Sunday, July 18, 2010
Tak Puas Dengan Putusan PN Rantauprapat, Kuasa Hukum Masyarakat KTPH-S Ajukan Banding
Majelis Hakim PN Rantauprapat diketuai Baslin Sinaga, SH, MH, Hakim Anggota Syahru Rizal, SH, MH dan Nelson Angkat, SH didampingi Panitera Pengganti Piter Manik, SH saat membacakan amar putusannya terkait perkara perdata kepemilikan tanah seluas 3000 Ha antara Masyarakat KTPH-S melawan PT. Smart Corporation Padang Halaban dengan register No.08 / Pdt-G / 2009 / PN-Rap pada persidangan Hari Jum’at (7/5) di Ruang Sidang Cakra PN Rantauprapat. Terlihat dalam gambar Kuasa Hukum masyarakat KTPH-S Emmy Sihombing, SH dan Sahlan Matondang, SH. Foto : Maulana Syafi’i
-------
Rantauprapat, Mitra.
Setelah melalui dua puluh tujuh kali masa persidangan, proses pemeriksaan perkara perdata kepemilikan tanah seluas 3000 Ha antara masyarakat KTPH-S (Kelompok Tani Padang Halaban Sekitarnya) selaku penggugat melawan PT. Smart Corporation Kebun Padang Halaban Kecamatan Aek Kuo Kabupaten Labuhanbatu Utara, selaku tergugat. Perkara perdata ini juga melibatkan instansi pemerintah selaku tergugat yaitu Bupati Labuhanbatu, Bupati Labuhanbatu Utara dan Kantor BPN Labuhanbatu.
Majelis Hakim PN (Pengadilan Negeri) Rantauprapat diketua Baslin Sinaga, SH, MH dengan hakim anggota Syahru Rizal, SH, MH dan Nelson Angkat, SH didampingi Panitera Pengganti Piter Manik, SH yang mengadili dan memeriksa perkara ini akhirnya memberikan putusan atas perkara perdata tersebut, pada Jum’at (7/5) dihadiri oleh ratusan warga masyarakat anggota KTPH-S.
Dalam putusannya yang setebal 276 halaman itu, majelis hakim membacakan amar putusannya dan mengadili dalam konpensi, pada putusan eksepsi menolak eksepsi Tergugat-tergugat untuk seluruhnya. Dalam pokok perkara memutuskan menolak gugatan penggugat-penggugat untuk seluruhnya. Sedangkan dalam rekonpensi, majelis hakim mengabulkan gugatan Tergugat 1 dan 2 dan tergugat lainnya untuk sebagian.
Majelis hakim menyatakan bahwa tergugat sebagai satu-satunya pemegang alas hak yang sah atas tanah perkebunan seluas 7.464,92 Ha yang termaktub dalam sertifikat HGU No. 1/Desa Padang Halaban, Sertifikat HGU No. 2/Desa Panigoran dan Sertifikat HGU No.2/Desa Panigoran terdaftar atas nama tergugat, sah dan berkekuatan hukum adanya. Menyatakan bahwa penggugat telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam bentuk penyalahgunaan keadaan yang disadari dan menolak gugatan tergugat untuk selain dan selebihnya.
Majelis hakim juga menyatakan menghukum penggugat-penggugat untuk membayar biaya perkara yang hingga kini sebesar lima juta seratus tiga puluh enam ribu rupiah.
Usai memacakan amar putusannya, majelis hakim mempertanyakan kepada Kuasa Hukum Masyarakat KTPH-S Emmy Sihombing, SH dan Sahlan Matondang, SH apakah menerima putusan tersebut atau akan melakukan upaya banding. Mendengarkan pertanyakan seperti itu, seketika Kuasa Hukum KTPH-S Emmy Sihombing, SH dengan tegas menyatakan akan melakukan upaya banding atas putusan tersebut.
Sementara itu, ketika majelis hakim mempertanyakan hal tersebut kepada Kuasa Hukum PT. Smart Corporation, si Kuasa Hukum hnya menjawab singkat, pihaknya akan berpikir-pikir dulu.
Putusan PN Rantauprapat Dinilai Keliru
Menanggapi putusan majelis hakim PN Rantauprapat tersebut Kuasa Hukum KTPH-S Emmy Sihombing, SH dan Sahlan Matondang, SH menyatakan putusan tersebut dinilai keliru. Menurut mereka kekeliruan yang terlihat dalam putusan tersebut adalah dalam pertimbangannya majelis hakim menyatakan bahwa gugatan penggugat telah daluarsa. Sementara, menurut kuasa hukum masyarakat KTPH-S bahwa dalam gugatan pertanahan tidak dikenal istilah daluarsa.
Selain itu, menurut Kuasa hukum masyarakat KTPH-S kekeliruan lainnya yang didapati dalam putusan PN Rantauprapat tersebut adalah bahwa alat bukti KTPPT (Kartu Tanda Pendaftaran Pendudukan Tanah) yang dikeluarkan oleh KRPT (Kantor Reorganisasi Pemakaian Tanah) yang dilindungi oleh UU Darurat No. 8 Tahun 1954 dan dijadikan masyarakat KTPH-S sebagai alat bukti otentik dalam gugatan perkara perdata ini menurut majelis hakim dalam pertimbangannya bahwa UU Darurat tersebut telah dicabut.
Padahal sepengetahuan Kuasa Hukum KTPH-S UU Darurat No. 8 Tahun 1954 belum pernah dicabut dan UU Darurat itu sendiri didasari oleh Operasi Sadar serta didukung oleh Surat Kesepakatan bersama oleh lima menteri yang pada dasarnya adalah menguatkan bahwa KTPPT/KRPT yang dilindungi UU Darurat No. 8 Tahun 1954 merupakan alat bukti yang kuat.
Kekeliruan lainnya yang didapati dari putusan PN Rantauprapat tersebut adalah bahwa pada pelaksanaan pemeriksaan setempat atau sidang lapangan yang telah dilakukan pada akhir bulan maret 2010 yang lalu dengan diikuti dari personel Polres Labuhanbatu, Subdenpom Rantauprapat, Dandim 0209 Labuhanbatu dan instansi pemerintahan Labuhanbatu dan Labuhanbatu Utara telah menemukan bukti-bukti fisik yang kuat di atas areal tanah sengketa.
Pada pelaksaan pemeriksaan setempat tersebut ditemui beberapa bukti fisik yang masih dapat dilihat seperti perkuburan, sumur tua, bekas tapak sekolah, bekas pondasi rumah sakit, bekas pondasi balai desa dan bukti-bukti fisik lainnya yagn sebagian bukti fisik tersebut berada di luar HGU PT. Smart Corportion dan sebagiannya lagi berada di dalam areal HGU.
Kendati bukti-bukti fisik tersebut telah menguatkan gugatan para penggugat dari masyarakat KTPH-S akan tetapi tampaknya majelis hakim masih mempertimbangkan lain dan hal inilah yang kami nilai sebagai bentuk kekeliruan majelis hakim dalam mengambil keputusannya, demikian dijelaskan Emmy Sihombing, SH.
Atas dasar kejanggalan dan kekeliruan majelis hakim PN Rantauprapat memutuskan perkara perdata kepemilikan tanah seluas 3000 Ha tersebut sehingga Kuasa Hukum masyarakat KTPH-S bersikeras untuk melakukan upaya banding dan hal ini sudah direalisasikan dengan telah didaftarkannya proses banding perkara ini dengan register No. 08/Pdt-G/2009/PN-Rap/BND pada tanggal 17 Mei 2010 lalu. (MS)
Labuhanbatu Utara, 4 Juni 2010
Penulis Berita,
Maulana Syafi’i, SH.I