Melalui Hak Guna Usaha nomor : 1 tahun 1986, PT BDU (Kini PT Asiatik Persada) beroperasi diwilayah desa Tiang Tunggang Bungku. Sertifikat HGU diterbitkan oleh BPN Kabupaten Batanghari propinsi Jambi Tgl 20 Mei 1987 dengan luas kebun seluas 20.000 Ha yang akan dibangun perkebunan kelapa sawit dan coklat. Sertifikat ini tidak memiliki gambar tanah dan penjelasan.
Selain beberapa perladangan dan kebun masyarakat local, beberapa dusun yang ditempati oleh warga asli yang menyebut dirinya dengan Suku Anak Dalam (SAD) tergusur dengan kehadiran perusahaan yang kini dimiliki oleh pengusaha asal Nias Medan yang memiliki group fonemenal sepanjang akhir tahun 2000 yaitu Wilmar Group. Beberapa dusun itu adalah dusun Padang Salak, Dusun Tanahmenang, dan Dusun Pinang Tinggi.
Bukti dari masuknya dusun ini dalam areal konsesi adalah terlihat dari anak-anak sungai.
Ada Dusun Padangsalak dengan mewarisi beberapa anak sungai seperti Sungai Suban, Sungai Cermin, Sungai Padang Salak, Sungai laman Minang, Sungai Suban Ayomati, Sungai bayan Temen, Sungai Durian makan Mangku, Sungai Lubuk Burung, Sungai Ulu Suban Ayomati.
- Surat peninggalan dari Depati Kelek Depati Dusun Pinang Tinggi di tahun 1940 yang ditemukan di Kantor De Controleur Van Moeara Tembesi tertanggal 20 November 1940. pada surat ini tertulis bahwa benar ada pedusunan diwilayah dengan batas-batas ulu sungai bahar berbatas dengan sungai Jentik, wilayah dusun Sungai Jentik dan wilayah ini adalah wilayah Dusun Depati Djentik. Hilirnya Sungai Bahar berbatas dengan Muaro Sungai Markanding dan Markanding. Kiri mudik sungai Bahar berbatasan dengan Sungai Bungin-Sungai Kandang,-Sumatera Selatan. Kanan mudin sungai Bahar berbatasan dengan sungai Bulian-sungai Jernih Pangkal Tigo.
- Surat dikeluarkan oleh Pasirah Kepala Marga Batin V Marmio di buat tanggal 4 maret 1978
- Surat peninggalan nenek mamak suku kubu 113 menuntut PT BDU (sekarang Asiatik Persada) ditahun 1986.
- Daftar lokasi dan jumlah kuburan warga masyarakat Suku Anak Dalam yang berjumlah 259 perkuburan yang terkena penggusuran akibat pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit dan coklat ditahun 1985.
Ada dua kriteria Suku Asli diwilayah ini, yaitu:
- Suku Anak Dalam Batanghari Sembilan (Sub Bagian Dari Suku Kubu Lalan Anak Sungai Musi) adalah suku pedalaman yang mendiami kawasan antara sungai Batanghari dan Sungai Musi, dan khususnya mereka disisi perbatasan Propinsi Jambi yang hidup disepanjang anak dari sungai Musi yang mengarah ke Propinsi Jambi. Suku Batin Sembilan berada dan pernah hidup secara tradisional di kawasan sisi perbatasan Sumatera Selatan. Menurut tetua adat disuku Batin ini, bahwa mereka merupakan keturunan dari moyang Nikat Air Hitam Penukal Musi Banyu Asin Palembang, kemudian menyebar dan merambah ke arah jambi melewati daerah Bakal Petas dan kemudian hidup didesa Tanjung Lebar, Pelempang, Nyogan dan Tanjung Pauh, jumlah mereka sekitar 597 KK atau sekitar 2.337 jiwa. Mereka sudah mendiami wilayah sejak puluhan tahun lalu. Sebenarnya mereka punya wilayah tersendiri yaitu di selatan daerah yang namanya Bakal Petas (Batas) yang masuk ke propinsi Sumsel. Di Bakal Petas ini terdapat tanaman yang khas yaitu barisan pohon yang membelah memanjang (sampai sekarang batas alam ini masih tersisa walaupun tidak utuh lagi akibat adanya HPH). Ketika mereka merambah kearah jambi dan melewati daerah Bakal Petas maka mereka melakukan perjanjian dengan tuo-tuo tengganai dari Suku Anak Dalam Sungai Bahar untuk menumpang hidup diwilayah suku Anak Dalam Sungai Bahar yang lebih dulu ada diwilayah ini, adapun isi perjanjian itu pada intinya adalah tanaman tua untuk Suku Anak Dalam Sungai Bahar dan tanaman muda untuk Suku Batanghari IX sebagai pendatang.
- Suku Anak Dalam Sungai Bahar (sejak tahun 1999 mereka menyebut dirinya Suku Kubu Bahar Kelompok 113 hal ini untuk menjadi simbol identitas mereka dan membedakan dengan kelompok lainnya) adalah masyarakat asli yang mendiami wilayah ini jauh sebelum kedatangan beberapa kelompok suku asli diatas. Dan berhak atas tanah dan kebun yang tergusur akibat kedatangan perusahaan perkebunan PT Asiatik Persada. Mereka merambah dari arah Muarajangga Tembesi dan akhirnya mendiami Hulu Sungai Bahar. Sungai Bahar merupakan anak dari sungai Musi Sumsel dimana bagian ilirnya merupakan hak Masyarakat Asli Sumsel dan bagian Hulunya merupakan hak Masyarakat Asli Jambi, adapun batasnya adalah tanda alam yaitu daerah Bakal Petas. Perbatasan ini telah diakui oleh nenek moyang dari kedua masyarakat asli diatas. Dan berdasarkan surat pada zaman Belanda tahun 1940 ternyata dusun mereka telah diakui oleh Pemerintah Belanda dan dijadikan dusun khusus Suku Anak Dalam.
Usaha yang sudah dilakukan oleh Suku Anak Dalam kelompok 113
- Pertemuan kembali dengan pihak DPRD Batanghari tanggal 29 April 2003, kali ini dengan komisi A DPRD dan pihak Komisi A menjanjikan akan mempertemukan masyarakat dengan pihak perusahaan. Dan hasilnya akan ada pertemuan kembali yang akan menghadirkan pihak perusahaan.
- Pertemuan dengan pihak DPRD Batanghari dan dihadiri oleh masyarakat sebanyak 113 orang, dan pihak perusahaan hadir Direktur Asiatik Persada Sean Marron. Pada pertemuan ini disepakati bahwa pihak perusahaan akan membangun kebun sawit dan perumahan untuk masyarakat suku kubu asal masyarakat mau dan bersedia menyerahkan lahan dan kebunnya kepada pihak perusahaan. Tapi ternyata janji tinggallah janji.
Sudah hampir 20 tahun warga suku Anak Dalam kelompok 113 ini berjuang untuk mempertahankan tanah warisan nenek moyang, tapi tak kunjung menemukan titik penyelesaian. Dari perusahaan ini dikelola oleh keluarga Senangsyah (1985-2000), kemudian beralih ke perusahaan PMA yaitu CDC-Pacrim/PRPOL (2000-2005), kemudian beralih lagi perusahaan Amerika yaitu CARGILL (2005-2006) dan sekarang dibawah managemen perusahaan besar yang berbasis di Malaisia yaitu Wilmar Group (2006- sekarang). Walaupun kepemilikan perusahaan ini terus berganti, tapi kami dari warga suku Anak Dalam kelompok 113 menuntut :
Catatan :
Pernyataan kasus ini dirangkum oleh LSM SETARA Jambi yang mendukung perjuangan SAD bersama dengan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional.