Saturday, January 19, 2008

Siaran Pers Sentral Gerakan Rakyat Riau

S I A R A N P E R S
Nomor: B/PR/SEGERA/I-08/36

24 Januari 2008 mendatang, perjuangan Sentral Gerakan Rakyat Riau (SEGERA) guna mengembalikan lagi hak-hak pengelolaan sumber daya alam ke tangan rakyat genap berusa 1 tahun. Perjuangan yang dicikal-bakali oleh Komite Perjuangan Pembebasan Tanah Rakyat Riau (KP2TR2) ini telah meyakinkan kepada sebagian besar rakyat korban penjajahan neoliberal, bahwa mobilisasi-mobilisasi rakyat adalah cerminan sejati pencapaian kemenangan perjuangannya. Perjuangan rakyat tanpa mobilisasi umum adalah nol besar. Dan mobilisasi umum tanpa kesadaran politik massa aksi adalah gerombolan yang gampang dikalahkan!

(Rinaldi, Ketua Umum SEGERA Periode Januari-Agustus 2007)

1 Tahun Perjuangan SEGERA; Bangun Persatuan Rakyat, Basmi 3 Parasit Ekonomi Rakyat: Koruptor, Perusahaan Maling Kayu, dan Perampas Tanah Rakyat!

Salam Pembebasan!

1 tahun perjuangan SEGERA dalam memenangkan konflik agraria untuk rakyat di Riau setidaknya telah membuktikan kepada sekalian rakyat yang menyaksikan, bahwa pemerintahan SBY - KALLA benar-benar tidak mempunyai konsep penyelesaian konflik yang menguntungkan rakyat. Yang ada malahan kepengecutannya terhadap kaum pemilik modal besar, maka pantaslah dia disebut dengan kakitangan - antek - imperialisme neoliberal dalam negeri. Hal ini diteruskan dengan watak pro-modal Rusli Zainal sebagai pimpinan tertinggi pemerintahan di Riau. Bukan malah menuntaskan konflik agraria yang mengedepankan kepentingan kaum tani atau rakyat, tapi malahan memperluas kekuasaan pemilik modal luar negeri dengan Riau Investment Submit (RIS), konsolidasi pemilik modal luar negeri.

Kaplingan tanah mana lagi yang akan diperuntukkan bagi pemilik-pemilik modal tersebut? Sementara itu, program Kebodohan Kemiskinan, dan Infrastruktur (K2I) yang katanya akan mendistribusikan tanah-tanah untuk perkebunan/pertanian rakyat Riau hanya menjadi lukisan indah tanpa kanvas. Ya, program mulia tersebut tidak berjalan, karena memang tidak ada lahan yang hendak dibagikan kepada rakyat. Lahan di Riau sebhagian besar sudah diabdikan kepada perusahaan-perusahaan besar, dan sebagian kecilnya lagi berkonflik dengan perusahaan-perusahaan atau intansi pemerintahan. Hal inilah yang menguatkan keyakinan SEGERA bahwa, jika Pemerintahan Rusli Zainal tidak berani mencabut rekomendasi yang pernah digunakan untuk dikeluarkannya SK Menhut no. 743 tahun 1996, atau menyatakan bahwa seluruh tanah konflik akan diserahkan pengelolaannya kepada rakyat, atau memberikan lahan perkebunan/pertanian alternative, atau mendukung kami untuk mengambil kembali lahan-lahan kebun, perkuburan nenek moyang, desa, dusun, dan seluruh milik kami yang sudah diambil paksa oleh perusahaan-perusahaan besar, termasuk di dalamnya PT. Arara Abadi, maka jangan salahkan rakyat nantinya jika Rakyat mengambil secara paksa apa yang mereka punya dari tangan kaum pemilik modal.

Bahwa konflik agraria berkepanjangan antara rakyat dengan PT. Arara Abadi adalah sebahagian kecil persoalan tanah yang ada di Riau, apalagi Indonesia. Persoalan ini kemudian sadar atau tidaknya memunculkan aspek-aspek lain, seperti Korupsi dan Pemalingan Kayu oleh kaum pemilik modal untuk memperluas lahan produksinya, meningkatkan hasil, lalu kemudian melipatgandakan modal. Intinya, tiga soalan ini - Koruptor, Perusahaan Maling Kayu, dan Perampas Tanah Rakyat - kami sebut dengan parasit ekonomi rakyat Riau, yang akan menganggu stabilitas ekonomi dan tentunya merugikan Negara sangat besar. Dari itu, tahun 2008 akan kami deklarasikan sebagai tahun persatuan rakyat untuk membasmi 3 parasit ekonomi rakyat Riau.

Tiga Parasit Ekonomi Rakyat Riau

Tiga parasit ekonomi rakyat Riau ini sebenarnya benalu yang menempel di tubuh ekonomi bangsa yang tidak mandiri. Hal ini disebabkan karena factor kebijakan ekonomi nasional yang masih bersandarkan kepada perputaran modal secara bebas dan tidak terkendali, serta semakin kecilnya ruang penguasaan asset-aset produksi fundamen oleh Negara.

Dalam kasus dugaan korupsi (Parasit pertama), misalnya Dalam sebuah harian local, Riau Mandiri edisi Selasa (10/04/07), Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Erry Riyana Hardjapamekas menyatakan lembaganya telah menerima sebanyak 553 laporan pengaduan masyarakat di Provinsi Riau terkait dugaan tindak pidana korupsi. Laporan tersebut diterima KPK sejak tahun 2004 dan untuk 2007 saja hingga bulan Maret, KPK telah menerima 40 pengaduan dari masyarakat. Meski demikian dari banyaknya pengaduan itu setelah ditelaah hanya 122 laporan atau 22,06 persen yang tergolong tindak pidana korupsi dan diteruskan kepada instansi yang berwenang. Instansi tersebut adalah kepolisian, kejaksaan, BPKP, Inspektorat Jenderal, BPK, Mahkamah Agung dan Bawasda. Erry Riyana mengungkapkan, dari 553 laporan dari Riau itu, sebanyak 11 laporan sedang ditelaah. Kemudian 8 laporan lainnya ditindaklanjuti internal KPK dan sebanyak 319 yang telah ditelaah tidak disampaikan kepada instansi berwenang antara lain karena bukan tindak pidana korupsi, kurang dilengkapi bukti awal, tanpa alamat pengadu. Selain itu sebanyak 93 laporan dikembalikan kepada pelapor untuk dimintakan keterangan tambahan. Dan yang mengejutkan lagi, menurutnya ada 18 ribu laporan yang masuk sejak KPK berdiri sejak akhir tahun 2003 dari seluruh provinsi di Indonesia, tidak hanya laporan tindak pidana korupsi yang masuk ke KPK, tapi juga ada juga laporan masalah perselingkuhan di keluarga, persaingan usaha, konflik di perusahaan dan lainnya.

Di Riau, beberapa kasus dugaan korupsi sejak awal tahun 2007 yang menarik perhatian adalah; dugaan korupsi Program Ekonomi Kerakyata (PEK) Kabupaten Kampar sebesar Rp. 43 Milyar, dugaan korupsi Dana Panitia Legislatif (Panleg) sebesar Rp. 3,5 Milyar, Dugaan Korupsi di Sekolah Menegah Atas (SMA) Plus sebesar Rp. 3,5 Milyar, dugaan Korupsi pembuatan kapal Laksmana sebesar Rp. 5,22 Milyar, dugaan korupsi pengadaan mobil kebakaran, dan lain sebagainya. Kasus-kasus yang mengemuka ini - walaupun tidak kami tuliskan secara komprehenship - menunjukkan bahwa, angka dugaan korupsi di Riau cukup tinggi. Dan bias dikatakan sangat kontraproduktif dengan program kerakyatan yang digembar-gemborkan oleh pemerintahan Rusli Zainal.

Beralih kepada parasit kedua, perusahaan pelaku illegal loging, menurut JIKALAHARI, Dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ini, sekitar 3,3 juta hektar hutan alam di provinsi riau hilang. Musnahnya kawasan hutan alam ini disebabkan maraknya investasi sektor kehutanan dan perkebunan di Riau sejak era tahun 80-an serta aktivitas pembalakan liar (illegal logging). Hal ini ditengarai bahwa semasa rezim Orde Baru membangun jaringan kekuasaan ekonominya di bawah kangkangan kapitalisme global dengan memberikan + 580.000 ha (Separuhnya diperuntukkan bagi HPH/TI PT. Arara Abadi, seluas hampir 300.000 ha) perkebunan pulp kepada 2 perusahaan dan diperkirakan memboyong 20 juta meter kubik kayu per tahunnya, atau setara dengan 91% dari total penebangan semua industri berbasis kayu di Indonesia. Sementara itu, menurut laporan Human Rigth Wacth tahun 2003 lalu, untuk PT. Caltex Pasifix Indonesia (CPI) atau PT. Chevron Pasific Indonesia (CPI) saja mendapatkan jatah seluas + 3,2 juta ha atau sekitar 32.000 KM. Lalu, 6 juta ha HPH di Riau merupakan milik kaum elit di luar Riau. Jika ditotalkan keseluruhannya, maka peruntukan lahan bagi perkebunan/industri kehutanan skala besar di Riau seluas 9,5 juta ha.

Kebijakan inilah kemudian yang ditengarai menyebabkan bencana dimana-mana, mulai dari bencana asap, banjir, konflik tanah, kemiskinan, dan lain sebagainya. Bencana asap misalnya, menurut Walhi Riau bersama LSM lingkungan lainnya bahwa periode Juli-Agustus 2006 telah teridentifikasi bahwa kebakaran terjadi di kawasan Hutan Tanaman Industri (HTI), Hutan Produksi (HPH), dan perkebunan Sawit di seluruh Riau, dengan rincian luasan terbakar HTI 47.186 ha, perkebunan Sawit 42.094 ha, HPH 39.055 ha, kawasan Gambut 91.198 ha, dan kawasan non-Gambut 82.503 ha. Inilah kemudian yang menjadi indikasi penyebab 12.000 orang terkena ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan), 3.000 orang terkena iritasi mata, 10.000 orang terkena diare dan mencret (Catatan Akhir Tahun 2006 JIKALAHARI). Ini tentunya belum termasuk kepada kerugian yang diderita oleh rakyat akibat banjir - diantaranya disebebkan oleh terlampau luasnya tanaman monokultur skala besar - yang menurut buku hitam WALHI Riau, pada tahun 2003 saja sebesar Rp. 793,3 milyar. Dan di tahun 2006, menurut Riau Pos dari akibat banjir yang melanda 3 kecamatan di kabupaten Kampar; Tambang, Tapung Hilir, dan Kampar Kiri mendera 3.000 jiwa lebih dan sedikitnya 50 orang meninggal dunia. Sementara itu belum lagi tanaman rakyat yang rusak. Ini tentunya tidak termasuk data kerugian akibat banjir yang menjarahi daerah Rokan Hulu, Pekanbaru, Kuansing, Bengkalis, dan lain-lain.

Kendati Kondisi Hutan Alam Riau sudah dalam keadaan kritis tahun 2004, namun ternyata eksploitasi hutan alam tetap berlangsung pesat sepanjang tahun 2005, baik yang dilakukan oleh Penebang liar (Illegal Logging) maupun oleh pemegang izin konsesi (Legal Logging). Keduanya sama-sama memberikan andil besar terhadap hilangnya tutupan hutan alam di Riau yang mengakibatkan Bencana Banjir dan Kabut Asap terjadi secara rutin pada tahun 2005. Pada akhir Tahun 2004 JIKALAHARI mencatat tutupan hutan alam Riau hanya tersisa seluas 3,21 juta hektar atau 35 % dari 8,98 juta hektar total luas daratan Provinsi Riau. Penurunan Luas Hutan Alam di Riau terjadi secara Drastis dari tahun 1984 ke tahun 2005 yaitu seluas 3 juta hektar, penurunan tertinggi terjadi antara tahun 1999 ke tahun 2000 yaitu seluas 840 ribu hektar. Berarti jika dirata-ratakan per tahun hutan alam Riau hilang seluas 150 ribu hektar.

Aktifitas Eksploitasi ini dipastikan akan terus berlanjut sepanjang tahun 2006 karena di atas Hutan Alam yang tersisa sebagian besar sudah dikuasai Perusahaan besar swasta bidang Perkebunan dan Hutan Tanaman Industri (HTI). Hasil analisis JIKALAHARI menemukan bahwa seluas 789.703 hektar dari Hutan Alam yang tersisa tahun 2004 sudah dikuasai untuk dieksplotasi oleh 2 group Perusahaan Bubur Kertas Riau yaitu APRIL (Asia Pacific Resources International Ltd.) Induk PT. RAPP (Riau Andalan Pulp and Paper) seluas 278.371 hektar dan APP (Asia Pulp And Paper) Induk PT. IKPP (Indah Kiat Pulp and Paper) seluas 511.331 hektar beserta Perusahaan mitranya, dan seluas 390.471 hektar telah dikuasai oleh Perusahaan Perkebunan. Ini belum termasuk 19 Perusahaan HPH yang sekarang masih menguasai 834.249 hektar Hutan Alam dan Aktifitas Penebangan Liar yang sudah masuk dalam Kawasan Lindung.

Menurut JIKALAHARI pada tahun 2001-2003 APP dan APRIL juga memanfaatkan secara maksimal kewenangan Kepala Daerah dalam mengeluarkan izin HTI atau IUPHHK-HT dengan menggunakan mitra-mitranya untuk mendapatkan izin eksploitasi Hutan Alam. Bahkan hingga dicabutnya kewenangan Kepala Daerah pada awal 2002 melalui Kepmenhut 541/KPTS-II/2002 tanggal 21 Februari dan diperkuat dengan PP 34 tahun 2002 tanggal 8 juni 2002, mitra-mitra APP dan APRIL tetap mendapatkan izin-izin baru di atas Hutan Alam. JIKALAHARI mencatat ada 34 IUPHHK-HT yang masih dikeluarkan 4 bupati (Inhil, Inhu, Siak dan Pelalawan) dan Gubernur Riau sampai awal 2003. Izin ini jelas telah cacat Hukum, namun baik APP dan APRIL yang menerima kayunya maupun Kepala Daerah yang mengeluarkan Izin seolah-olah tutup mata, penebangan kayu alam terus berlanjut. Hingga pada tanggal 15 Januari 2005 Menteri Kehutanan M.S. Ka'ban mengeluarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2005 dan diteruskan dengan surat edaran ke Gubernur se Indonesia tanggal 25 Februari 2005 yang pada intinya menegaskan bahwa semua IPHHK-HT yang pernah dikeluarkan Kepala Daerah akan dilakukan Verifikasi mengingat kewenangan Kepala Daerah telah dicabut. Menjelang akhir tahun 2005 tim verifikasi bentukan Menteri Kehutanan ini dikabarkan telah turun ke kabupaten Pelalawan, namun apakah hasil verifikasinya menyatakan 21 IUPHHK-HT cacat hukum atau tidak hingga kini belum jelas.

Sementara itu, untuk parasit ketiga yaitu, ulah para perampas tanah rakyat, membuat kita dapat berfikir secara logis, bahwa sempitnya lahan produksi, yang mengakibatkan rakyat tidak sanggup lagi mempertahankan hidup secara layak. Rakyat Sialang Rimbun misalnya, hanya mampu mengonsumsi Ubi untuk makanan sehari-harinya, dan sedikit saja dari mereka yang sanggup membeli beras. Inilah hasil dari istilah Pembangunanisme kapitalisme-neoliberal yang dikoar-koarkan pemerintahan SBY-Kalla serta ditindaklanjuti oleh Rusli Zainal. Program-program palsu, lips servis, entah apalagi namanya. Pembangunan yang bisa dikatakan tidak mampu mengaliri sebagian desa di kecamatan Pinggir dengan listrik.

Sempitnya lahan pertanian yang mengakibatkan rendahnya pendapatan rakyat, seperti yang sudah kami tegaskan diatas, adalah hasil perasan dari kebijakan pemberian izin pengelolaan hutan/perkebunan secara besar-besaran, seperti PT. Arara Abadi, yang dalam catatan Human Rigth Wacth sudah banyak memakan korban. Mulai di kabupaten Pelalawan, Kampar, Siak, hingga Bengkalis.

Inilah kemudian yang melahirkan bentuk-bentuk perlawanan rakyat petani berbagai tempat di Riau. Untuk kasus PT. Arara abadi misalnya, sudah banyak korban yang berjatuhan seperti bentrokan antara rakyat angkasa, Balam Merah di Kabupaten Pelalawan dengan perusahaan yang merupakan bagian dari Sinar Mas Group (SMG) itu tahun 2001, kasus Mandiangin (Kab. Siak) tahun 20031, kasus kec. Pinggir2 (kab. Bengkalis) tahun 2005-2006, kasus Tapung (kab. Kampar) 2006, terbaru adalah kasus di Pinang Sebatang dan sei. Mandau (Akhir tahun 2006). Hal yang paling memiriskan dari kesimpulan pemerintahan di propinsi Riau adalah, selalu mengambil kebijakan stanvas bagi setiap kasus yang ada, bukan malah mengumpulkan data-data tersebut bagi alasan pencabutan SK Gubernur yang pernah dikeluarkan pada 9 Februari 1990. Dan kemudian, tahun 1996 Menteri Kehutanan pada tanggal 25 November 1996 mengeluarkan surat Pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri seluas 299.975 ha di Riau kepada PT. Arara Abadi. Surat tersebut bernomor 743/kpts-II/1996 - di Jakarta, isinya menyebutkan bahwa, surat tersebut merupakan surat balasan perusahaan tersebut mengenai permohonan penyediaan lahan untuk perkebunan yang dikirimkan kepada Gubernur Riau pada 7 Oktober 1989 bernomor 57/AIP/UM/-DL/X/89. Hal inilah kemudian yang menjadi dasar konflik agraria antara rakyat dengan perusahaan. Konflik yang memakan tanah adat, ulayat, perkebunan rakyat, bahkan hingga kepada samarnya batas desa, kampong, pekuburan, dan lain sebagainya.

Maka, untuk mendeklarasikan persatuan rakyat dalam membasmi 3 parasit ekonomi tersebut diatas, 16 Januari 2008 besok SEGERA akan menegaskan tuntutan utamanya, yaitu; Pemerintah Indonesia harus segera menguatkan fondasi ekonomi nasional dengan cara melakukan tiga hal yaitu; Hapuskan Utang Luar Negeri, Nasionalisasi Aset Tambang Asing, dan Bangun Industri (Pabrik) Nasional. Hal ini kami yakini sebagai haluan ekonomi baru yang tentunya hanya dapat dikerjakan oleh pemimpin-pemimpin baru. Jalan keluar tersebut mesti disokong dengan kekuatan rakyat Riau yang akan juga mendeklarasikan persatuan perjuangan dalam membasmi 3 parasit ekonomi rakyat; Koruptor, Perusahaan Maling Kayu, dan Parampas Tanah Rakyat! Sebagai turunan tuntutannya, kami menyuarakan:

  1. Mendesak Menteri Kehutanan RI untuk segera mencabut - minimal meninjau ulang - SK Menhut No. 743/kpts-II/1996 tentang Pemberian Izin HPH/TI kepada PT. Arara Abadi
  2. Mendesak Gubernur untuk segera Mencabut Rekomendasi Gubernur Riau (minimal meninjau ulang) Rekomendasi Gubri No. 525/BKPM/400 tahun 1990 tentang Persetujuan Penyediaan Lahan untuk Perkebunan ditujukan kepada PT. Aneka Intipersada. sebab Bupati/walikota daerah konflik agraria antara rakyat dengan PT. Arara Abadi tidak melakukan langkah kongkrit dalam menyelesaikan konflik antara rakyat dengan perusahaan tersebut. Hal ini tentunya sangat kontraproduktif dengan surat yang disampaikan Gubernur Riau kepada Bupati Bengkalis, Bupati Kampar, Bupati Pelalawan, Bupati Siak, Bupati Rokan Hilir, dan Walikota Pekanbaru tertanggal 8 Maret 2007 dengan nomor: 100/PH/14.06, perihal: Inventarisasi dan Rekonstruksi Areal HPH/TI PT. Arara Abadi
  3. Ukur ulang seluruh lahan HPHTI PT. Arara Abadi di Riau!
  4. Libatkan rakyat - utusan organisasi perjuangan rakyat - dalam tim penyelesaian konflik; 1) inventarisasi lahan konflik, 2) Pemetaan, serta 3) Proses pengembalian tanah rakyat berikut penjagaannya
  5. Mendesak Polda Riau untuk menindak tegas pelaku kekerasan dan penggusuran sepihak yag masih kerap dilakukan oleh PT. Arara Abadi - 911 - di lahan konflik, serta memberikan ketegasan perlindungan dan penegakan hukum, terutama di lahan konflik
  6. Kami juga mendesak Pemerintah Riau hingga kabupaten segera membangun sekolah, rumah sakit, jalan-jalan di desa, serta pengadaan listrik yang hingga sekarang belum bisa dinikmati oleh rakyat di daerah konflik. Untuk pembiayaan ini, kami menyerukan tuntutan Nasionalisasi asset tambang asing, seperti Chevron untuk pendidikan dan kesehatan gratis, Bangun Pabrik Industrialisasi nasional untuk jalan keluar pengangguran di desa-desa, dan hapuskan hutang luar negeri guna penghematan belanja Negara agar dapat membangun jalan, serta pengadaan listrik buat desa. Karena, masih banyak desa-desa terisolir seperti; Beringin, Melibur, Tasik Serai, Muara Basung, Minas Barat, Mandiangin, dll yang belum mendapatkan akses LISTRIK, JALAN ASPAL, serta minimnya fasilitas sekolah dan rumah sakit.
Secara Umum, SEGERA menuntut:
  1. Turunkan Harga
  2. Kesehatan dan Pendidikan Gratis Untuk Rakyat
  3. Membuka Lapangan Pekerjaan
  4. Memberantas Korupsi, dengan mendirikan Komite Pemberantasan Korupsi (KPK) sampai tingkat kota
  5. Menaikkan Upah Buruh Dengan Menetapkan Upah Minimum Nasional Sesuai Dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
  6. Memberikan Subsidi Untuk Sarana Produksi Pertanian, Bantuan Teknologi Murah dan Modal/Kredit Modal Usaha Bagi Petani Untuk Meningkatkan Kesejahteraan Kaum Tani.
  7. Subsidi Untuk Perumahan Rakyat, Berupa Program Rumah Susun Yang Layak dan Sehat dan Disewakan Secara Murah.
  8. Menggratiskan Seluruh Biaya Pengurusan Pembuatan Dokumen Negara, Yang Harus Dimiliki Oleh Warga Negara Sehubungan Dengan Kewarganegarannya
  9. Memenuhi Kebutuhan Gizi Anak Hingga Usia 12 Tahun Secara Gratis.
  10. Penyediaan Beras Murah Berkualitas Bagi Rakyat Dengan Memberikan Subsidi Harga Bagi Petani.
  11. Penyelesaian Sengketa Agraria Yang Mengutamakan Keadilan dan Kesejahteraan Kaum Tani.
  12. Menghapuskan Sistem Kontrak dan Outsourcing
  13. Memberikan Jaminan Hukum Bagi Pekerja Sektor Informal (Pedagang Kaki Lima, Pengamen, dll)
  14. Menaikkan Upah/Gaji Layak Nasional sebesar Rp. 1.250.000 hingga mencapai Rp.3.250.000 (tanpa kena pajak dan jaminan sosial), termasuk juga di dalamnya kenaikan upah prajurit rendah TNI/POLRI.
  15. Hapus biaya siluman untuk kenaikan upah layak
  16. Lapangan kerja bermartabat untuk seluruh angkatan kerja.
  17. Tolak sistem buruh kontrak; Tolak Outsourching.
  18. Pendidikan dan kesehatan gratis yang berkualitas untuk seluruh rakyat
  19. Cabut UU. Penanaman Modal Asing (PMA) tahun 2007

Demikian hal ini kami sampaikan. Semoga kemenangan Rakyat SEGERA menjelang!

BANGUN PERSATUAN GERAKAN RAKYAT, LAWAN INPERIALISME-NEOLIBERAL!

BASMI TIGA PARASIT EKONOMI RAKYAT RIAU; KORUPTOR, PERUSAHAAN MALING KAYU, PERAMPAS TANAH RAKYAT!

Pekanbaru, 16 Januari 2008

SENTRAL GERAKAN RAKYAT RIAU: [SERIKAT TANI RIAU; SERIKAT MAHASISWA RIAU; IKATAN PELAJAR MAHASISWA KEC. BENGKALIS - PEKANBARU; DPD I PARTAI PERSATUAN PEMBEBASAN NASIONAL - RIAU; DPW SERIKAT RAKYAT MISKIN KOTA - RIAU].