-------
Mariah Hombang adalah sebuah nagori (desa) yang terletak di kecamatan Hutabayu Raja, Kabupaten Simalungun. Sebuah desa yang mayoritas mata pencahariannya adalah bertani. Di sana terhampar persawahan dan juga permadani kelapa sawit yang dimiliki oleh masyarakat maupun perkebunan negara. Sekilas kita mungkin melihat kedamaian dan ketulusan kaum petani dalam bekerja. Namun sejatinya tersimpan persekongkolan kuat kekuasaan yang mengganggu kelangsungan hidup para petani dan menjerumuskan masyarakat ke jurang kemiskinan.
Persoalan ini bermula dari tahun 1983 yakni kedatangan dinas kehutanan yang hendak melaksanakan proyek dengan meminjam tanah rakyat seluas 687’5 ha di Perladangan masyarakat. Program tersebut bernama inliving yang dimaksud untuk memperbesar debit air dan penghijauan, untuk petani.Masyarakat pun dengan segala kearifan serta keluguan yang dimilikinya memberikan kesempatan pada dinas kehutan dalam melaksanakan proyek tersebut. Saat itu dinas kehutanan kabupaten simalungun pun membangun kesepakatan bahwa masyarakat bersedia memberikan tanah tersebut untuk dijadikan proyek oleh dinas kehutanan. Dinas kehutanan memberikan pago-pago berupa perlengkapan alat kampung seperti, talam dan perlengkapan memasak serikat Desa di Mariah Hombang dan lahan tersebut hanya bisa dipergunakan dalam satu musim dan selanjutnya masyarakat dapat mengolola tanah tesebut dengan cara tumpang sari.
Namun naas bagi rakyat, program tersebut gagal karena pinus yang mereka tanam di areal tersebut tidak tumbuh kembang dengan baik.Namun dinas kehutanan tidak mengembalikan lahan tersebut pada masyarakat. Dinas Kehutanan malah menjual tanah tersebut ke Perusahan Swasta yang bernama PT. Kwala Gunung. Permasalahan itu mulai dari tahun 1989 , ketika PT. KWALA GUNUNG menginginkan tanah seluas 2000 ha. Sesuai ijin lokasi yang dikeluarkan oleh Gubernur Sumatera Utara pada 27 April 1989 Sesuai SK Gubernur Kepala Daerah Tingkat I SUMATERA UTARA Nomor : 593 / 41 / 2757 / K /TAHUN 1989 Tentang Ijin lokasi/Penyediaan Tanah Untuk Keperluan Usaha Perluasan Perkebunan Kelapa sawit PT KWALA GUNUNG. Isinya adalah,
MEMUTUSKAN/MENETAPKAN :
PERTAMA : Memberikan Ijin lokasi / Penyediaan tanah untuk usaha perkebunan kelapa sawit kepada PT.KWALA GUNUNG seluas lebih kurang 1.312,50 ha di Desa Bosar Galugur/Mariah
Hombang Kecamatan Tanah jawa Kabupaten Simalungun, sebagaimana Peta petunjuk lokasi /situasi terlampir pada surat keputusan ini sebagai bagian yang tak terpisahkan.
KEDUA : Mewajibkan kepada PT.KWALA GUNUNG untuk :
- Menyelesaikan dengan Musyawarah dan mufakat pemberian ganti rugi atas tanah garapan/tanaman yang ada di atasnya.
- Mengajukan permohonan pengukuran kepada kantor wilayah badan pertanahan nasional Propinsi Sumatra Utara guna menentukan letak batas dan luas secara defenitif.
- Mengurus dan menyelesaikan Hak Guna Usaha pada Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Propinsi Sumatera Utara.
- Melaporkan kegiatan yang telah dilaksanakan secara berkala yaitu setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Gubernus Kepala Daerah Tingkat I Sumatera Utara melalui Pemda Tingkat II Simalungun.
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila ternyata dikemudian hari terdapat kekeliruan, akan ditinjau kembali.
Untuk memenuhi ijin tesebut , Perusahaan tersebut memakai Bupati, Camat, Kepala Desa serta Masyarakat luar yang diduga kuat menjadi kaki tangannya untuk mendapatkan lahan dengan mempengaruhi, mengintimidasi, teror dan lain-lain.
Dari hasil Upaya yang mereka lakukan, ternyata semua persaratan yang diberikan oleh Gubernur Sumatra Utara tidak Maksimal di jalankan oleh PT. KWALA GUNUNG. Sehingga sampai dengan hari ini Perusahaan tersebut belum memiliki HAK GUNA USAHA dari Badan Pertanahan Nasional Propinsin Sumatera Utara. dan PT KWALA GUNUNG tidak mendapatkan lahan seluas 2000 ha.
Ketidak maksimalan persyaratan yang tidak di jalankan oleh PT. KWALA GUNUNG antara lain sbb :
- Tanah yang masyarakat yang hendak diganti rugi ternyata salah alamat , dalam artian bahwa
- masyarakat yang menerima ganti rugi tersebut bukan termasuk Penggarap tanah yang sebenarnya.
- Nominal harga yang disepakati senilai Rp. 500.000 /ha ternyata tidak sesuai dengan nominal harga yang diterima olah masyarakat dari Para Birokarasi yang di percayai saat pemberian tolak cangkul tersebut, sebagian masyarakat mendapat Rp.200.000 /ha, bahkan ada diantara masyarakat yang hanya mendapatkan Rp. 70.000.
- Jumlah ganti rugi yang diberikan, tidak disesuaikan dengan ukuran luas tanah yang digarap oleh masing- masing masyarakat.
- Penyerahan ganti rugi/pago – pago.tidak disertai dengan Batas – batas tanah garapan masyarakat.
- Pemberian ganti rugi bersifat yuridis (tumpang tindih).
Kami tegaskan bahwa Sejak SK diterbittkan Perusahaan tidak pernah melakukan aktifitas apapun di areal tersebut dalam artian bahwa perusahan tersebut telah MENELANTARKAN TANAH tersebut.
Kesadaran rakyat pun timbul bahwa ternyata mereka telah ditipu selama ini oleh Pemerintah dan pihak Pengusaha.Merekapun membentuk organisasi bernama, Forum Petani Nagori Mariah Hombang (FPNMH) sebagai alat perjuangan untuk mengambil kembali tanahnya yang sudah dirampas. Namun dalam perjalanannya kemudian, mereka selalu mendapat tekanan setiap birokrasi di Pemerintahan Simalungun.
Namun mereka tetap menuntut dengan aksi massa. Pada 15 juni 2006 Bupati pernah menyatakan “Silahkan duduki tanah itu,jangan mau pergi walaupun ada yang mengusir, sampai penyelesaian”. Pernyataan tersebut disambut baik masayarakat. Ironisnya ketika masyarakat
menduduki tanah tersebut malah masyarakat di adukan dengan tuduhan melakukan pengerusakan .
Pengaduan tersebut keluar berdasarkan pengaduan yang dibuat oleh pengusaha lokal yang sejauh sepengetahuan masyarakat ia sama sekali tidak berhak atas tanah garapan tersebut.
Ternyata tanpa sepengetahuan masyarakat, bahwa Perusahaan tersebut telah memperjual – belikan tanah garapan tersebut ke Pengusaha lokal yang difasilitasi oleh kepala desa.
Hal ini membuat Konflik Horijontal yang berkepanjangan antara Forum Petani Nagori Maria hHombang dengan Pihak Pengusaha dan PT. KWALA GUNUNG dan Pemerintah tidak berani mengambil Kejaksanaan dalam menyikapi persoalan ini. Pemerintahan Kabupaten Simalungun lebih cenderung membiarkan konflik ini dan berpihak terhadap Pemilik modal tersebut.
Hingga pada 19 April 2007 yang lalu, terjadi insiden yang membuat tekanan psikologis masyarakat. Pengusaha lokal melakukan penganiayaan terhadap Liongsan Sianturi (Petani Mariah Hombang) beserta masyarakat lainnya. Saat insiden tersebut,17 orang petani Mariah Hombang ditangkap dan divonis selama 4 (empat) bulan dengan tuduhan melawan petugas Kepolisian Resort Simalungun.
Tindakan kejahatan Penganiayaan yang dilakukan oleh pengusaha telah dilaporkan kepada Kepolisian resos simalungun, Sesuai surat laporan polisi No : Pol. LP / 309 / IV / SIMAL tertanggal 29 April 2007. Namun sampai hari ini, respon kepolisian terhadap pengaduan
tersebut belum ditindak lanjuti oleh Kepolisian Daerah Sumatera Utara melalui Polres Simalungun. Selama sebelas bulan lamanya pengaduan tersebut di terlantarkan oleh Kepolisian
Resor Simalungun dan membiarkan pelaku kejahatan tersebut bebas berkeliaran..
Aksi Unjuk rasa yang dilakukan para petani dengan organisasi masyarakat pada 21 Januari 2007 telah mendapat respon yang positif dari DPRD Simalungun. Sesuai Rekomendasi yang dikeluarkan oleh DPRD Simalungun dengan No. 332 / 186 / DPRD / tertanggal 22 Januari 2008 kepada Bupati Simalungun.Adapun isi Rekomendasi tersebut adalah sbb :
- Menyurati PT.KWALA GUNUNG untuk mengadakan pertemuan dengan masyarakat Mariah Hombang dan Bosar Galugur guna mendapatkan solusi penyelesaian sengketa tanah antara masyarakat Mariah Hombang kecamatan hutabayu raja dan kecamatan tanah jawa dengan PT.KWALA GUNUNG.
- Menyurati PT.KWALA GUNUNG untuk tidak melakukan aktifitas di lokasi yang di persengketakan sebelum ada perijinan sesuai perundang – undangan yang berlaku.
- Menjembatani sekaligus menyurati Kapolres Simalungun untuk dapat menangguhkan penahanan atas tiga orang warga Mariah Hombang/Bosar Galugur yang ditahan. Mereka adalah Vinsensius Sinaga, Mangisara Butar Butar dan Hisar Butar Butar.
- Mengkoordinasikan dengan Kepala Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Simalungun untuk tidak memperkenankan melakukan kegiatan atau melakukan kegiatan atau aktifitas apapun di lokasi yang di sengketakan sebelum melaksanakan kordinasi dengan Bupati Simalungun dan Komisi I DPRD Kabupaten Simalungun.
- Agar Dinas Kehutanan yang di dampingi satpol PP melakukan pengawasan terhadap penebangan kayu dan seluruh aktifitas di areal yang di persengketakan sebelum ada kepastian hukum/perundang undangan yang berkekuatan hukum.
13 Pebruari 2008, Djaulak Gultom (Seorang saksi saksi sejarah tanah sekaligus petani Mariah Hombang) di temukan tewas dalam situasi yang mengenaskan. Pembunuhan terhadap Djaulak Gultom diduga merupakan tindakan yang tidak manusiwi yang di lakukan oleh orang – orang juga diasumsikan terlibat dalam sengketa tanah tersebut.
Kondisi tubuh mayat ditemukan dalam keadaan yang sangat mengenaskan seperti :
- Perut hingga dada ditutupi rumput.
- Kepala bagian belakang, ditemukan luka bekas tusukan/benturan.
- Topi bermerek korpri tetap berada diatas kepala (Namun tidak terpakai).
- Mulut dalam keadaan mengagang (terbuka).
- Bibir bagian atas sebelah kiri pecah (luka).
- Kedua tangan mengepal.
- Di Dada hingga perut ditemukan beberapa goresan dan bekas memar (membiru).
- Diatas pusat ditemukan bekas luka bertuliskan angka lima (5).
- Kaki sebelah kiri melepuh (diduga terkena siraman air panas).
- Sandal jepit yang digunakan dalam keadaan terpakai.
- Kondisi tubuh dalam keadaan telentang dan sudah menegang.
Berbagai upaya sudah dilakukan oleh pihak–pihak masyarakat, Anggota DPRD SUMATERA UTARA melalui Komisi A telah melakukan desakan terhadap Kematian Djaulak Gultom.
Dengan kejadian ini, kita rakyat Indonesia sudah dapat melihat bagaimana kolaborasi antara pihak Pemodal/Pengusaha dengan Pemerintahan di Simalungun, Demikian juga Ketidakseriusan Kepolisian Resort Simalungun dalam Menangani persoalan rakyat.
Bersama ini, tuntutan masuarakat yang terhabng dalam Forum Petani Nagori Mariah Hombang adalah ;
- Menyelesaikan sengkete tanah di Mariah Hombang Kecamatan Tanah Jawa Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara.
- Menagkap Pelaku Kejahatan Penganianyaan terhadap Liongsan Sianturi sesuai surat laporan polisi No. POL./ 309 / IV / 2007 tertanggal 29 April 2007.
- Mengusut tuntas Kematian Djaulak Gultom, Petani Maria Hombang.
- Copot KAPOLDA Propinsi Sumatera Utara dan Kapolres Simalungun.
Hormat kami,
FRONT SOLIDARITAS PERJUANGAN PETANI NAGORI MARIA HOMBANG KEC.HUTABAYU RAJA DAN NAGORI BOSAR GALUGUR KEC.TANAH JAWA KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA = FSPPMHBS =
Sekretariat : Kampung Pokanbaru Desa Maria Hombang Kecamatan Hutabayuraja Kabupaten Simalungun Propinsi Sumatera Utara
Disampaikan secara tertulis oleh Ebed Sidabutar selaku koordinator FSPPMHBS dan Kasmin Manurung selaku ketua Forum petani Nagori Mariah Hombang, jaringan Komite Pimpinan Pusat Serikat Tani Nasional.
Berikan dukungan bagi perjuangan FSPPMHBS dengan melayangkan fax surat protes kepada :
- Bupati Kab Simalungu 0622 - 7551900.
- DPRD Kab. Simalungun 0622 - 7552780.
- BPN Sumatera Utara 061 4531969.
- DPRD Sumatera Utara 061 - 4511419.
- Polda Sumuatera Utara 061 -7879372.
- Bupati Kab. Simalungun 0811606777 dan 0811639656.
- Kapolres Kab. Simalungun 08126209090.
- Kepala Kejaksaan Kab. Simalungun 08126211349.