http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2009/10/16/82575/Oh-Bulog-Tekor-3
Jumat, 16 Oktober 2009, 03:43:49 WIB
Jakarta, RMOL. Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) dinilai lebih banyak mencari keuntungan ketimbang menjaga stabilitas harga beras.
Makanya lembaga yang dikomandoi Mustafa Abubakar tidak maksimal menjalankan fungsinya sebagai Public Service Obligation (PSO).
Demikian disampaikan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin..
“Sekarang posisi Bulog sederajat dengan perusahaan swasta, sehingga tidak bisa lagi diberikan kredit likuiditas Bank Indonesia. Otomatis Bulog mengejar laba setinggi-tingginya yang menyebabkan pembelian gabah dari petani dengan harga termurah,” katanya.
‘’Dalam hal ini petani dirugikan kok. Jadi, bisa dikatakan terobosan Bulog belum terlihat untuk mensejahterakan petani,’’ tambahnya.
Apa lagi, lanjutnya, Bulog menambah persyaratan dari 2 menjadi 5 agar gabah petani bisa dibeli, yakni kadar air maksimum 14 persen, kadar hampa/kotoran maksimum 3 persen, derajat sosoh 95 persen, beras kuning maksimum 3 persen, dan kandungan menir maksimum 2 persen.
“Hal ini tentunya semakin membatasi kemampuan Bulog untuk menyerap gabah dari petani,” tandasnya.
Berdasarkan penilain Henry, dan sejumlah pemerhati pertanian, serta bekas Wakil Ketua Komisi IV DPR, ada 7 kegagalan Perum Bulog. Sedangkan keberhasilan ada 4. Jadi, rugi (tekor) 3 (7 kegagalan – 4 keberhasilan = 3).
‘’Surplus Rp 102 Miliar’’
Mustafa Abubakar, Dirut Perum Bulog
Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Dirut Perum Bulog), Mustofa Abubakar mengatakan, tahun 2009 pihaknya menargetkan pengadaan beras 3,8 juta ton atau lebih tinggi dari realisasi tahun 2008 hanya mencapai 3,2 juta ton.
“Pencapaian pengadaan beras tahun 2008 yang cukup sukses telah menghentikan ketergantungan impor beras Indonesia, sehingga bisa menghemat devisa negara sebesar 500 juta miliar dolar AS,” ujarnya di Jakarta, belum lama ini.
Diungkapkan, keberhasilan Bulog berhasil menekan lonjakan harga beras, telah membuat kepercayaan Bulog untuk masuk ke komoditi lainnya seperti gula, jagung dan kedele.
“Neraca keuangan Bulog yang semula defisit Rp 500 miliar, saat ini (2008) surplus Rp 102 miliar,” ucapnya.
Menurutnya, Indonesia memiliki dua juta ton beras sebagai cadangan untuk rumah tangga miskin di seluruh Indonesia.
“Selain itu juga mempunyai persediaan (stok) beras 525.000 ton yang tersimpan di gudang-gudang Bulog sebagai upaya mengendalikan harga beras,” katanya.
Diungkapkan, penyaluran beras untuk masyarakat miskin di berbagai daerah setiap bulannya mencapai sekitar 300.000 ton. Penyaluran beras murah seharga Rp1.600 per kilogram itu dinilai lebih efektif dalam mengendalikan harga beras dibanding melakukan operasi pasar.
‘’Tengkulak Masih Merajalela’’
Donny Pradana, Ketua Umum Serikat Tani Nasional
Bulog dinilai belum berhasil menjaga kestabilan harga beras dalam negeri. Sebab, di beberapa daerah harganya sangat mahal gara-gara kekurangan stok. Ini berati belum berhasil menjaga cadangan pangan nasional.
Demikian disampaikan Ketua Umum Serikat Tani Nasional (STN), Donny Pradana. Selain itu, lanjutnya, Bulog juga belum berhasil menyelesaikan masalah tengkulak.
‘’Tengkulak masih merajalela tuh. Keberadaan mereka harus dibasmi,’’ ujarnya.
“Ini memperlihatkan Bulog belum berhasil menyentuh daerah-daerah penghasil beras untuk membeli langsung hasil panen petani,” tambahnya.
Hal lainnya, kata Donny, Bulog juga belum mampu memberikan harga yang maskimal buat pembelian gabah petani. “Harga gabah sekarang masih sangat rendah, sehingga belum bisa meningkatkan kesejahteraan petani,” katanya.
‘’Selain itu, penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin) juga belum maksimal,” ujarnya.
‘’Belum Ada Langkah Spektakuler’’
Ichsanuddin Noorsy, Pengamat Kebijakan Publik
Kinerja Bulog biasa-biasa saja, tidak ada langkah spektakuler yang dilakukan untuk menjaga ketahanan pangan nasional dan stabilitas harga beras.
‘’Bulog belum berhasil menjaga stabilitas harga beras. Sebab beberapa waktu lalu harganya terus melambung tinggi, yakni Rp 5.500 sampai Rp6.000 per kilogram,” ujar pengamat kebijakan publik, Ichsanuddin Noorsy, kepada’Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Anehnya, lanjut Direktur Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) itu, walau harga beras naik, tapi harga gabah dari petani tetap murah. Ini berarti tidak bisa menjaga harga gabah dan harga beras.
‘’Belum ada langkah spektakuler untuk mensinkronkan itu. Walau harga beras tinggi tapi petani dirugikan kok, karena harga gabah murah. Sedangkan harga pupuk mahal, sehingga biaya produksi sangat besar, tapi hasilnya tidak sepadan,’’ paparnya.
Menurut Noorsy, fungsi Bulog harus dipertegas lagi dengan mengembalikan fungsinya dalam menjaga stabilitas harga. Sebab, di era reformasi fungsinya bertambah, selain menjaga pengadaan pasokan dalam negeri, juga dituntut mencari untung.
“Bulog harus menjaga peredaran beras, menstabilkan harga, dan menjamin ketahanan pangan. Jangan disuruh mencari untung ,” katanya.
‘’’Hasilnya Sudah Lumayan Kok..’’
Andi Irawan, Pengamat Ekonomi Pertanian
Bulog selama dipimpin Mustafa Abubakar sudah bisa menjaga cadangan beras dalam negeri, sehingga tidak kekurangan bahan pangan lagi
‘’Hasilnya sudah lumayan kok. Jadi wajar bila diapresiasi. Sebab berhasil menjaga cadangan beras,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, Bulog juga berhasil melakukan penyaluran beras rakyat miskin (Raskin), yang dapat membantu rakyat miskin untuk memenuhi kebutuhannya.
“Pada tahun 2008 Bulog juga tidak impor beras lagi. Kebijakan ini menguntungkan petani. Sebab, kalau melakukan impor besar akan merugikan petani,’’ ujarnya.
Dikatakan, kebijakan tidak melakukan impor besar itu gara-gara pertanian dalam negeri berhasil melakukan swasembada beras.
Selain itu, lanjutnya, Bulog juga berhasil meningkatkan cadangan beras, sehingga bisa dikatakan kinerjanya sudah lebih bagus dibandingkan sebelumnya.
‘’Nggak Ada Perbaikan Deh...’’
Ahmad Yakub, Pemerhati Pertanian
Kinerja Badan Urusan Logistik (Bulog) di bawah kepemimpinan Mustafa Abubakar belum masksimal dalam menjaga ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Hal ini dikatakan pemerhati pertanian, Ahmad Yakub, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
‘’Nggak ada perbaikan deh, nasib petani tetap saja susah,’’ ucapnya. Dikatakan, sekarang Bulog mempunyai dua fungsi yaitu sebagai Publik Service Obligation (PSO) dan mencari untung.
‘’Bulog dibolehkan untuk mencari untung, sehingga kinerja mereka lebih konsentrasi mencari untung,” katanya.
Menurut Ketua Departemen Kajian dan Strategis Nasional Serikat Petani Indonesia (SPI) ini, saat pemerintah mengklaim swasembada beras, tapi nasib petani tidak mengalami peningkatan. Sebab, Bulog membeli gabah kering ke petani dengan harga di bawah rata-rata.
“Harga petani hanya Rp 2.400 per kilogram. Padahal keinginan para petani sebesar Rp 3.200 per kilogram sesuai dengan harga bahan-bahan pokok, “ katanya.
Dikatakan, Bulog gagal menyelamatkan produsen pangan dalam negeri. Sebab mereka masih melakukan impor beras dan gula, yang akhirnya merugikan para petani, terutama petani gula. Sebab, sampai sekarang gula ratifikasi masih membanjiri pasar.
“Lembaga ini juga tidak berhasil menjaga kestabilan harga beras, dan kebutuhan dalam negeri. Jadi, oh wajar kalau nilainya tekor,” katanya.
Dikatakan, Bulog lebih banyak berpihak kepada pedagang beras dibandingkan kepada petani. Sebab mereka dinilai lebih menguntungkan. “Ke depan Bulog harus menjadi lembaga yang tidak berorientasi keuntungan dan lebih berpihak kepada petani,” tandasnya. []