http://www.kompas.co.id/
Jumat, 03 Agustus 2007
Jambi, Kompas - Sengketa lahan milik negara antara masyarakat dan perusahaan swasta masih terus berlanjut di Kabupaten Batanghari, Jambi. Warga yang mengklaim pemilik tanah negara mengajukan tuntutan terhadap perusahaan untuk segera mengembalikan tanah yang selama ini mereka kelola.
"Kami telah mendapat legalitas hak mengolah tanah negara, tetapi tanaman kami belum lagi dipanen, sudah diserobot oleh pengusaha bermodal besar," tutur Umar (56), petani di Desa Olak Rambahan, Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari, kemarin.
Di Desa Olak Rambahan, seluas 341 hektar tanah negara diperebutkan. Menurut Umar, 80 keluarga setempat yang membentuk Kelompok Tani Rambahan Jaya mendapat hak kelola lahan untuk dua tahun dan paling lama selama tiga tahun.
Hak ini selanjutnya dapat diperpanjang mengingat petani tidak merasa membutuhkan adanya kesepakatan berikutnya. Pasalnya, pada saat masa hak kelola habis, para petani telah memanfaatkan lahan itu menjadi kebun karet secara berkelanjutan.
"Tetapi, belum lagi karet dipanen, PT WKS (Wira Karya Sakti) sudah menggusur seluruh tanaman kami. Perusahaan mengklaim pihaknya yang paling berhak, sementara petani adalah pemakai lahan secara liar," tutur Umar.
Oleh karena itu, menurut Ismail, ketua kelompok tani setempat, mereka menuntut agar perusahaan mengembalikan hak para petani tersebut. Perusahaan yang sebelumnya telah mengusir petani harus hengkang dari lahan negara tersebut.
Punya izin
Kurniawan dari Bagian Humas PT WKS mengemukakan, perusahaan telah mendapat izin dari negara untuk memanfaatkan tanah tersebut. Pihaknya bahkan telah membayarkan ganti rugi kepada masyarakat pada tahun 1995. Oleh karena itu, sangat disesalkan apabila ada kelompok masyarakat yang masih menuntut ganti rugi kepada perusahaannya.
Menurut dia, pemerintah juga telah mengeluarkan surat keterangan yang berisikan pihak perusahaan memang telah memberikan ganti rugi kepada petani sehingga mestinya masalah ini tidak dipersoalkan kembali.
Suku Anak Dalam
Penyerobotan lahan juga dikeluhkan masyarakat Suku Anak Dalam di Desa Markanding, Kecamatan Sungai Bahar, Kabupaten Muaro Jambi. Mereka memprotes sebuah perusahaan yang mengubah tanah adat mereka menjadi areal perkebunan sawit.
Ratusan keluarga yang sebagian besar tinggal di sekitar aliran sungai tersier berinduk pada Sungai Bahar telah tergusur dari tanah mereka, sementara kebun warga telanjur ditebangi. Antara lain jernang, karet, duren, dan rambutan telah habis. Padahal, perkebunan rakyat itu merupakan tempat untuk mencari makan bagi Suku Anak Dalam. (ITA)