Catatan : Maulana Syafi’i*)
AEK KUO, METRO.
Untuk kesekian puluh kali parit galian milik PT. Smart Tbk Padang Halaban Kecamatan Aek Kuo, Kabupaten Labuhanbatu, kembali mengambil korban. Kali ini korbannya bukan seorang anak kecil yang tenggelam seperti kejadian naas yang pernah menimpa nasib warga Desa Aek Korsik, Kecamatan Aek Kuo, di tahun 2006 silam, melainkan seekor lembu milik warga Desa Pulo Jantan yang kemaren sore terperosok dan terjebak dalam lubang parit galian yang dalam dan tidak dapat untuk naik ke atas hingga kehabisan nafas dan akhirnya mati di dalam parit galian “pencabut nyawa”.
Demikian diceritakan Wiryono (72), seorang warga Desa Pulo Jantan, Kecamatan Aek Kuo kepada wartawan, Rabu (10/9). Menurut Wiryono, peristiwa matinya beberapa ekor lembu milik warga sekitar perkebunan padang halaban di dalam parit galian milik perusahaan itu, sudah merupakan hal yang lumrah. Kendati demikian, tidak pernah terbesit di dalam benak management PT. Smart Tbk Padang Halaban untuk membayar ganti rugi ternak lembu warga yang mati di dalam parit galian berukuran lebar 6m dan dalam 6m yang termasuk dalam type Galian C, namun tidak dikenakan retribusi pajak galian c oleh Pemkab Labuhanbatu, jelas wiryono.
Tidak dipungkiri wiryono, bila korban yang tewas di dalam parit galian “pencabut nyawa” itu dari jenis manusia, maka pihak management segera memberikan kompensasi atau sekedar uang duka keluarga ahli musibah, akibat human eror yang dilakukan pihak perusahaan pada parit galiannya, seperti yang pernah menimpa warga di Kecamatan Aek Kuo dan Kecamatan Marbau beberapa tahun lalu, kenang Wiryono.
Berbeda pula dengan apa yang telah dialami oleh Warisem (80) warga Kecamatan Na IX-X, akibat tergiris erosi dari galian parit raksasa milik PT. Smart Tbk Padang Halaban itu, tanah peninggalan almarhum suaminya hampir selebar 3m dan sepanjang 60m yang terletak di sebelah samping rumahnya di Dusun Gerojokan, kini kondisinya telah hilang dan berubah menjadi satu dengan dasar parit galian.
“Akibat dari parit bekoan (galian-red) di sebelah samping rumah, tanahku sekitar hampir selebar 3m dan sepanjang 60m telah hilang dan telah berubah menjadi satu dengan dasar parit bekoan itu. Bisa dilihat, saat ini di sepanjang dasar parit itu ada empat batang pohon sawit yang sudah berproduksi milikku yang tumbang dan kini mulai membusuk, juga ada serumpung pohon bambu dan pohon pisang serta sebatang pohon kepala jawa, telah berada persis di tengah-tengah parit galian”, urainya Warisem.
Kedukaan yang dialami oleh kedua orang tua lanjut usia, Wiryono dan Warisem ini, juga pernah dirasakan oleh mantan Kepala Puskesmas Aek Kuo dr.H. Rustian Sinaga. Pasalnya, Aliran parit galian di sekitar puskesmas yang tergiris erosi mengakibatkan pagar tembok puskesmas ini roboh. Demikian pula halnya ketika parit galian tersebut tidak mampu membuang tumpahan debit curah hujan yang cukup tinggi hingga menciptakan genangan air di dalam parit galian.
Praktis, dengan terciptanya genangan air dalam galian tersebut membuat “bangsa nyamuk” merasa nyaman melakukan pembiakan generasinya. Akibat buruknya adalah, realitas ini sempat membuat daerah kesehatan di wilayah kecamatan aek kuo di tahun 2007 lalu masuk dalam daerah epidemis penularan DBD dan malaria.
Masih segar dalam ingatan masyarakat aek kuo, kala itu seorang anak balita dari Dusun Marbau Jaya Desa Aek Korsik harus dilarikan ke Rumah Sakit H. Adam Malik di Medan dalam kondisi koma karena positif terjangkit penyakit DBD, lagi-lagi perusahaan penyebab persoalan ini tidak mau ambil pusing.
Tidak sampai disitu, cerita unik yang menimpa seorang warga Desa Karang Anyar Kecamatan Aek Kuo, akibat mobil pick up yang dikendarainya terjun bebas ke dasar parit galian milik PT. Smart Tbk Padang Halaban, yang posisinya persis bersebelahan dengan jalan lintas dari dan menuju antar lintas desa setempat. Ironisnya, kendati parti galian yang diciptakannya bersebelahan dengan jalan lintas desa, namun pihak management PT. Smart Tbk Padang Halaban tidak tergerak hatinya untuk membuat pagar pembatas.
Sekarang, parit galian ini kembali mengancam keselamatan masyarakat pengguna jalan di Dusun IV Desa Panigoran Kecamatan Aek Kuo. Pasalnya, kondisi badan jalan yang mulai tergiris erosi parit galian sehingga membuat jalan semakin kecil dan longsoran tebing parit membentuk jurang yang siap menanti mangsa bagi yang melintas di jalan itu, ujarnya MS salam seorang warga desa setempat kepada wartawan.
Kondisi rawannya parit galian perusahaan perkebunan ini telah menjadi perdebatan yang cukup sengit di lembaga legislatif maupun lembaga eksekutif labuhanbatu. Seperti apa yang pernah dikatakan Dahlan Bukhori dari Fraksi PDI-P DPRD Labuhanbatu, seingat Dahlan beberapa waktu lalu DPRD Labuhanbatu telah mendiskusikan hal ini dalam sidang paripurna untuk merumuskan ramperda tetnang retribusi pajak parit galian yang dimasukan dalam kategori galian c sehingga menjadi PAD bagi Pemkab Labuhanbatu.
Namun dengan alasan tidak adanya manfaat ekonomis yang dirasakan oleh perusahaan perkebunan kelapa sawit atas parit galian tersebut, didukung pula surat sakti dari BKSPPS (Badan Kerjasama Perusahaan Perkebunan Sawit) dari pusat yang menyatakan keberatannya bila jenis parit galian seperti itu dikenakan retribusi pajak daerah mengingat galiannya tidak mendatangkan manfaat ekonomis. Menurut surat BKSPPS, galian tersebut bertujuan sebagai tapal batas tanah perusahaan dan juga sebagai alasan pengamanan areal perkebunan kelapa sawit dari kejahatan para ninja sawit.
Akan tetapi Dahlan Bukhori tetap membantah, bila alasannya sebagai tapal batas adalah tidak logika mengingat tapal batas yang seyogyanya dipergunakan adalah berupa tiang besi atau sejenisnya. Demikian pula bila alasannya sebagai pembantu pengamanan areal tanaman sawit dari kejahatan aksi para ninja sawit, setahu Dahlan perusahaan yang membuka usahanya selalu sedia dengan sepasukan pengamanan, tegasnya.
“Jadi sebenarnya tidak ada alasan bagi perusahaan untuk tidak memberikan retribusi parit galiannya kepada Pemkab Labuhanbatu, manalagi diketahui parit galian seperti milik PT. Smart Tbk Padang Halaban lebih besar menciptakan keresahan bagi masyarakat ketimbang manfaatnya bagi Pemkab Labuhanbatu. Alangkah lebih baiknya bila permasalahan ini dicari solusinya untuk menciptakan ketertiban dan ketenteraman bagi masyarakat di sekitar parit galian tersebut”, harapnya Dahlan. (SYA)
*) adalah ketua Kelompok Tani Padang Halaban dan Sekitarnya [KTPHS] yang merupakan jaringan Serikat Tani Nasional di Kab. Labuhan Batu, Sumatera Utara. KTPHS tengah mengupayakan perjuangan massa hak atas tanah atas PT. Smart Tbk Padang Halaban dengan dua ribu jiwa korban konflik .