Tuesday, October 20, 2009

Oh Bulog Tekor 3

http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2009/10/16/82575/Oh-Bulog-Tekor-3

Jumat, 16 Oktober 2009, 03:43:49 WIB

Jakarta, RMOL. Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) dinilai lebih banyak mencari keuntungan ketimbang menjaga stabilitas harga beras.

Makanya lembaga yang dikomandoi Mustafa Abubakar tidak maksimal menjalankan fungsinya sebagai Public Service Obligation (PSO).

Demikian disampaikan Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih, kepada Rakyat Mer­deka, di Jakarta, kemarin..

“Sekarang posisi Bulog sederajat dengan perusahaan swasta, sehingga tidak bisa lagi diberikan kredit li­kuiditas Bank Indonesia. Otomatis Bu­log mengejar laba setinggi-tingginya yang menyebabkan pembelian gabah dari petani dengan harga termurah,” katanya.

‘’Dalam hal ini petani di­rugikan kok. Jadi, bisa di­ka­takan terobosan Bu­log belum terlihat untuk men­se­jahterakan petani,’’ tam­bah­nya.

Apa lagi, lanjutnya, Bu­log me­nam­bah per­sya­ratan dari 2 menjadi 5 agar gabah pe­tani bisa dibeli, yakni kadar air maksimum 14 persen, kadar hampa/kotoran mak­simum 3 persen, derajat sosoh 95 persen, beras kuning maksimum 3 persen, dan kandungan menir mak­simum 2 persen.

“Hal ini tentunya semakin mem­ba­tasi kemampuan Bulog untuk me­nyerap gabah dari petani,” tandasnya.

Berdasarkan penilain Henry, dan sejumlah pemerhati pertanian, serta bekas Wakil Ketua Komisi IV DPR, ada 7 kegagalan Perum Bulog. Se­dangkan keberhasilan ada 4. Jadi, rugi (tekor) 3 (7 kegagalan – 4 keberhasilan = 3).

‘’Surplus Rp 102 Miliar’’
Mustafa Abubakar, Dirut Perum Bulog

Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Dirut Perum Bulog), Mustofa Abubakar mengatakan, tahun 2009 pihaknya menargetkan pengadaan beras 3,8 juta ton atau lebih tinggi dari realisasi tahun 2008 hanya mencapai 3,2 juta ton.

“Pencapaian pengadaan beras tahun 2008 yang cukup sukses telah menghentikan ketergantungan impor beras Indonesia, sehingga bisa menghemat devisa negara sebesar 500 juta miliar dolar AS,” ujarnya di Jakarta, belum lama ini.

Diungkapkan, keberhasilan Bulog berhasil menekan lonjakan harga beras, telah membuat kepercayaan Bulog untuk masuk ke komoditi lainnya seperti gula, jagung dan kedele.

“Neraca keuangan Bulog yang semula defisit Rp 500 miliar, saat ini (2008) surplus Rp 102 miliar,” ucapnya.

Menurutnya, Indonesia memiliki dua juta ton beras sebagai cadangan untuk rumah tangga miskin di seluruh Indonesia.

“Selain itu juga mempunyai persediaan (stok) beras 525.000 ton yang tersimpan di gu­dang-gudang Bulog sebagai upaya me­ngendalikan harga beras,” katanya.

Diungkapkan, penyaluran beras untuk masyarakat miskin di berbagai daerah setiap bulannya mencapai sekitar 300.000 ton. Penyaluran beras murah seharga Rp1.600 per kilogram itu dinilai lebih efektif dalam mengendalikan harga beras dibanding melakukan operasi pasar.

‘’Tengkulak Masih Merajalela’’
Donny Pradana, Ketua Umum Serikat Tani Nasional

Bulog dinilai belum berhasil menjaga kestabilan harga beras dalam negeri. Sebab, di beberapa daerah harganya sangat mahal gara-gara kekurangan stok. Ini berati belum berhasil menjaga cadangan pangan nasional.

Demikian disampaikan Ketua Umum Serikat Tani Nasional (STN), Donny Pradana. Selain itu, lanjut­nya, Bulog juga belum berhasil menyelesaikan masalah tengkulak.

‘’Tengkulak masih merajalela tuh. Keberadaan mereka harus dibasmi,’’ ujarnya.

“Ini memperlihatkan Bulog belum berhasil menyentuh daerah-daerah penghasil beras untuk membeli langsung hasil panen petani,” tambahnya.

Hal lainnya, kata Donny, Bulog juga belum mampu memberikan harga yang maskimal buat pem­be­lian gabah petani. “Harga gabah se­karang masih sangat rendah, sehingga belum bisa meningkatkan kesejahteraan petani,” katanya.

‘’Selain itu, penyaluran beras untuk rakyat miskin (raskin) juga belum maksimal,” ujarnya.

‘’Belum Ada Langkah Spektakuler’’
Ichsanuddin Noorsy, Pengamat Kebijakan Publik

Kinerja Bulog biasa-biasa saja, tidak ada langkah spek­ta­kuler yang dilakukan untuk men­jaga ketahanan pangan nasional dan stabilitas harga beras.

‘’Bulog belum berhasil me­nja­ga stabilitas harga beras. Sebab be­berapa waktu lalu harganya te­rus melambung tinggi, yakni Rp 5.500 sampai Rp6.000 per kilo­gram,” ujar pengamat ke­bijakan publik, Ichsanuddin Noorsy, kepada’Rakyat Mer­de­ka, di Jakarta, kemarin.

Anehnya, lanjut Direktur Lem­baga Studi Kebijakan Publik (LSKP) itu, walau harga beras naik, tapi harga gabah dari pe­tani tetap murah. Ini berarti tidak bisa menjaga harga gabah dan harga beras.

‘’Belum ada langkah spek­ta­kuler untuk mensinkronkan itu. Walau harga beras tinggi tapi p­etani dirugikan kok, karena harga gabah murah. Sedangkan harga pupuk mahal, sehingga biaya produksi sangat besar, tapi hasilnya tidak sepadan,’’ paparnya.

Menurut Noorsy, fungsi Bulog harus dipertegas lagi dengan mengembalikan fungsinya dalam menjaga stabilitas harga. Sebab, di era reformasi fung­si­nya bertambah, selain men­jaga pengadaan pasokan dalam ne­geri, juga dituntut mencari untung.

“Bulog harus menjaga pere­da­ran beras, menstabilkan har­ga, dan menjamin ketahanan pa­ngan. Jangan disuruh men­cari untung ,” katanya.

‘’’Hasilnya Sudah Lumayan Kok..’’
Andi Irawan, Pengamat Ekonomi Pertanian

Bulog selama dipimpin Mus­tafa Abubakar sudah bisa men­jaga cadangan beras dalam ne­geri, sehingga tidak kekurangan ba­han pangan lagi

‘’Hasilnya sudah lumayan kok. Jadi wajar bila diapresiasi. Se­bab berhasil menjaga cadangan be­ras,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Menurutnya, Bulog juga ber­hasil melakukan penyaluran beras rakyat miskin (Raskin), yang dapat membantu rakyat miskin untuk memenuhi ke­butuhannya.

“Pada tahun 2008 Bulog juga tidak impor beras lagi. Kebijakan ini menguntungkan petani. Sebab, kalau melakukan impor be­sar akan merugikan petani,’’ ujarnya.

Dikatakan, kebijakan tidak melakukan impor besar itu gara-ga­ra pertanian dalam negeri ber­­ha­sil melakukan swasem­ba­da beras.

Selain itu, lanjutnya, Bulog juga berhasil meningkatkan cadangan beras, sehingga bisa dikatakan kinerjanya sudah lebih bagus dibandingkan sebelumnya.

‘’Nggak Ada Perbaikan Deh...’’
Ahmad Yakub, Pemerhati Pertanian

Kinerja Badan Urusan Lo­gistik (Bulog) di bawah ke­pe­mimpinan Mustafa Abubakar belum masksimal dalam men­ja­ga ketahanan pangan dan meningkatkan kesejahteraan petani.

Hal ini dikatakan pemerhati pertanian, Ahmad Yakub, ke­pada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

‘’Nggak ada perbaikan deh, nasib petani tetap saja susah,’’ ucapnya. Dikatakan, sekarang Bulog mempunyai dua fungsi yaitu sebagai Publik Service Obligation (PSO) dan mencari untung.

‘’Bulog dibolehkan untuk men­cari untung, sehingga kinerja me­reka lebih konsentrasi men­cari untung,” katanya.

Menurut Ketua Departemen Kajian dan Strategis Nasional Serikat Petani Indonesia (SPI) ini, saat pemerintah mengklaim swa­sembada beras, tapi nasib petani tidak mengalami pe­ning­katan. Sebab, Bulog membeli gabah kering ke petani dengan harga di bawah rata-rata.

“Harga petani hanya Rp 2.400 per kilogram. Padahal keinginan para petani sebesar Rp 3.200 per kilogram sesuai dengan harga bahan-bahan pokok, “ katanya.

Dikatakan, Bulog gagal me­nye­lamatkan produsen pangan dalam negeri. Sebab mereka masih melakukan impor beras dan gula, yang akhirnya meru­gikan para petani, terutama pe­tani gula. Sebab, sampai se­ka­rang gula ratifikasi masih membanjiri pasar.

“Lembaga ini juga tidak ber­hasil menjaga kestabilan harga beras, dan kebutuhan dalam ne­geri. Jadi, oh wajar kalau ni­lainya tekor,” katanya.

Dikatakan, Bulog lebih banyak berpihak kepada pedagang be­ras dibandingkan kepada petani. Se­bab mereka dinilai lebih me­ng­untungkan. “Ke depan Bulog harus men­jadi lembaga yang tidak ber­orien­tasi keuntungan dan lebih ber­pihak kepada petani,” tan­dasnya. []