Monday, August 6, 2007

Kekeringan Pangan di Jawa Tengah

http://www.suaramerdeka.com/

Senin, 06 Agustus 2007 NASIONAL

MEMASUKI musim kemarau, masalah kekeringan, kekurangan air minum, dan berita paceklik pasti akan mewarnai sebagian wilayah Indonesia. Dari tahun ke tahun jumlah wilayah yang dilanda kekeringan semakin meningkat dan meluas. Akibatnya, dimana-mana mengalami kesulitan air.

Selain kemarau, faktor yang mengakibatkan kekeringan adalah kerusakan lingkungan di daerah tangkapan air, pesatnya pembangunan fisik, serta rendahnya kesadaran masyarakat dalam penggunaan air tanpa diikuti dengan upaya menjaga dan melestarikan sumber daya air.

Pulau Jawa merupakan salah satu wilayah yang menjadi langganan kekeringan. Hampir 59% tergolong daerah rawan kekeringan, khususnya di sepanjang pantai utara dan selatan Jawa Tengah. Kondisi itu menyebabkan sulitnya mendapatkan air untuk irigasi persawahan.

Selain itu, penduduk juga sukar mendapatkan air bersih untuk keperluan sehari-hari. Padahal air adalah salah satu kebutuhan sangat vital. Dampak dari kekeringan tersebut, salah satunya memengaruhi produksi pangan di Indonesia. Sebab risiko gagal panen, puso, dan kerusakan tanampasti ada.

Berdasarkan data Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH) Jawa Tengah, pada 2002-2007 jumlah hasil pangan berupa padi yang berhasil dipanen saat kekeringan selalu mengalami naik-turun. Pada 2002 sebanyak 36.790, 110.012 (2003), 22.818 (2004), 81.660 (2005), 18.585 (2006), dan 107.028 (Januari- Juli 2007).

Menindaklanjuti data dan informasi tersebut maka sudah seharusnya pemerintah segera melakukan upaya-upaya mengatasi kekeringan, agar dampak positif kekeringan dapat dioptimalisasi dan dampak negatifnya bisa direduksi.

Langkah itu untuk kepentingan dan sekaligus pelayanan kepada masyarakat. Yang perlu diperhatikan adalah menyampaikan kondisi aktual, kecenderungan perkembangannya, serta teknologi adaptasi dan mitigasinya. Perubahan pola adaptasi dan mitigasi kekeringan ini dapat dilakukan dengan mengembangkan sistem deteksi dini kekeringan secara spasial dan temporal, yaitu berupa pemanfaatan stasiun iklim otomatis dan sarana telekomunikasi.

Untuk mengatasi masalah kekeringan, BPTPH telah melakukan usaha-usaha, baik melalui penganggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun pengembanngan lahan dan air (PLA). Upaya-upaya tersebut diklasifikasikan dalam jangka pendek, antara lain dengan memprioritaskan pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku untuk air bersih dan menambah instalasi yang dapat difungsikan dengan cepat seperti pembuatan paket-paket unit pengolahan air bersih berkapasitas kecil khusus untuk daerah yang masih memiliki sumber air baku.

Bagi daerah rawan air bersih termasuk yang sumur dangkalnya juga mengalami kekeringan,dibantu dengan suplai air bersih melalui tangki. Airnya diambil dari instalasi pengolahan air (IPA) terdekatyang masih berfungsi dan pembuatan embung. Sementara untuk daerah yang memiliki potensi air tanah sedang (kedalaman 25-40 meter) sesuai dengan peta potensi air tanah, dibangun sumur-sumur pompa tangan dalam, sumur resapan, dan sumur pantek. Kemudian sumur dangkal untuk irigasi terbatas, bantuan benih, perbaikan jaringan irigasi tingkat desa (jides), dan perbaikan jaringan irigasi tingkat usaha tani (jitut).

Untuk program jangka menengah yakni dengan mengoptimalkan sarana dan prasarana pertanianyang sudah ada untuk mempercepat pengolahan tanah, penyebarluasan dampak fenomena iklim dan penanggulan bencana alam yang melibatkan instansi terkait. Juga kampanye memanfaatkan sumber air yang ada secara lebih efisien dan efektif.

Untuk jangka panjang berupa konservasi, optimalisasi, dan rehabilitasi lahan. Langkah yang dilakukan seperti perlindungan sumber-sumber air dan pengembangannya. Selain itu perlu pula dilakukan perbaikan tanggul-tanggul sungai.

Khusus untuk kebutuhan mendesak saat ini, program diprioritaskan pada pemanfaatan sumber air yang masih tersedia sebagai air baku untuk air minum, menambah instalasi yang dapat difungsikan dengan cepat melalui pembuatan unit pengolah air bersih kapasitas kecil 5-10 liter/detik bagi daerah yang masih memiliki air baku. Selanjutnya menyuplai daerah yang mengalami kekeringan melalui mobil tangki. Bisa juga membangun sumur-sumur pompa tangan, sedalam 25-40 meter untuk daerah yang memiliki potensi air tanah sedang. (Istolia Wardhani, Sasi Pujiati/Pusdok SM)