Thursday, July 5, 2007

UU Penanaman Modal digugat ke Mahkamah Konstitusi


Ratusan massa aksi berdemonstrasi menggugat UU No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal di depan gedung Mahkamah Konstitusi, Kamis (5/7). Organisasi rakyat dan LSM yang tergabung dalam Gerakan Rakyat Melawan Neokolonialisme dan Imperialisme (Gerak Lawan) tersebut menuntut Mahkamah Konstitusi untuk mencabut UU Penanaman Modal dengan mengajukan Judicial Review.

Menurut massa aksi, Undang-undang Penanaman Modal banyak mengandung tiga kecacatan utama. Pertama, UU ini tidak mengedepankan kepentingan nasional justru melayani internasionalisasi modal serta bertentangan dengan konstitusi RI dengan memfasilitasi modal asing menguasai produksi yang terkait dengan hajat hidup orang banyak (semesta rakyat/warga negara Indonesia).

Kedua, UU ini tidak melindungi hak atas pekerjaan rakyat Indonesia, khususnya kaum buruh yang dengan mudah terkena PHK akibat perusahaanya tutup karena pindah lokasi usahanya (capital flight).

Ketiga, UU ini akan memperparah pelanggaran hak ekonomi, sosial, dan budaya yang dilakukan aktor negara dan aktor non-negara, khususnya korporasi.

Selain itu, UU Penanaman Modal ditengarai pesanan dari Bank Dunia sebagaimana Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air lewat proyek WATSAL (Water Resources Sector Adjustment Loan), atau Rancangan Undang-undang Sumberdaya Agraria lewat proyek LAP (Land Adminitrasi Project), yang secara vulgar lebih memprioritaskan kepentingan modal internasional ketimbang kepentingan bangsa dan rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, Strategi pembangunan yang mengandalkan pada kucuran investasi asing seperti ini akan berdampak pada upah buruh murah sebagai keunggulan komparatif, perampasan tanah rakyat dan terjadinya kemiskinan serta kekerasan struktural secara massif. Strategi ini diambil pemeintah karena memang struktur kekuasaan nasional tidak terletak di Jakarta, melainkan di kantor-kantor pusat lembaga keuangan internasional dan perusahaan-perusahaan transnasional.

Pengadilan Rakyat

Beberapa perwakilan massa aksi didampingi tim pengacara menemui Mahkamah Konstitusi untuk menyerahkan materi gugatan. Setelah itu, massa aksi menggelar pengadilan rakyat didepan gedung Mahkamah Kosntitusi. Hakim Ketua pengadilan rakyat yaitu, Jhonson Panjaitan dari PBHI membuka pengadilan dengan menghadirkan saksi-saksi dari FSPI, FSJB, Solidaritas Perempuan dan lain-lainnya.

Sekjen FSPI Henry Saragih, dalam kesaksiannya mengatakan bahwa UU Penanaman Modal sudah menindas rakyat tani. Dalam UU tersebut, Hak Guna Usaha (HGU) bagi perusahaan-perusahaan perkebunan dan Kehutanan bisa diperpanjang sampai 95 tahun. Padahal, di massa penjajahan saja maksimal 70 tahun. "UU ini mempunyai watak kolonial bahkan lebih kejam dari penjajahan itu sendiri," ujar Henry.

Lebih jauh Henry menegaskan, UU Penanaman Modal akan menjadikan rakyat sebagai kuli di negeri sendiri. Kaum tani dan kalangan rakyat lainnya makin sengsara. Biaya sosial yang ditimbulkan oleh UU ini telah menyebabkan ribuan konflik agraria, kekerasan terhadap petani, perusakan lingkungan dan pemiskinan terhadap rakyat.

"Mahkamah Konstitusi harus berani mencabut UU Penanaman Modal. Pemerintah juga harus segera menyelenggarakan ekonomi nasional yang mandiri untuk kesejahteraan rakyat dengan melaksanakan Pembaruan Agraria dan membangun industri nasional yang kuat sesuai amanat UUD 1945," tegas Henry.

Atas dasar itu, berbagai organisasi rakyat dan LSM merapatkan barisan dan menuntut pencabutan UU Penanaman Modal demi terwujudnya kemandirian ekonomi dan kesejahteraan rakyat banyak.

Gerak Lawan terdiri dari, FSPI (Federasi Serikat Petani Indonesia), ABM (Aliansi Buruh Menggugat), FSBJ (Federasi Serkat Buruh Jabotabek), PBHI (Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia), API (Aliansi Petani Indonesia), FPPI (Front Perjuangan Pemuda Indonesia), STN (Serikat Tani Nasional), FMN (Front Mahasiswa Nasional), SMI (Serikat Mahasiswa Indonesia), Bina Desa Sadajiwa, KPA (Konsorsium Pembaruan Agraria), KAU (Koalisi Anti Utang), Solidaritas Perempuan, IGJ (Institute for Global Justice), ASPPUK, SHMI (Suara Hak Asasi Manusia Indonesia), WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), KAM (Kesatuan Aksi Mahasiswa) LAKSI 31, SAINS (Sayogyo Indtitute), LS ADI.