Sunday, July 18, 2010
Masyarakat Jangan Tertipu Oleh Calo-Calo Tanah
Kuasa Hukum Masyarakat KTPH-S, Emmy Sihombing, SH (berbaju merah) saat berada di atas bukti-bukti fisik dalam areal sengketa kepemilikan tanah seluas 3000 Ha antara masyarakat KTPH-S melawan PT. Smart Corporation baru-baru ini. Dalam kesempatan tersebut Kuasa Hukum masyarakat KTPH-S tersebut mengingatkan kepada warga masyarakat yang hadir agar tidak mudah percaya dengan kehadiran para calo-calo tanah yang mengaku berasal dari berbagai lembaga di Jakarta yang berjanji akan menolong warga masyarakat padahal mereka hanya menolong diri mereka sendiri. Foto : Maulana Syafi’i
-------
LABURA, MITRA.
Merujuk kepada Pidato Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang disampaikan pada peresmian program-program strategis pertanahan untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat di Marunda, Jakarta Utara pada tanggal 15 Januari 2010 silam. Dimana dalam pidatonya tersebut Presiden SBY mengingatkan kepada warga masyarakat yang sedang memiliki persoalan dengan pemerintah maupun instansi swasta lainnya mengenai masalah pertanahan supaya masyarakat tersebut dapat mewaspadai calo-calo tanah.
Dalam pidatonya tersebut SBY menjelaskan,”Calo tanah seolah-olah menolong rakyat, tidak, dia menolong dirinya sendiri. Kalau ada proyek macet, calo tanah bergentayangan, rakyat rugi, negara rugi, calo-calo tanah menumpuk rejeki yang berlebihan. Jangan tergoda, jangan mudah diperdaya oleh calo-calo tanah”, demikian ditegaskan SBY dalam pidatonya tersebut.
Atas dasar pemikiran tersebut di atas, Kuasa Hukum masyarakat Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya (KTPH-S) EmmySihombing, SH kepada wartawan baru-baru ini mengatakan, sudah banyak masyarakat kelompok tani yang tertipu olehaksi para calo tanah tersebut yang mengaku dari utusan sebuah lembaga negara di Jakarta, bukannya menyelesaikan sengketa atau masalah tanah masyarakat malahan calo-calo tersebut menjadi mafia tanah yang hanya menguntungkan dirinya sendiri dan masyarakat dirugikan ratusan juta rupiah karena masyarakat harus hilir mudik bolak-balik berangkat ke jakarta.
“Saya menghimbau kepada masyarakat kelompok tani agr jangan mudah percaya dengan oknum-oknum yang mengaku dari lembaga negara ataupun lembaga-lembaga swadaya masyarakat lain yang berasal dari manapun yang berjanji akan menolong masalah yang tengah dihadapi masyarakat. Sekarang ini, tidak hanya di kota-kota besar saja seperti di Jakarta, di kota medan pun sudah banyak calo-calo tanah atau mafia-mafia tanah yang bekerja untuk kepentingan pribadinya atau keuntungan kelompoknya saja”, tegas Emmy Sihombing, SH.
Sebagai contoh, kata Emmy lagi, seperti pemberitaan yang dilangsir beberapa media dari kota medan mengenai persoalan tujuh SK Meneg BUMN yang disinyalir palsu dan kini banyak beredar di masyarakat. Dalam pemberitaan tersebut dikatakan pejabat PTPN II melakukan peninjauan lapangan terkait SK Meneg BUMN yang dipalsukan. Seperti SK Meneg BUMN No. S-412/MBU tanggal 18 Juni 2009 tentang persetujuan pelepasan asset PTPN II untuk KPRI Guru “Sedar” atas lahan seluas 43 hektare yang terletak di Pasas X Desa Tumpatan Nibung Kecamatan Batang Kuis.
Di sana, tim memeriksa lokasi kemudian membuka peta matrix HGU PTPN II lahan sekitar 48 Hektare yang diklaim digarap Badan Perjuangan Rakyat Penunggu Indonesia (BPRPI) dan KPRI Guru “Sedar” itu, ternyata masih dalam status HGU PTPN II. Hal serupa juga terjadi terhadap SK Meneg BUMN No. S-395/MBU/2009 tertanggal 1 Juni 2009 untuk permohonan pelepasan asset dari CV Risma Kontraktor atas lahan di Desa Bangun Sari dan Desa Salam Tani (Pasar 7,8,9) Kecamatan Tanjung Morawa. Ternyata lahan tersebut juga masih terdaftar sebagai HGU PTPN II, yang direncanakan akan dilakukan replanting.
Selain kedua SK Meneg BUMN tersebut, masih ada lagi lima lembar SK Meneg BUMN yang didinyalir palsu tersebut dan sudah tersebar di masyarakat. Dengan terungkapnya ke-7 SK Meneg BUMn tersebut, pihak PTPN II akan melakukan pemberitahuan ke Poldasu, sehingga ke depan warga atau pihak-pihak terkait mengetahui bahwa lahan PTN II seperti yang tertera di ke-7 SK Meneg BUMN tersebut masih dikuasai. Dalam waktu dekat, PTPN II akan memberitahukan ke Poldasu terkait adanya SK Meneg BUMN palsu.
Dari informasi tersebut, ungkap Emmy, seyogyanya masyarakat KTPH-S yang kini sedang menyelesaikan persoalan kasus perkata perdata kepemilikan tanahnya melalui jalur perdilan, diminta agar jangan sampai turut ikut serta tergoda oleh oknum-oknum yang mengaku berasal dari sebuah lembaga negara yang ada di jakart dan dengan mudah mengikuti saran ataupun arahan dari oknum tersebut.
“Sehubungan perkara perdata kepemilikan tanah masyarakat KTPH-S melawan PT. Smart Corporation masih meempuh jalur peradilan dan sekarang sedang diproses di tingkat banding, maka seyogyanya masyarakat KTPH-S dapat bersabar dan menahan diri menunggu hasil keputusan majelis hakim pada peradilan tingkat banding tersebut. Kalaupun ada oknum-oknum yang katanya memiliki relasi di tingkat Jakarta ataupun dapat meminta fatwa dari Mahkamah Agung sehubungan perkara ini, Saya pikir ini adalah hal yang dibuat-buat dan sengaja dihembuskan kepada masyrakat KTPH-S agar masyarakat KTPH-S menjadi bimbang dan ragu dengan pengacaranya akhirnya perkara di peradilan terhenti dan persoalan tanah masyarakat sendiri tidak pernah terselesaikan, saya pikir ini adalah hal yang naïf sekali dalam masyarakat KTPH-S”, terang Emmy Sihombing. (MS)
Labuhanbatu Utara, Minggu, 27 Juni 2010
Penulis Berita,
Maulana Syafi’i, SH.I
Tak Puas Dengan Putusan PN Rantauprapat, Kuasa Hukum Masyarakat KTPH-S Ajukan Banding
Majelis Hakim PN Rantauprapat diketuai Baslin Sinaga, SH, MH, Hakim Anggota Syahru Rizal, SH, MH dan Nelson Angkat, SH didampingi Panitera Pengganti Piter Manik, SH saat membacakan amar putusannya terkait perkara perdata kepemilikan tanah seluas 3000 Ha antara Masyarakat KTPH-S melawan PT. Smart Corporation Padang Halaban dengan register No.08 / Pdt-G / 2009 / PN-Rap pada persidangan Hari Jum’at (7/5) di Ruang Sidang Cakra PN Rantauprapat. Terlihat dalam gambar Kuasa Hukum masyarakat KTPH-S Emmy Sihombing, SH dan Sahlan Matondang, SH. Foto : Maulana Syafi’i
-------
Rantauprapat, Mitra.
Setelah melalui dua puluh tujuh kali masa persidangan, proses pemeriksaan perkara perdata kepemilikan tanah seluas 3000 Ha antara masyarakat KTPH-S (Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya) selaku penggugat melawan PT. Smart Corporation Kebun Padang Halaban Kecamatan Aek Kuo Kabupaten Labuhanbatu Utara, selaku tergugat. Perkara perdata ini juga melibatkan instansi pemerintah selaku tergugat yaitu Bupati Labuhanbatu, Bupati Labuhanbatu Utara dan Kantor BPN Labuhanbatu.
Majelis Hakim PN (Pengadilan Negeri) Rantauprapat diketua Baslin Sinaga, SH, MH dengan hakim anggota Syahru Rizal, SH, MH dan Nelson Angkat, SH didampingi Panitera Pengganti Piter Manik, SH yang mengadili dan memeriksa perkara ini akhirnya memberikan putusan atas perkara perdata tersebut, pada Jum’at (7/5) dihadiri oleh ratusan warga masyarakat anggota KTPH-S.
Dalam putusannya yang setebal 276 halaman itu, majelis hakim membacakan amar putusannya dan mengadili dalam konpensi, pada putusan eksepsi menolak eksepsi Tergugat-tergugat untuk seluruhnya. Dalam pokok perkara memutuskan menolak gugatan penggugat-penggugat untuk seluruhnya. Sedangkan dalam rekonpensi, majelis hakim mengabulkan gugatan Tergugat 1 dan 2 dan tergugat lainnya untuk sebagian.
Majelis hakim menyatakan bahwa tergugat sebagai satu-satunya pemegang alas hak yang sah atas tanah perkebunan seluas 7.464,92 Ha yang termaktub dalam sertifikat HGU No. 1/Desa Padang Halaban, Sertifikat HGU No. 2/Desa Panigoran dan Sertifikat HGU No.2/Desa Panigoran terdaftar atas nama tergugat, sah dan berkekuatan hukum adanya. Menyatakan bahwa penggugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam bentuk penyalahgunaan keadaan yang disadari dan menolak gugatan tergugat untuk selain dan selebihnya.
Majelis hakim juga menyatakan menghukum penggugat-penggugat untuk membayar biaya perkara yang hingga kini sebesar lima juta seratus tiga puluh enam ribu rupiah.
Usai memacakan amar putusannya, majelis hakim mempertanyakan kepada Kuasa Hukum Masyarakat KTPH-S Emmy Sihombing, SH dan Sahlan Matondang, SH apakah menerima putusan tersebut atau akan melakukan upaya banding. Mendengarkan pertanyakan seperti itu, seketika Kuasa Hukum KTPH-S Emmy Sihombing, SH dengan tegas menyatakan akan melakukan upaya banding atas putusan tersebut.
Sementara itu, ketika majelis hakim mempertanyakan hal tersebut kepada Kuasa Hukum PT. Smart Corporation, si Kuasa Hukum hnya menjawab singkat, pihaknya akan berpikir-pikir dulu.
Putusan PN Rantauprapat Dinilai Keliru
Menanggapi putusan majelis hakim PN Rantauprapat tersebut Kuasa Hukum KTPH-S Emmy Sihombing, SH dan Sahlan Matondang, SH menyatakan putusan tersebut dinilai keliru. Menurut mereka kekeliruan yang terlihat dalam putusan tersebut adalah dalam pertimbangannya majelis hakim menyatakan bahwa gugatan penggugat telah daluarsa. Sementara, menurut kuasa hukum masyarakat KTPH-S bahwa dalam gugatan pertanahan tidak dikenal istilah daluarsa.
Selain itu, menurut Kuasa hukum masyarakat KTPH-S kekeliruan lainnya yang didapati dalam putusan PN Rantauprapat tersebut adalah bahwa alat bukti KTPPT (Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah) yang dikeluarkan oleh KRPT (Kantor Reorganisasi Pemakaian Tanah) yang dilindungi oleh UU Darurat No. 8 Tahun 1954 dan dijadikan masyarakat KTPH-S sebagai alat bukti otentik dalam gugatan perkara perdata ini menurut majelis hakim dalam pertimbangannya bahwa UU Darurat tersebut telah dicabut.
Padahal sepengetahuan Kuasa Hukum KTPH-S UU Darurat No. 8 Tahun 1954 belum pernah dicabut dan UU Darurat itu sendiri didasari oleh Operasi Sadar serta didukung oleh Surat Kesepakatan bersama oleh lima menteri yang pada dasarnya adalah menguatkan bahwa KTPPT/KRPT yang dilindungi UU Darurat No. 8 Tahun 1954 merupakan alat bukti yang kuat.
Kekeliruan lainnya yang didapati dari putusan PN Rantauprapat tersebut adalah bahwa pada pelaksanaan pemeriksaan setempat atau sidang lapangan yang telah dilakukan pada akhir bulan maret 2010 yang lalu dengan diikuti dari personel Polres Labuhanbatu, Subdenpom Rantauprapat, Dandim 0209 Labuhanbatu dan instansi pemerintahan Labuhanbatu dan Labuhanbatu Utara telah menemukan bukti-bukti fisik yang kuat di atas areal tanah sengketa.
Pada pelaksaan pemeriksaan setempat tersebut ditemui beberapa bukti fisik yang masih dapat dilihat seperti perkuburan, sumur tua, bekas tapak sekolah, bekas pondasi rumah sakit, bekas pondasi balai desa dan bukti-bukti fisik lainnya yagn sebagian bukti fisik tersebut berada di luar HGU PT. Smart Corportion dan sebagiannya lagi berada di dalam areal HGU.
Kendati bukti-bukti fisik tersebut telah menguatkan gugatan para penggugat dari masyarakat KTPH-S akan tetapi tampaknya majelis hakim masih mempertimbangkan lain dan hal inilah yang kami nilai sebagai bentuk kekeliruan majelis hakim dalam mengambil keputusannya, demikian dijelaskan Emmy Sihombing, SH.
Atas dasar kejanggalan dan kekeliruan majelis hakim PN Rantauprapat memutuskan perkara perdata kepemilikan tanah seluas 3000 Ha tersebut sehingga Kuasa Hukum masyarakat KTPH-S bersikeras untuk melakukan upaya banding dan hal ini sudah direalisasikan dengan telah didaftarkannya proses banding perkara ini dengan register No. 08/Pdt-G/2009/PN-Rap/BND pada tanggal 17 Mei 2010 lalu. (MS)
Labuhanbatu Utara, 4 Juni 2010
Penulis Berita,
Maulana Syafi’i, SH.I
Wednesday, January 27, 2010
Kontrak Kerja Mentan Belum Untungkan Petani
http://www.rakyatmerdeka.co.id/news/2010/01/21/86781/Kontrak-Kerja-Mentan-Belum-Untungkan-Petani
Kamis, 21 Januari 2010, 00:00:43 WIB
Jakarta, RMOL. Meneropong 94 Hari Kinerja Departemen Pertanian
21 kontrak kerja Menteri Pertanian (Mentan) Suswono selama 94 hari ini dinilai belum menguntungkan petani.
Berdasarkan pendapat sejumlah pengamat pertanian dan anggota DPR bahwa Deptan belum terlihat hasil yang dicapai untuk mensejahterakan petani. Hanya empat keberhasilan yang sudah dicapai.
Pengamat pertanian, Ahmad Yakub mengatakan, dalam 94 hari ini memang sulit mengukur keberhasilan dan kekurangan Dephan. Sebab, itu sangat terlalu singkat.
‘’Saya kira kontrak kerja Mentan selama 94 hari ini belum menguntungkan petani,’’ ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Dia (Menteri Pertanian) baru merumuskan soal Inpres beras dan strategi pembangunan di masa depan. ami baru saja diundang mengenai visi misi pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumber daya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan nilai tambah ekspor dan kesejahteraan petani,” ujarnya.
Menurutnya, visi misi yang dikemukakan Menteri Pertanian terlalu bias dengan korporatif pertanian.
“Lahan yang luas hanya disediakan untuk perusahaan besar. Dikhawatirkan petani di sekitar lahan tersebut tidak bisa menggarapnya. Bisa-bisa 25,4 juta keluarga petani hanya menjadi buruh saja,” tuturnya.
Sementara Ketua Umum Serikat Tani Nasional (STN), Donny Pradana mengatakan, Deptan belum memberikan perhatian besar terhadap petani. Ada kesan malah kebijakan pemerintah lebih menguntungkan pemilik modal.
“Perhatian pemerintah terhadap petani sangat kurang. Apalagi kebijakan Renstra tidak akan meningkatkan kesejahteraan petani. Yang diuntungkan kaum pemodal,’ ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, penyusunan cetak biru swasembada pangan yang dilakukan Deptan terkesan mementingkan pihak investor. Ini demi menciptakan ketahanan pangan.
“Departemen Pertanian menggulirkan kebijakan untuk mencukupi kebutuhan pangan dengan menggunakan sembilan investasi. Jadi yang diuntungkan adalah investor,” ungkapnya.
Dikatakan kebijakan food estate menunjukan kalau pemerintah lebih suka memberi peluang kepada investor ketimbang petani.
“ Saya berharap agar pemerintah memberi hak tanah kepada kaum tani,” ujarnya.
’’Ada Peningkatan Luas Garapan Lahan Petani’’
Suswono, Menteri Pertanian
Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengatakan, kinerja 100 hari memprioritaskan audit lahan pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani.
“Selama ini luas lahan baku pertanian selalu disebutkan 7 juta hektar. Apa itu benar. Padahal, menurut data alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian, tiap tahun mencapai 100.000 hektar dan pencetakan sawah baru minim,” ujarnya.
Menurut politisi PKS itu, dengan mengetahui luas lahan baku yang sesungguhnya, akan memudahkan mengambil kebijakan yang tepat. “Kalau dananya memungkinkan, ini bagian dari langkah strategis yang akan saya lakukan,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Suswono, menambah lahan garapan petani. Sebab, selama ini rata-rata lahan garapan petani hanya 0,3 hektar. Menurutnya dengan luas lahan garapan sesempit itu, tidak mungkin petani bisa kaya.
“Harus ada peningkatan luas garapan lahan petani, caranya dengan melakukan reformasi agraria. Meski tidak berarti petani harus memiliki lahan tersebut, tetapi setidaknya ada peningkatan lahan garapan.
Idealnya lahan garapan petani 2 hektar,” paparnya.
Sementara visi pertanian yang akan dicanangkan Suswono adalah Pertanian Industrial Unggul Berkelanjutan, yang Berbasis Sumber Daya Lokal untuk Meningkatkan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Kesejahteraan Petani.
‘’Harus Diperbaiki’’
Siswono Yudo Husodo, Anggota Komisi IV DPR
Anggota Komisi V DPR, Siswono Yudo Husodo mengatakan, belum bisa diukur berhasil atau tidak selama 100 hari kinerja Menteri Pertanian Suswono.
“Dalam 100 hari hanya membuat visi dan planning. Jadi, belum bisa diukur,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, kalau dari sisi perencanaan Penyusunan Renstra Departemen Pertanian 2010-2014, Suswono cukup bagus. Namun, yang menjadi kendala adalah soal implementasi di lapangan.
Siswono mencontohkan pencanangan swasembada gula yang harusnya tercapai pada tahun 2009, tapigara-gara tidak tercapai kemudian dicanangkan kembali pada 2010, begitupun dengan kedelai dan daging. “Ini yang harus diperbaiki. Jangan mengulangi seperti menteri sebelumnya,” katanya.
Ke depan, lanjutnya, Mentan hendaknya mengawasi setiap program yang sudah direncakan, sehingga implementasi bisa berjalan dengan baik. “Lakukan evaluasi setiap saat,” katanya.
‘’Pertanian Semakin Semrawut Tuh...’’
Agusdin Pulungan, Ketua Wahana Masyarakat Tani Indonesia
Nasib petani ke depan dikhawatirkan semakin tidak jelas. Sebab, selama 94 hari ini kinerja Departemen Pertanian tidak menunjukkan hasil nyata yang membela kepentingan petani.
Hal ini disampaikan Ketua Wahana Masyarakat Tani Indonesia, Agusdin Pulungan, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
“Tidak kelihatan ada hasilnya. Malah kinerja pemerintah di bidang pertanian semakin semrawut tuh. Tidak ada konstruksi yang jelas,” ujarnya.
Agusdin menunjuk kasus gula pasir sebagai contoh. Seharusnya pemerintah belajar mengatasi
kekurangan pasokan gula. Tetapi itu tidak dilakukan.
‘’Makanya impor gula pasir tetap tak terhindarkan,” katanya.
Agusdin menyesalkan kebijakan food estate dalam membangun ketahanan pangan nasional. Kebijakan tersebut sama sekali tidak memihak petani di dalam negeri yang umumnya merupakan petani gurem.
“Namanya juga estate. Itu kan artinya besar. Pertanian pangan dilakukan oleh pengusaha besar secara besar-besaran dan tentu saja dengan modal besar. Petani kecil nantinya hanya sebagai buruh,” katanya.
Menurutnya, food estate merupakan pilihan salah kaprah. Sebab, pendekatan tersebut niscaya berdampak mematikan petani dan berpotensi menimbulkan konflik.
Padahal, untuk meningkatkan ketahanan pangan, seharusnya pemerintah memihak petani dengan memberikan jaminan kemudahan distribusi hasil panen dan subsidi sarana produksi.
‘’Yang Dilakukan Sudah Tepat’’
Ferry Juliantono, Ketua Dewan Tani Indonesia
Menteri Pertanian Suswono dalam 94 hari ini ini sudah melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki pertanian. Misalnya, mendata tanah-tanah yang dapat dipergunakan untuk lahan-lahan pertanian, sehingga memperluas lahan pertanian sekitar 27 juta hektar.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Tani Indonesia, Ferry Juliantono, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Selain itu, lanjutnya, Suswono juga sudah menyampaikan program pendataan ulang mengenai lahan database kelompok tani yang berguna untuk penyempurnaan program subsidi.
“Yang dilakukan sudah tepat, cuma hasil akhirnya belum diketahui karena bekerja masih relatif singkat. Dalam setahun nanti kita evaluasi secara menyeluruh,” ungkapnya.
Suswono, lanjutnya, memang mempunyai background pertenakan, sehingga identifikasi dalam sektor peternakan baru untuk daging sapi sudah dilaksanakan.
‘’Hasilnya Nggak Kelihatan Deh...’’
Rusman Ali, Pengamat Pertanian
Program Departemen Pertanian 2010-2014 dalam cetak biru swasembada pangan untuk kedelai, gula, dan daging sapi serta Penyusunan Peraturan Pemerintah tentang food estate merupakan program yang bagus.
Demikian disampaikan pengamat pertanian, Rusman Ali, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, belum lama ini.
‘’Anehnya, hasilnya nggak kelihatan deh dalam 94 hari ini,’’ katanya.
Yang harus dilakukan, lanjutnya, Mentan hendaknya banyak turun ke lapangan merealisasikan program-program yang telah direncanakan. Kalau tidak rajin turun dijamin program-program tidak akan berhasil .
“Jangan hanya pintar di atas kertas saja dong, tapi implementasinya juga harus bisa,” katanya.
Menurutnya, pupuk yang berlimpah sering kali dimanfaatkan tidak baik. Akibatnya, pupuk menjadi langka. Kemudian, subsidi pupuk yang terlalu tinggi. “Ini yang memicu penyelundupan pupuk,” katanya.
Menurut dia, titik lemah ada pada swasembada pangan. Untuk itu, perlu ada pengawasan yang ketat untuk menghindari kebocoran. “Pengawasan harus dari pusat sampai bawah,” katanya.
[RM]
Kamis, 21 Januari 2010, 00:00:43 WIB
Jakarta, RMOL. Meneropong 94 Hari Kinerja Departemen Pertanian
21 kontrak kerja Menteri Pertanian (Mentan) Suswono selama 94 hari ini dinilai belum menguntungkan petani.
Berdasarkan pendapat sejumlah pengamat pertanian dan anggota DPR bahwa Deptan belum terlihat hasil yang dicapai untuk mensejahterakan petani. Hanya empat keberhasilan yang sudah dicapai.
Pengamat pertanian, Ahmad Yakub mengatakan, dalam 94 hari ini memang sulit mengukur keberhasilan dan kekurangan Dephan. Sebab, itu sangat terlalu singkat.
‘’Saya kira kontrak kerja Mentan selama 94 hari ini belum menguntungkan petani,’’ ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Dia (Menteri Pertanian) baru merumuskan soal Inpres beras dan strategi pembangunan di masa depan. ami baru saja diundang mengenai visi misi pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumber daya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan nilai tambah ekspor dan kesejahteraan petani,” ujarnya.
Menurutnya, visi misi yang dikemukakan Menteri Pertanian terlalu bias dengan korporatif pertanian.
“Lahan yang luas hanya disediakan untuk perusahaan besar. Dikhawatirkan petani di sekitar lahan tersebut tidak bisa menggarapnya. Bisa-bisa 25,4 juta keluarga petani hanya menjadi buruh saja,” tuturnya.
Sementara Ketua Umum Serikat Tani Nasional (STN), Donny Pradana mengatakan, Deptan belum memberikan perhatian besar terhadap petani. Ada kesan malah kebijakan pemerintah lebih menguntungkan pemilik modal.
“Perhatian pemerintah terhadap petani sangat kurang. Apalagi kebijakan Renstra tidak akan meningkatkan kesejahteraan petani. Yang diuntungkan kaum pemodal,’ ujarnya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, penyusunan cetak biru swasembada pangan yang dilakukan Deptan terkesan mementingkan pihak investor. Ini demi menciptakan ketahanan pangan.
“Departemen Pertanian menggulirkan kebijakan untuk mencukupi kebutuhan pangan dengan menggunakan sembilan investasi. Jadi yang diuntungkan adalah investor,” ungkapnya.
Dikatakan kebijakan food estate menunjukan kalau pemerintah lebih suka memberi peluang kepada investor ketimbang petani.
“ Saya berharap agar pemerintah memberi hak tanah kepada kaum tani,” ujarnya.
’’Ada Peningkatan Luas Garapan Lahan Petani’’
Suswono, Menteri Pertanian
Menteri Pertanian (Mentan) Suswono mengatakan, kinerja 100 hari memprioritaskan audit lahan pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani.
“Selama ini luas lahan baku pertanian selalu disebutkan 7 juta hektar. Apa itu benar. Padahal, menurut data alih fungsi lahan pertanian ke nonpertanian, tiap tahun mencapai 100.000 hektar dan pencetakan sawah baru minim,” ujarnya.
Menurut politisi PKS itu, dengan mengetahui luas lahan baku yang sesungguhnya, akan memudahkan mengambil kebijakan yang tepat. “Kalau dananya memungkinkan, ini bagian dari langkah strategis yang akan saya lakukan,” ujarnya.
Selain itu, lanjut Suswono, menambah lahan garapan petani. Sebab, selama ini rata-rata lahan garapan petani hanya 0,3 hektar. Menurutnya dengan luas lahan garapan sesempit itu, tidak mungkin petani bisa kaya.
“Harus ada peningkatan luas garapan lahan petani, caranya dengan melakukan reformasi agraria. Meski tidak berarti petani harus memiliki lahan tersebut, tetapi setidaknya ada peningkatan lahan garapan.
Idealnya lahan garapan petani 2 hektar,” paparnya.
Sementara visi pertanian yang akan dicanangkan Suswono adalah Pertanian Industrial Unggul Berkelanjutan, yang Berbasis Sumber Daya Lokal untuk Meningkatkan Nilai Tambah, Daya Saing, dan Kesejahteraan Petani.
‘’Harus Diperbaiki’’
Siswono Yudo Husodo, Anggota Komisi IV DPR
Anggota Komisi V DPR, Siswono Yudo Husodo mengatakan, belum bisa diukur berhasil atau tidak selama 100 hari kinerja Menteri Pertanian Suswono.
“Dalam 100 hari hanya membuat visi dan planning. Jadi, belum bisa diukur,” katanya kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Menurutnya, kalau dari sisi perencanaan Penyusunan Renstra Departemen Pertanian 2010-2014, Suswono cukup bagus. Namun, yang menjadi kendala adalah soal implementasi di lapangan.
Siswono mencontohkan pencanangan swasembada gula yang harusnya tercapai pada tahun 2009, tapigara-gara tidak tercapai kemudian dicanangkan kembali pada 2010, begitupun dengan kedelai dan daging. “Ini yang harus diperbaiki. Jangan mengulangi seperti menteri sebelumnya,” katanya.
Ke depan, lanjutnya, Mentan hendaknya mengawasi setiap program yang sudah direncakan, sehingga implementasi bisa berjalan dengan baik. “Lakukan evaluasi setiap saat,” katanya.
‘’Pertanian Semakin Semrawut Tuh...’’
Agusdin Pulungan, Ketua Wahana Masyarakat Tani Indonesia
Nasib petani ke depan dikhawatirkan semakin tidak jelas. Sebab, selama 94 hari ini kinerja Departemen Pertanian tidak menunjukkan hasil nyata yang membela kepentingan petani.
Hal ini disampaikan Ketua Wahana Masyarakat Tani Indonesia, Agusdin Pulungan, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
“Tidak kelihatan ada hasilnya. Malah kinerja pemerintah di bidang pertanian semakin semrawut tuh. Tidak ada konstruksi yang jelas,” ujarnya.
Agusdin menunjuk kasus gula pasir sebagai contoh. Seharusnya pemerintah belajar mengatasi
kekurangan pasokan gula. Tetapi itu tidak dilakukan.
‘’Makanya impor gula pasir tetap tak terhindarkan,” katanya.
Agusdin menyesalkan kebijakan food estate dalam membangun ketahanan pangan nasional. Kebijakan tersebut sama sekali tidak memihak petani di dalam negeri yang umumnya merupakan petani gurem.
“Namanya juga estate. Itu kan artinya besar. Pertanian pangan dilakukan oleh pengusaha besar secara besar-besaran dan tentu saja dengan modal besar. Petani kecil nantinya hanya sebagai buruh,” katanya.
Menurutnya, food estate merupakan pilihan salah kaprah. Sebab, pendekatan tersebut niscaya berdampak mematikan petani dan berpotensi menimbulkan konflik.
Padahal, untuk meningkatkan ketahanan pangan, seharusnya pemerintah memihak petani dengan memberikan jaminan kemudahan distribusi hasil panen dan subsidi sarana produksi.
‘’Yang Dilakukan Sudah Tepat’’
Ferry Juliantono, Ketua Dewan Tani Indonesia
Menteri Pertanian Suswono dalam 94 hari ini ini sudah melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki pertanian. Misalnya, mendata tanah-tanah yang dapat dipergunakan untuk lahan-lahan pertanian, sehingga memperluas lahan pertanian sekitar 27 juta hektar.
Demikian disampaikan Ketua Dewan Tani Indonesia, Ferry Juliantono, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.
Selain itu, lanjutnya, Suswono juga sudah menyampaikan program pendataan ulang mengenai lahan database kelompok tani yang berguna untuk penyempurnaan program subsidi.
“Yang dilakukan sudah tepat, cuma hasil akhirnya belum diketahui karena bekerja masih relatif singkat. Dalam setahun nanti kita evaluasi secara menyeluruh,” ungkapnya.
Suswono, lanjutnya, memang mempunyai background pertenakan, sehingga identifikasi dalam sektor peternakan baru untuk daging sapi sudah dilaksanakan.
‘’Hasilnya Nggak Kelihatan Deh...’’
Rusman Ali, Pengamat Pertanian
Program Departemen Pertanian 2010-2014 dalam cetak biru swasembada pangan untuk kedelai, gula, dan daging sapi serta Penyusunan Peraturan Pemerintah tentang food estate merupakan program yang bagus.
Demikian disampaikan pengamat pertanian, Rusman Ali, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, belum lama ini.
‘’Anehnya, hasilnya nggak kelihatan deh dalam 94 hari ini,’’ katanya.
Yang harus dilakukan, lanjutnya, Mentan hendaknya banyak turun ke lapangan merealisasikan program-program yang telah direncanakan. Kalau tidak rajin turun dijamin program-program tidak akan berhasil .
“Jangan hanya pintar di atas kertas saja dong, tapi implementasinya juga harus bisa,” katanya.
Menurutnya, pupuk yang berlimpah sering kali dimanfaatkan tidak baik. Akibatnya, pupuk menjadi langka. Kemudian, subsidi pupuk yang terlalu tinggi. “Ini yang memicu penyelundupan pupuk,” katanya.
Menurut dia, titik lemah ada pada swasembada pangan. Untuk itu, perlu ada pengawasan yang ketat untuk menghindari kebocoran. “Pengawasan harus dari pusat sampai bawah,” katanya.
[RM]
Subscribe to:
Posts (Atom)