dunia sehingga demi hukum para ahli warisnya yang tergabung dalam anggora KTPH-S dan menjadi penggugat dalam perkara ini adalah mendapatkan hak atas tanah terperkara dari milik orang tuanya atau kakeknya yang telah meninggal dunia tersebut.

Sampai pada tahun 1969 para penggugat/orang tua dan kakek para penggugat telah lebih kurang 25 tahun menguasai tanah tersebut dan telah sekitar 13 tahun menguasai tanah tersebut dengan memakai alas hak yaitu KTPPT/KRPT dan didukung oleh surat keterangan kepala desa, surat ganti rugi yang diketahui kepala desa, surat penyerahan warisan, surat ketetapan iuran pembangunan daerah, surat tanda terima pembayaran wajib pajak hasil bumi, surat ketetapan pajak peralihan dan surat-surat lainnya.

Akan tetapi, pada tahun 1969 sampai dengan 1970 lokasi tanah rakyat KTPH-S tersebut dirampas oleh PT. Plantagen AG dengan menggusur/mengusir secara paksa dan intimidasi para anggota/orang tua dan kakek anggota KTPH-S serta menarik/merampas sebagian besar bukti-bukti surat kepemilikan KTPH-S yang berupa KTPPT/KRPT maupun surat-surat lainnya, sehingga anggota/orang tua dan kakek anggota KTPH-S menjadi terlunta-lunta dan terlantar tidak tahu mau kemana bertempat tinggal dan berusaha.

Bahwa penggusuran yang dilakukan oleh PT. Plantagen AG tersebut tidak didasari dengan suatu persetujuan/kesepakatan dari suatu hasil musyawarah antara anggota/orang tua dan kakek anggota KTPH-S dengan PT. Plantagen AG, sehingga penggusuran tersebut telah melanggar hukum, HAM dan peraturan landreform, oleh karena itu PT. Plantagen AG telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Penggusuran yang telah dilakukan oleh PT. Plantagen AG pada tahun 1969/1970 tersebut berkaitan dengan landreform yang pada masa itu diketahui dan difasilitasi oleh Bupati Labuhanbatu di rantauprapat (Tergugat 4-red), akan tetapi Bupati Labuhanbatu tidak memperjuangkan dan melindungi hak-hak para penggugat untuk mendapatkan ganti rugi dan lahan pengganti dari tanah para penggugat yang telah dirampas oleh PT. Plantagen AG, oleh karena itu Bupati Labuhanbatu juga telah melakukan perbuatan melawan hukum.

Pada tahun 2001 para penggugat pernah menduduki kembali tanah terperkara tersebut, namun pada saat itu yang menguasai tanah KTPH-S adalah PT. Smart Corporation, PT. PP. Panigoran dan PT. Serikat Putra, namun masing-masing perusahaan yang digugat sebagai tergugat 1, tergugat 2 dan tergugat 3 tersebut menggusur dan mengusir secara intimidasi para penggugat.

Pada sekitar bulan maret 2009 para penggugat kembali menduduki sebagian tanah terperkara tersebut yang masih berlangsung sampai dengan gugatan perkara perdata ini diajukan di PN Rantauprapat, dimana pendudukan tersebut sebagai bukti bahwa rakyat KTPH-S tetap memperjuangkan hak miliknya atas tanah tersebut dan sekaligus menunjukkan bahwa tanah-tanah tersebut memang benar telah dan masih bermasalah.

Sejak rakyat KTPH-S digusur pada tahun 1969/1970 sampai dengan sekarang, perjuangan KTPH-S tidak pernah berhenti, melainkan tetap memperjuangkan haknya melalui jalur lembaga pemerintahan (eksekutif) dan jalur legislatif, akan tetapi rakyat KTPH-S belum juga mendapatkan haknya untuk menguasai dan mengusahai tanah milikya tersebut sebagaimana mestinya.

Meskipun permasalahan ini telah dilaporkan kepada Bupati Labuhanbatu dan Kantor BPN Labuhanbatu (sebagai Tergugat 6-red) dan diminta bantuannya terus menerus sepanjang dalam perjuangan rakyat KTPH-S untuk menyelesaikan permasalahan tanah tersebut, namun Bupati Labuhanbatu dan Kantor BPN Labuhanbatu, selain tidak memberikan usaha yang sungguh-sungguh ternyata Bupati Labuhanbatu dan Kantor BPN Labuhanbatu juga telah memberikan peran dalam penerbitan HGU (hak guna usaha), HGB (hak guna bangunan) maupun hak-hak pada pihak-pihak perusahaan perkebunan padang halaban atas tanah terperkara tersebut.

Masih menurut Sekum KTPH-S, dalam gugatan tersebut dinytakan perbuatan BPN Labuhanbatu menerbitkan HGU, HGB maupun hak-hak lainnya bagi PT.Smart Corporation, PT. PP. Panigoran dan PT. Serikat Putra, serta perbuatan Bupati Labuhanbatu memberikan data dan persetujuan/dukungan terhadap timbulnya HGU, HGB maupunhak-hak lainnya bagi perusahaan perkebunan padang halaban di atas tanah terperkara, demiian juga perbuatan perusahaan perkebunan padang halaban menguasai dan mengusahai tanah KTPH-S yang merupakan milik sah daripada KTPH-S adalah cacat hukum dan merupakan perbuatan melawan hukum (onrechtmatig daad).

Oleh karena perbuatan PT. Plantagen AG merampas tanah KTPH-S tersebut telah melawan hukum maka apabila peralihan hak dari PT. Plantagen AG kepada pihak-pihak perusahaan perkebunan padang halaban, maka penggugat memohon kepada PN rantauprapat agar menyatakan peralihak hak-hak PT. Plantagen AG tersebut atas tanah terperkara di atas adalah tidak sah, batal demi hukum dan tidak berkekuatan hukum.

Akibat perbuatan Bupati Labuhanbatu dan BPN Labuhanbatu membiarkan rakyat KTPH-S
digusur/diusir oleh PT. Plantagen AG pada tahun 1969/1970 dan akibat dari adanya penguasaan pihak-pihak perusahaan perkebunan padang halaban di atas tanah terperkara maka rakyat KTPH-S telah tidak dapat menguasai dan menikmati tanah miliknya tersebut selama lebih kurang 39 tahun sehinga demi hukum telah menimbulkan kerugian bagi rakyat KTPH-S baik materiil maupun immateriil.

Kerugian materiil antara lain, selama lebih kurang 39 tahun rakyat KTPH-S telah mengeluarkan biaya-biaya transportasi, pengumpulan data-data dan informasi untuk menjalankan perjuangannya mendapatkan hak kepemilikannya selama ini. Apabila dinilai harga sewa atas tanah terperkara tersebut dari sejak tahun 1970 sampai dengan tahun 2009, maka wajarlah dapat dirata-ratakan harga sewanya satu juta rupiah pertahun untuk setiap satu hektarnya.

Kerugian immateriil antara lain, rakyat KTPH-S selaku pemilik yang sah atas tanah terperkara telah terhambat dan merasa terzhalimi haknya untuk mengusahai dan menikmati tanah miliknya tersebut dan telah menghabiskan waktu, tenaga dan pikiran yang pada prinsipnya tidak dapat dinilai harganya. Untuk memudahkan, rakyat KTPH-S menuntut pembayaran ganti kerugian materiil dan immateriil tersebut sebesar Rp. 1.127.000.000.000,- atau sejumlah satu trillyun seratus dua puluh tujuh miliar rupiah.

Disamping menuntut kerugian tersebut, rakyat KTPH-S dalam gugatannya juga memohonkan agar PN rantauprapat berkenan untuk menghukum para tergugat untuk membayar kerugian sebesar tersebut di atas kepada para penggugat. Selain itu, memohon kepada PN rantauprapat agar berkenan untuk meletakkan sita jaminan (conservatoir beslag) atas tanah terperkara.

Seluruh gugatan rakyat KTPH-S yang dituangkan dalam surat gugatannya setebal 145 halaman tersebut akan dibahas lebih lanjut dalam sidang gugatan perkara perdata mengenai sengketa kepemilikan tanah seluas 3000 Ha antara rakyat KTPH-S vs PT. Smart Coporation Cs yang terletak di kecamatan aek kuo kabupaten labuhanbatu utara, akan dilanjutkan pada hari jum’at tanggal 11 september 2009 mendatang dengan agenda mendengarkan jawabah dari pihak-pihak tergugat. (MS)

Dituliskan oleh Maulan Syafi'i Sekretaris Umum KTPH-S Kav. Labuhan batu, Sumut